0.

1K 49 4
                                    

e p i l o g

---

Gadis yang masih dengan pakaian wisudanya itu mendatangi makamnya lengkap dengan bunga, juga ijazah, medali dan yearbook milik cowok itu di tangannya. Sendirian.

"Hai," sapanya, lalu berjongkok di depan makam tersebut.

"Ketemu lagi nih sama gue, hehe," ucapnya dengan cengiran kuda yang paling sering berhasil membuat cowok itu kesal.

"Lo tau 'kan hari ini hari apa? Iya. Ini hari graduation kita." Ia menghelakan nafas panjang sambil menatap makam tersebut dengan mata berkaca-kaca yang juga dihiasi oleh guratan senyum karena kedua sudut bibirnya yang ditarik, membentuk sebuah senyuman manis. "Kita udah lulus, Va. Kita udah bisa masuk ke dunia kuliah."

Gadis tersebut mengeluarkan sebuah gulungan kertas.

"Tadi meriah banget, lho. Sayang lo ga dateng."

Lalu, ia meletakkan gulungan kertas tersebut tepat di samping makam itu.

"By the way, ini titipan dari kepsek. Katanya sih, ucapan selamat." Gadis itu tersenyum kecil. Ia kemudian menunduk, lalu menyenderkan kepalanya pada batu nisan tersebut. "Ga habis pikir gue sama lo, deh. Kanker otak tapi nilai Ujian Nasional lo bagus banget. Nomor satu se-angkatan, Va. Gue aja kalah."

Gadis tersebut menepuk-nepuk batu nisan itu dengan senyum yang mengembang di wajahnya. "Gue bangga sebagai temen lo."

Menatapnya lama, perlahan senyumannya itu mulai meluntur. Gadis itu mulai terisak. Tangisan yang sudah ia tahan sejak berada di aula sekolah itu pun akhirnya pecah. Kedua tangannya meraih batu nisan tersebut, memeluknya erat. "Va ... kangen ...."

Memori otaknya kembali memutar kenangan-kenangan yang pernah ia lalui bersama cowok itu selama delapan belas tahun terakhir. Membuat dadanya terasa jauh lebih sesak. Memaksa tangannya harus meremas pakaian wisudanya itu kuat-kuat, berharap itu bisa mengurangi sesak yang ia rasakan.

Setelah beberapa lama menangis dalam diam, ia pun mendongak.

Gak boleh nangis, Sha. Harusnya, hari ini lo berbahagia, batinnya memperingatkan dirinya sendiri.

"Kata Tante Linda, ijazah sama medalinya buat lo," ucapnya sambil meletakkan ijazah dan medali milik cowok itu tepat di samping makam tersebut seraya menyeka air matanya sendiri. "Tapi, yearbook-nya mau dia simpen. Katanya buat kenang-kenangan," lanjut gadis itu dengan senyum yang sebisa mungkin terlihat manis di matanya.

"Udahan?"

Tiba-tiba, suara seorang laki-laki mengusik kegiatan ngobrol dengan sahabatnya itu.

Kontan, Alisha menoleh.

Gadis itu sendiri tidak mengenal laki-laki bersetelan jas wisuda yang mengajaknya bicara tadi. Tapi ia tahu, laki-laki itu adalah salah satu teman dari sahabatnya.

"Udah. Tinggal pamit aja."

Alisha bangkit berdiri, menatap makam itu untuk terakhir kalinya. "Bye, Alvaro Prameswara." Gadis itu mengulum senyum. "Sampai ketemu lagi."

Laki-laki itu menatapnya iba, tidak tega. Polesan yang tadinya terlihat sangat cantik di wajahnya sewaktu wisuda tadi, kini sudah terlihat kacau berantakan akibat menangis. Entah kenapa, gadis tersebut terlihat begitu rapuh di matanya.

"Ayo, gue anter," ucapnya sambil merangkul pundak Alisha, bermaksud untuk membantunya berjalan, takut kalau sewaktu-waktu gadis itu ambruk karena langkahnya yang begitu lunglai. Sedangkan Alisha hanya mengangguk lemah, membiarkan cowok itu menopang tubuhnya untuk sesaat, membiarkan dirinya merasakan kehangatan dari cowok tersebut, yang mengingatkannya pada sosok seseorang yang sama sekali tidak dapat ia rasakan lagi kehangatannya.

Cowok tersebut melirik gadis di sampingnya, lalu ia mengubah arah pandangnya menuju kepada makam teman maniak bukunya itu. Ia tersenyum simpul. Gue bakal jagain dia sesuai permintaan lo, Va, batinnya sebelum akhirnya mereka berdua benar-benar meninggalkan makam tersebut.

---

a/n

maafkan saya karena endingnya wtf banget. Emang Alvaronya mau dimatiin sih :"(

Matinya jayus sih. Tapi, ya emang matinya juga mau dibikinnya begitu. Yasudahlah, byebye. HAHA

(Mungkin suatu hari gua akan mengubah endingnya, supaya jadi lebih tidak-semengecewakan-ini)

ExanimateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang