Aku berjalan di koridor sekolahanku. Setelah seminggu aku tau dia kembali ke sini, aku tak pernah bertemu dengannya. Aku masih terlalu takut untuk melihatnya. Atau lebih tepatnya hatiku masih terlalu takut untuk rasakan pahitnya cinta.
Cinta?
Haha, apakah rasa itu masih ada di hatiku. Orang tuaku lebih mementingkan perusahaan daripada aku. Mereka di rumah hanya untuk makan, tidur, dan mengambil pekerjaan mereka yang tertinggal. Miris.
Bahkan sahabatku, satu-satunya orang yang aku percaya. Satu-satunya orang yang aku kira mampu membahagiakanku. Mengkhianatiku.
Dan dia, yang dulu sudah berjanji ingin menjagaku. Melindungiku. Mencintaiku. Juga meninggalkanku. Tragis. Aku kehilangan semuanya dalam satu waktu.
"Res! Elah tungguin gue kek!"
Aku menoleh ke belakang. Aku hanya menunjukkan cengiranku melihat Varza berlari ke arahku. "Lo sih jalannya kelamaan." Varza hanya mendengus mendengar jawabanku. "Kelamaan apaan, lo aja yang ninggalin gue di kantin tadi. Rese lo." Aku hanya tertawa kecil melihat Varza yang memang sangat kesal jika aku pergi tanpa bilang bilang. "Alah, lo aja kali yang kelamaan. Mending sekarang kita ke kelas lo belum ngerjain PR kan?" Aku tersenyum menang saat melihat raut wajahnya berubah panik. "Sialan!" Umpatnya.
Yah setidaknya gue masih punya teman untuk melakukan hal bodoh bersama.
--
"Wil."
"Hm?"
"Kantin yuk."
"Ogah."
"Dih yaudah, tapi jangan minta tolong gue kalo lo entar dikerubungi cewe-cewe centil di depan sana."
Tubuhku menegang saat mendengar ancaman itu. Aku berhenti menulis, lalu melihat ke barisan depan. Dimana para siswi dengan make up setebal 3 cm itu menoleh ke arahku dengan lapar. Aku bergidik melihatnya. Seolah tau apa yang akan terjadi aku langsung menutup bukuku dan berlari mengejar Rey.
Rey tersenyum senang melihat raut wajahku yang seakan habis melihat hantu. "Sialan lo, main ninggalin gue sendiri. Lo kira gue bakalan selamat dari mereka?" Lagi dan lagi, Rey tersenyum senang namun kali ini bertambah dengan raut jailnya. "Mungkin iya, kalo lo berhasil layanin mereka baby." Matanya mengerling jail. "Najis!"
Terkutuklah aku mempunyai teman baru yang tidak ada warasnya. Ya aku baru seminggu di sekolah ini. Dan dalam seminggu juga aku sudah diganggu oleh makhluk halus yang tampak itu. Tapi meskipun sudah seminggu aku tak pernah mendengar kabar dari dia.
Alasanku kembali di kota ini hanya karena dia. Namun aku tak bisa menemukannya walau kita di sekolah yang sama. Kemungkinannya ada dua. Pertama, dia memang tidak tau aku di sekolah ini walau pun aku tau itu tidak mungkin. Kedua, dia memang sengaja menghindariku.
Ya, dia menghindariku.
--
"Kayaknya lo suka banget ninggalin gue."
"Jahat banget."
Aku diam saja dan memutar bola mataku saat Varza memulai celotehannya.
"Gimana bisa gue temenan sama lo."
"Cuek banget sih."
"Jangan cuek cuek kenapa, Res. Ntar lo gak ada yang mau."
"Res."
"Resyaaaaaaaaa!!"
"Diem! Bawel banget sih." Kataku sinis. "Astaga, Res, gimana gue bisa diem kalo lo gak mau jawab omongan guee." Varza berteriak frustasi. Aku sudah terbiasa mendengar kecerewetan temanku ini. Namun tetap saja, bikin pusing.
Aku melihat-lihat sekeliling sekolahku. Keadaannya sungguh ramai karena memasuki jam pulang sekolah. Namun baru aku menengok ke arah pepohonan, sesosok orang terlihat memperhatikanku. Aku terpaku melihatnya. Mata itu masih sama seperti dulu. Namun kali ini sorotnya penuh kekagetan sama sepertiku.
"Gak mungkin." lirihku.
Varza yang mendengar aku berkata seperti itu langsung mengikuti arah tatapanku. Dia terlihat syok melihat saat melihat orang itu. Seperti tau aku akan kembali ke masa lalu, Varza langsung menarikku menjauhi sekolah.
"Lo tau gue gak akan membiarkan lo disakitin sama dia." katanya saat sudah menjauhi sekolah. "Percaya sama gue. Sekali dia nyakitin lo, gue bunuh dia." ucapnya saat menenangkanku.
Namun nyatanya, semua kalimat itu tak mampu menenangkanku. Aku hanya diam mematung walaupun Varza mulai mendekapku. Karna aku tau, sejak tadi keadaan sudah berubah. Melihat sesosok tadi tersenyum sinis aku sudah tau. Kejadian beberapa tahun lalu akan terulang.
----
Yha yha yha.
Kurang rapi.
Maafkan.
22.02.16
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings
Teen Fiction"Res," "Hm?" "Dia balik." "Siapa?" "Diaaaa," "Iya, gue bilang sia--," "Wildan." aku membeku mendengar namanya. "Dia disini..." lanjutnya. "Di sekolah kita." -- Resya Maharani tak menyangka bahwa Wildan Satya Permana akan datang setelah sekian tahun...