Four

30 1 0
                                    

Aku sedang asyik berkutik dengan laptopku. Elina masuk ke kamarku sambil membawa dua buah bantal.

"Elina? Kok bawa bantal?" Tanyaku heran.

Elina menuju tempat tidurku dan merebahkan dirinya di atas kasur.

"Males ah tidur sendirian. Lagi badmood. Aku tidur disini gapapa kan?" Katanya memeluk bantalnya.

"Iya tidur aja gapapa kok" kataku. Aku masih sibuk dengan laptopku.

"Lagi ngapain? Kayaknya sibuk bener" tanya Elina padaku. Dia bangun dan duduk di sampingku.

"Buat tugas ekskul" aku menjawab singkat. Aku tidak punya waktu untuk bicara panjang lebar karena jika nanti aku bicara padanya, jadi ngelantur, keburu malam dan akhirnya aku tidak bisa menyelesaikan tugasku.

Dia hanya ber-oh ria.

Notification bbm berbunyi. Itu dari Steven. Aku segera menjawab pesan darinya. Elina melihatku agak sinis. Tapi aku tetap cuek.

"Steven itu tipe cowok yang gimana sih?" Pertanyaan tak terduga itu muncul dari mulut Elina. Dia memandangiku sangat-sangat dalam.

"Maksud kamu?" Tanyaku heran.

"Iya Steven itu orangnya kayak gimana? Kalian udah pacaran satu tahun tapi langeng-langgeng aja?" Pertanyaan yang cukup aneh bukan!?
.
"Kenapa akhir-akhir ini kamu nanya semua tentang Steven?" Kini aku berhenti sejenak dari pekerjaanku dan menatapnya.

"Eitsss santai dong. Aku cuman nanyak aja. Gausah gitu juga kali Nar. Jujur aku pingin suatu hari nanti hubungan aku sama pacar aku tuh kayak kamu. Langgeng tanpa masalah" jelasnya.

Mendengar perkataannya, aku hanya bisa menghela nafas panjang.

"Nanti pasti bakal ketemu kok" kataku lirih sembari memegang pundaknya. Aku tersenyum padanya, tetapi dia hanya menatapku. Matanya berkaca-kaca.

"Kamu baik banget" dia memelukku penuh keharuan. Aku rasa air matanya menetes, aku hanya bisa menenangkannya.

"Aku bakal ngelakuin apa aja asal kamu bahagia. Kamu udah kayak saudara aku sendiri."

"Makasi banget ya Nar"



***


Hari-hari terlewati begitu saja. Waktu berlalu begitu cepat, dan aku rasa semua terasa baik-baik saja.

Mengenai rutinitas rumah, papa semakin hari semakin sibuk saja, tapi tetap bisa meluangkan waktunya untuk kami.

Mama Fina semakin hari semakin sayang padaku, dan aku rasa kasih sayangnya melebihi kasih sayangnya ke Elina. Pernah terpikirkan olehku bahwa Elina akan marah padaku karena mamanya memberi perhatian "lebih" padaku.

Namun seiring berjalannya waktu semuanya berubah. Bukan masalah mama atau papa yang tidak sayang padaku lagi ataupun Steven yang makin menjauh dariku. Tidak!!! Itu tidaklah benar. Ini mengenai Elina. Ya Elina! Dia berubah 360 derajat dari yang kupikirkan. Bahkan aku tak pernah berpikir sejauh ini.

Hari itu, hanya gara-gara mama Fina membuatkan kue kesukaanku, Elina menjadi marah padaku. Dia menaruh dendam padaku. Aku berusaha meyakinkan bahwa aku tidak akan merebut kasih sayang mamanya itu tapi.... hasilnya nihil. Dia marah padaku.

"Cobalah mengerti, aku gak bakal ngerebut semua kebahagiaan kamu Elina" saat itu aku bertengkar dengannya. Saat mama dan papa tidak ada di rumah.

"Ahhh.... aku udah gak percaya lagi sama kamu! Kamu perusak!" Teriaknya. Kata-kata yang menyakitkan itu terngiang di telingaku. Aku rasa saat itu juga aku terbawa emosi sehingga aku tak sengaja menamparnya. Saat itu emosiku memuncak.

LUNARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang