[4]

4.6K 242 7
                                    

Rayn sedang menulis catatan di whiteboard saat suara cempreng Kila meneriakinya kencang.

"Raaayn!"

Rayn menoleh kesal. "Apaan, sih?"

"Itu tintanya udah abis tauk. Lo nulis apaan juga gue nggak tau," ucap Kila dan langsung diiyakan oleh penghuni kelas.

"Hm yaudah. Bim, isi spidol dong," perintah Rayn pada Bimo, ketua kelas.

"Tintanya udah abis," jawab Bimo sekenanya.

Rayn mendengus. "Terus? Gue harus apa? Masa iya pake arang?"

"Beli aja deh, Rayn. Pake uang kas."

Rayn menghampiri Fio, bendahara kelas. "Minta duit."

Fio memberikan selembar uang lima ribuan. "Nih."

"Harga spidol berapa, deh?" tanya Rayn entah pada siapa.

"Goceng. Kayanya." sahut Bimo.

"Gue nih yang beli?" tanya Rayn lagi.

"Yaiyalah!" sahut seluruh siswa serempak. Rayn memutar bola matanya dan berjalan keluar kelas menuju koperasi.

Sesampainya di koperasi, Rayn tidak segera membeli spidol melainkan duduk terlebih dahulu di joglo yang ada disana. Di kibas-kibaskan rambutnya kesana-kemari. Dari sini, dia dapat melihat kalau koperasi di penuhi pelanggan yang mayoritas berkelamin laki-laki. Masa iya sih gue sendiri perempuan? Malu. Batinnya.

Mengingat bahwa ada yang menunggu spidolnya, Rayn segera bangkit dan menepis rasa malunya dan berjalan menuju koperasi. "Bang, spidol."

"Item apa merah? Apa biru?"

"Item."

"Permanen apa nggak?"

Rayn memutar bola matanya. "Banyak tanya, ih," Rayn menyerahkan uangnya. "Nih, siniin."

Abang koperasi memberi sebuah spidol pada Rayn dan mengambil uang yang di sodorkan.

"Makasih ya, Bang!"

"Eh, ini uangnya kurang," langkah Rayn terhenti, berbalik.

"Kurang?"

Abang koperasi mengangguk. "Spidol satu sembilan rebu."

"Kalau dua delapan belas ribu," sahut seorang cowok yang diikuti gelak tawa dari teman-temannya.

Muka Rayn memerah. Di pandanginya satu-satu cowok yang menertawakannya. Ah, ngga ada yang gue kenal lagi. Mampus, dah.

"Eng, tapi Bang, uangnya cuma itu. Em gimana kalo--"

"Nih bang tambahannya. Goceng lagi, kan?" potong seseorang di belakang Rayn. Rayn menoleh dan terkejut akan seseorang di belakangnya.

"Re-zi?"

Rezi memasukkan tangannya kedalam saku. "Lo utang aja dulu sama gue," katanya.

"Tapi.. emang gapapa?"

"Kan gue yang nawarin."

Rayn mengangguk seraya menggigit bibirnya. "Makasih, ya."

"Hm," Rezi mendekati segerombolan cowok tadi. "Basket yok?"

"Yok!"

Rayn hanya bisa memandangi punggung Rezi sampai menghilang di tikungan bersama teman-temannya.

"Neng?" Rayn tersadar. "Ha iya?"

"Nih kembaliannya," Abang koperasi menyodorkan selembar uang seribu. "Jangan lupa bayar utangnya ya, neng."

Rayn nyengir malu. "Hehe makasih, Bang."

.
.

"Eh emang anting ya lu pada!" Teriak Rayn kesal begitu masuk kedalam kelas.

"Kenapa sih, Rayn?" tanya Fio.

"Spidol satu sembilan ribu, dodol! Malu nih gue!"

"Aela ribet amat. Udah cepet deh tulis lagi catetannya. Besok ulangan, nih," sahut Kila yang disambut anggukan penuh dari penghuni kelas.

"Tai ya kalian!"

"Bodo!" jawab mereka serempak.

Rayn menghentakkan kakinya kesal dan melanjutkan catatannya. Sekarang ini, pikirannya di penuhi oleh bagaimana caranya dia membayar hutangnya pada Rezi. Bukan masalah uang, tapi masalah bagaimana dia memberikan uang itu.

Kok perut gue mules, sih. Rayn mendesah panjang.

------------------------------------

To be continued!

09/01/16





Pacarku Selebriti [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang