Part 4

37 1 0
                                    

Baiklah, akan aku jelaskan bagaimana pembuhunan ini bermula, kronologi beserta detail yang harus dikatakan pada petugas, agar mereka tidak lagi meneriakan bentakan-benatakan yang menyebalkan, karena aku benar-benar sudah kenyang. Suatu hari, Seperti biasa, dirumah setan ini, si bajingan itu mengamuk lagi karena hal sepele, tidak punya uang untuk menyambung hidup besok, tentu saja, dia tidak bekerja hampir 12 tahun, sedangkan setiap hari, hanya dihabiskan untuk bermain judi hahahahah. Dia mengamuk, seperti orang yang kesetanan, semua barang dia rumah dia hancurkan, bahkan menu utama, yakni ancaman membunuh kami tak lupa ia teriakan. Dengan amarah yang bergemuruh ia menusuk-nusukan pisau tajam kesayanganya pada lemari dan dinding, dia bilang, bahwa tidak kuat, ingin membunuh kami, dan seperti biasa ibuku yang berhati malaikat itu menagis lagi, seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa menangis adalah haram hukumnya, tapi ibuku adalah wanita yang begitu lelah menanggung penderitaan ini, maka dari itu ia menangis dengan hebatnya, juga adiku, padahal ia lelaki, aahh lemah sekali. Dan aku ? apa aku menangis ? tentu saja tidak, aku hanya diam, dan aku menggenggam pisau belati yang aku curi dari laci tempat koleksi pisau kesayangan si bajingan itu kemarin sore, aku sudah membulatkan tekad akan membunuh si brengesek itu hari ini juga. Tak perduli hari ini dia mengamuk, ataupun sedang baik, bahkan di saat ia tidur. Dan bagusnya ia sedang mengamuk hebat. Ketika ia sibuk mengumpat ibu yang menangis dan menghunus-hunuskan pisaunya ke udara, dari belakang, dengan gerakan spontan yang sangat cepat itu aku menusukan pisau pelati itu tepat pada punggungnya, bukan hanya sekali, karena aku yakin si brengsek ini tidak akan lumpuh hanya dengan sekali tusukan, maka aku menusukanya berkali-kali, tidak tahu berapa kali, yang kuingat saat itu adalah jeritanya yang melengking tajam dengan tindakan berusaha membalas, tetapi aku menendanganya, tepat di wajahnya, dan mulai menusukan belati yang berlumur darah itu tepat di dadanya, entah berapa kali, yang ku tahu saat itu, ibuku pingsan dan adiku yang menatapku dengan mulut terbuka, tampang bodoh.

Darah sialan itu menyembur ke baju, tangan, muka hingga lantai, semuanya merah, dan aku suka. Aku tersenyum tajam, melihat si korban yang berhasil kutusuk tergeletak tak berdaya, kurasa dia telah mati kehabisan darah, detik berikutnya aku terduduk seraya menatap adiku yang masih dengan tampang bodohnya, dan ia berkata lirih, "apa yang telah kau lakukan ka ?" gumanya hampir berbisik, "menyelesaikan masalah" sahutku riang. "kau akan dihukum, kau tahu itu ?" ujarnya seraya gemetar metapku yang berlumuran darah, "perduli amat dengan hukum konyol Negara setan ini, nah sekarang yang perlu kau lakukan adalah memanggil polisi, dan warga setempat untuk mengurusi mayat sialan ini, oia, jangan lupa bawa ibu ke kamar terlebih dahulu, dia pasti sangat kaget melihat putri polosnya ini membunuh ayah kandungnya sendiri hahaha" kataku, seraya bangkit menuju kamar mandi untuk membasuh darah yang menodai tubuhku.

Dan benar saja, adiku yang bodoh ini melakukan apa yang aku perintahkan, aku tidak akan lari, aku tahu apa yang telah aku lakukan, dan aku sangat senang. Hidup tenang akan dimulai detik ini juga. Tidak lama kemudian, rumah kami di kerumini warga yang ingin melihat si mayat berlumur darah yang tergeletak di ruang tamu, dan polisipun datang, menyeret aku, adiku dan ibuku. Seperti itu kira-kira, sampai akhirnya aku berada di ruang introgasi yang pengap ini.



PembunuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang