Papa?

151 6 2
                                    

Aku yang sudah duduk dengan anggunnya langsung bangkit, ketika back sound telah dialunkan. Dentingan piano dan biola mengalun merdu mengiringi langkah seorang pria paruh baya yang terlihat optimis. Hei, bukankah ini lagu favorite Papa dan Mama?. " Inilah beliau yang kita tunggu-tunggu, selamat malam... Paapp..Pak Klevin ... Arryantana Djoned?". Aku terkejut, sedang apa Papa disini?!?. Papa pun tampak sama terkejutnya. Kami bersalaman dengan agak canggung dan mempersilakannya duduk. Papa duduk di seberangku. Aku segera melihat ke arah ruang audio kembali, tapi aku tak melihat Razi lagi. Shitt, this must be his game. Aku mulai mencari hint pada beberapa kru yang sempat lalu lalang namun sia-sia. Aku lupa. Acara ini adalah kuasa kita untuk memberi beberapa pertanyaan pada bintang tamu, hanya saja memiliki tema seperti yang telah dijelaskan saat briefing sebelum acara dimulai. Aduuh, Tuhan tema kali ini adalah pendamping hidup dan pencapaian hidup. Kalau saja Om Ari yang datang aku bisa cerita. Kalaupun juga Tante Jesel aku juga masih bisa bertanya. Tapi kenapa Papa?!?. Ini baru 4 bulan pasca kematian Mama aku gak mungkin tanya macam-macam.

Sudah hampir 3 menit aku diam terpaku menatap Papa. Papa pun menatapku bingung dan bimbang. " Jadi, Pak Klevin apa yang Bapak lakukan di usia Bapak yang menginjak 65 tahun ini? ". Astagaaa Tuhan, itu pertanyaan paling tolol yang pernah ada. Otakku yang genius ini serasa tak berfungsi, tak ada guna.

" Hahahaa, kenapa Cella? Untuk pertama kalinya kita bisa berbincang seperti ini ya? Anehnya justru di acara live seperti ini." Aku hanya melongo mendengar jawaban Papa. Aku tak mampu berbicara lagi. Habis sudah karirku di sini, aku benar-benar akan kembali lagi ke German meneruskan karir modellingku yang sudah kutinggal 2 tahun ini.

" Santai sajalah ya, ini kan acara talk show ringan. Bukan seperti acara talk show hukum atau Mata Najwa". Aku hanya tersenyum menanggapi. Semua penonton seperti bertanya-tanya, apa hubunganku dengan Pak Klevin sebenarnya. Sejak awal aku terjun ke dunia baik modelling atau entertainer, aku hanya memang memakan nama pertama dan tengahku saja. Aku memang menyembunyikan nama belakangku. Hanya satu orang yang tahu siapa nama lengkapku, dan itu Razzzziiii... Fuck you and his show. Dasar produser jerk, benar-benar cari mati.

" Kalau begitu saya langsung saja, Maukah Pak Klevin bercerita mengenai motivasi Bapak serta hubungan Bapak dengan keluarga Bapak hingga menjadi sekarang ini?", tanyaku ragu-ragu melihat Papa yang terkejut tentang pertanyaan ini.

" Wah.. pertanyaan yang simple namun memiliki penjelasan yang menyeluruh. Mungkin cerita saya, bisa menjadi kisah tersendiri untuk penonton yang hadir disini. Dan untuk pertama kali dalam hidup saya, saya mau membuka kisah ini pada khalayak umum." Ucap Papa sembari tersenyum. Aku merasa makin bersalah harus membuat Papa mengingat semua kenangan Mama. Cepat-cepat kutambahkan " Bila ada beberapa bagian yang memang tak dapat diketahui publik langsung di skip saja juga tak apa. Penjelasan singkat saja, Pak."

" It's OK. You don't need to worry anything. Kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.Berapa waktu yang dibutuhkan hingga acara selesai? "

"It's about 120 minutes without ads." Papa tersenyum menenangkan. Kulihat manik mata dongker milik Papa, ya Papa terlihat yakin menceritakan ini. Sejujurnya hubungan kami tak begitu dekat karena Papa dulu sangat sibuk sebagai seorang kontraktor besar dan bisnis jual beli property di German-Belanda, sedangkan aku anak yang cuek. Sifat yang sama kuturuni dari Papa. Begitupun ketika sudah beranjak dewasa, aku menjadi wanita independen yang mandiri dan tidak terlalu mementingkan hubungan dengan keluargaku. Hingga saat Mama meninggal, beru terasa bahwa aku benar-benar jauh dari keluargaku. Untuk sifat ini, kuturuni dari Mamaku yang mandiri dan wanita karir.

"Great. Waktunya pasti cukup untuk itu. Cella, cerita ini memang harus kamu dengar untuk kamu kedepannya." Semua mata penonton seakan ingin keluar dari tempatnya saking ingin tahunya hubunganku dengan Papa. Belum lagi kata-kata Papa yang multitafsir itu. Aku hanya diam, penasaran, takut semua perasaan sedih saat itu melihat Papa.

"Mari kita bayangkan kembali ke 49 tahun yang lalu. Hahahaa ya, itu sudah zaman uzur ya" Papaku tertawa menjelaskan. Penonton ikut tertawa sambil sesekali mengrutkan kening.

" Saat itu, di tahun 2000. Kalian pasti belum lahir. Tapi kisah saya sudah dimulai saat itu. Ketika usia saya saat itu 10 tahun. Saya saat ini memang tinggal di Bandung, namun masa kecil saya ada di Bogor. " Penonton makin antusias mendengarkan. Bahkan beberapa berteriak "Terus? ", "Lanjut..".

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Back to MemoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang