chapter 2

186 13 3
                                    

"Gimana si anjir. Orang gue udah cape cape bikin proposal kenapa masih di suruh revisi lagi? Brengsek"
Rara menghempaskan badannya duduk di atas sofa yang ada di ruang OSIS.

Alfi yang mendengar gerutuan rekannya membuat atensinya yang sedang fokus kepada laptop pun menoleh,

"Kenapa lagi Ra? Si harimau ga nerima proposal kita?" Rara menghela nafas jengah

"Iya. Katanya total dananya terlalu banyak, uang sekolah ga cukup. Padahal kan kita juga nyari sponsor Fi. Kesel banget! Lagian kalau banyak yang dikurangin juga ntar acara kita gabakalan bagus,

Masa kita yang malu si kalo acaranya ga berkualitas"Rara masih memikirkan jalan tengah dari masalah ini.

"Atau gimana kalau konsumsi buat panitia kita hapus?"

Rara membetulkan posisi duduknya berhadapan dengan Alfi

"Boleh. Ntar kita patungan aja buat konsumsi panitia, daripada sekolah ga kasih izin kalau kita tetep ngotot. Biar deh ga makan, daripada acara kita ga mutu" Alfi setuju dengan sekretarisnya itu, sebagai seorang ketos ia sangat beruntung mempunyai rekan sepeeti Rara yang dapat diandalkan.

Terdengar pintu ruangan yang terbuka dan berderit kecil, perhatian Rara dan Alfi terfokus kepada pintu.

"Hai." Sapa tamu tersebut canggung

Alfi memasang senyum andalannya, lalu ia berdiri menghampiri sang tamu

"Ada apa kak Zaidan?" 

"Ehm. Gue cuma iseng doang" ia melihat kearah belakangnya seperti mencari sesuatu

Rara memperhatikan dengan ekspresi dinginnya

"Eh! Gue numpang bentar ya! Lagi jadi buronan pak Slamet!" Zaidan buru buru masuk kedalam ruang OSIS dan menyembunyikan dirinya di belakang sofa dimana Rara duduk.

Alfi serba salah. Ia sebagai ketua OSIS masa membantu siswa yang sedang berurusan dengan gurunya.
Kalau ia tidak membantu dia tidak enakan, bagaimanapun Zaidan adalah kakak kelasnya.

"Zaidan! Kenapa kamu kabur terus kalau dengar suara saya?!" Pak Slamet masuk kedalam ruang OSIS yang terbuka, Alfi hanya diam. Rara pun tidak tau apa yang akan ia lakukan.

"Jangan sembunyi kamu! Kamu pikir saya buta ga bisa liat kamu masuk kesini!" Rara tersentak kaget mendengar suara pak Slamet yang menggelegar.

"Mampus" terdengar suara berat nan serak Zaidan kecil.

Ia keluar dari persembunyiannya dan menghadap pak Slamet.

"Kenapa pak? Hehe" Zaidan itu seorang jenderal tetapi, apabila berurusan dengan guru ia akan berubah seperti beruang kecil yang imut.

Motonya adalah 'bandel boleh, kurang ajar jangan.'

"Kenapa kamu pakai kabur segala?"

"Kan saya kaget pak.. biasanya kalau udah ada suara bapak pasti selanjutnya saya bakalan di suruh berisihin wc." jawabnya dengan suara yang di lembutkan. Ia berharap ia tidak melakukan kesalahan yang fatal, ia lupa sudah melakukan apa saja hari ini.

"Saya cuma mau tanya, gimana kelanjutan turnamen futsal kemarin?" Mendengar itu Zaidan seketika mengusap-usap dadanya lega.

"Saya pikir kenapa pak," ia memamerkan senyuman lega khasnya yang memperlihatkan gigi rapinya

"Juara 1 lagi pak. Tadi sudah saya antar pialanya ke kantor wakil kesiswaan" pak Slamet hanya menganggukan kepalanya lalu menepuk pundak Zaidan bersahabat.

"Saya tau saya bisa mengandalkan kamu" ia tersenyum menanggapi perkataan guru olahraganya itu.

"Ya sudah saya balik dulu. Lain kali kalau dengar suara saya jangan kabur terus, saya ga makan orang." Pak Slamet meninggalkan ruangan OSIS sesudah melemparkan senyum kepada Rara dan Alfi dan di balas dengan senyuman hormat oleh mereka berdua.

JENDERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang