January 10th (I'll Show You)

307 8 0
                                    


"Ali, kamu tuh gimana sih?! Masa Sosiologi aja nilai kamu jeblog?! Padahalkan IPS lebih gampang daripada IPA!" ujar Ibu padaku. Aku benar-benar tidak suka kalau Ibu atau oranglain sudah menyangkutkan tentang IPS. Apa yang salah dengan anak IPS? Kami bodoh? Bukan. Kalian yang bodoh.

"Kamu gak pernah belajar bener kali ya? Gini, Ali, kamu boleh terusin usaha bengkel kamu asal nilai kamu nih khususnya Sosiologi harus naik. Ibu gak mau tahu" lanjut Ibu panjang lebar.

"Bu, Ali gak suka kalau Ibu jelek-jelekin pilihan Ali. Ali lebih minat di IPS, bu. Jangan buat seolah-olah itu tuh salah. Buat Ali, itu benar, Bu" ujarku lalu aku langsung masuk ke kamar.

Gini nih, susahnya jadi anak IPS. Mau ngurusin bengkel disebut gak pernah belajar, mau main disebut nakal lah, mau  belajar disebut sok rajin lah. Apa sih yang salah sama IPS" Lalu, salah kalau aku ngurusin bengkel? Toh, nantinya juga aku dapat uang sendiri kok. Ibu, I'll Show You.

***

Aku berjalan santai menuju gerbang sekolah. Well, kali ini aku gak telat kan? Aku melihat jam tanganku, menunjukkan waktu 07.05.

"ALI!" ujar seseorang. Aku mendongak dan menemukkan guru terkiller berada beberapa meter didepanku sednag memelototiku.

"Ali! Lari dong! Kamu gak tahu ini udah telat, hah?!" ujar guru yang bernama Bu Weti. Karena, aku menghormati guru, aku berlari, ya berlari kecil.

"Masukin baju kamu, Ali!" ujar Bu Weti. Aku memasukan baju ku yang ujungnya keluar.

"Aneh deh, kamu tuh susah banget di atur ya! Liat temen kamu, melanggar sekali langsung kapok. Lah kamu? Malah menjadi-jadi. Gimana mau sukses?" ujar Bu Weti panjang lebar. Memangnya kalau jadi guru itu sukses?

"Jadi sukses gak harus berpakaian rapi dan berkaos kaki putih, Bu" setelah mengucapkan itu aku langsung pergi. Gak peduli lah dengan hukuman. Bu Weti, I'll show you

***

Ah! Akhirnya istirahat juga. Pusing. Itu lah yang aku rasakan sekarang. Pusing karena diomelin terus sama guru, pelajaran, sampai cewek gebetan. Woy! Cewek gebetanku direbut temanku sendiri. Kurang ajar, bukan?

Apa salahku pada si Dani? Padahal cewek gebetanku itu gak terlalu cantik, pendek, dan tidak eksis. Kenapa pula Dani yang terkenal baik dan mempesona itu merebut cewek gebetanku? Apa karena sifatku yang kelewat dingin? Apa aku pernah berkata kasar? Oh, god! Salahkah aku mempunyai sifat yang telah Engkau tentukan? Aku harus bersyukur, bukan?

Aku mencoba sabar. Mungkin ini karma untukku berbuat salah pada seseorang. Atau ini adalah permulaan karma untuk Dani? Mungkin. Aku bahkan tidak keberatan kehilangan satu teman yang menusuk dari belakang. Seharusnya, kamu berbaik hati pada semua orang, Dani.

Cewek gebetanku memang tidak tahu perasaanku padanya. Tapi, Dani tahu. Jelas tahu. Walaupun kami tidak terlalu dekat, tapi dia tahu. Dani Santoso, I'll Show You.

***

"Li, lo gak marah gitu cewek gebetan lo direbut Dani?" tanya temanku, Vano.

"Marah sih, tapi apa hak gue?" ujarku dengan santai.

"Tapi kan, dia tahu kalo itu cewek gebetan lo?" tanya Vano lagi.

"Santai lah, toh gue yakin dia itu bukan jodohnya Dani,kok. Ini masih SMA, coy"

Aku dan Vano sedang berada di rumah Gani. Inilah malam minggu kami, tak ada pacar temanpun jadi. Kami memang baru berteman saat masuk SMA, tapi sekarang kami sudah akrab. Gak mungkin kami mengkhianati.

PurposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang