Seven

39 1 0
                                    

Gila!!!
Benar-benar gila.
Apa yang dipikirkan Elina sehingga dia bisa berkata seperti itu? Sadarkah dia mengatakan hal yang tak sepnatasnya dia katakan.
Hal yang tak sepantasnya dia lakukan.
Hal yang tak sepantasnya dia miliki.

"Menyukai pacar saudara sendiri"

Dering alarm mengagetkanku.
Ini sudah pukul lima pagi dan aku harus bersiap-siap.

Aku tidak tidur semalaman.
Memikirkan ucapan yang dikatakan Elina.
Semalaman aku hanya memandangi foto aku dan Steven saat kami berdua berfoto bersama dengan ice cream coklat di tangan kami masing-masing.

Aku hanya bisa tersenyum miris.

"Akankah aku rela melepaskan mu untuk saudaraku sendiri?"

****

"Sayang, makan dulu" teriak Mama Fina dari bawah.

Setelah selesai bersiap-siap aku melangkah turun ke bawah untuk sarapan.
Saat aku membuka pintu kamarku, bersamaan dengan itu juga Elina membuka pintunya. Dia sudah siap dengan seragamnya. Penampilannya rapi.

Lama dia menatapku. Aku juga menatapnya. Hingga tatapan kami seketika buyar saat Mama Fina memanggil untuk yang kedua kalinya.

Elina melangkahkan kakinya terlebih dahulu.

Dia berjalan di depanku. Dan aku hanya bisa memandanginya dengan pandangan menyesal.

Menyesal dengan semua kelakuannya selama ini.

"Sarapan dulu. Ada sandwich lho..." kata Mama Fina menyunggingkan senyum kepadaku. Dan juga pada Elina.

"Papa mana ma?" Tanya Elina mendekat ke meja makan. Dia mengambil dua potong sandwich dan meneguk susunya.

"Masih tidur diatas. Kasihan papa kamu kemarin pulangnya malam banget. Palingan ntar siang balik lagi ke kantor" tangan mama Fina bergerak cepat menyiapkan semuanya.

Aku masih berdiri. Tak jauh dari meja makan. Memandangi mereka berdua.
Apakah ibu sebaik mama Fina mengajarkan hal yang tidak baik pada putrinya?
Bahkan tak pernah terlintas bahwa Elina yang memiliki sosok mama yang sangat baik akan berlakuan keji di belakang.

Merebut hal yang tak sepantasnya menjadi miliknya.

"Lho? Kok diem disana Lunar? Ayo sarapan" perintah mama Fina. Dia menarik tanganku menuju meja makan.

"I-i-iya ma"

"Kalian berangkatnya naik taksi dulu ya. Mama gak tega bangunin papa kamu. Pak Usno lagi sakit" mama memperhatikan kami berdua dengan tatapan memelas.

"It's okay" jawabku santai.

"Mata kamu kok merah gitu? Begadang ya?" Tanya mama memberikan tatapan penuh penasaran dan tatapan itu dihujamkan padaku.

"Insomnia ma. Dari tadi malam sampai jam 3 pagi tadi" jawabku dengan senyum.

"Kok gitu sih? Kamu banyak pikiran ya?"

"Enggak kok ma. Oh ya ma, Lunar berangkat dulu ya. Bye mama" aku segera menyambar tasku. Mencium tangan mama Fina dan segera pergi.

"Ehh sarapannya?"

"Udah ma. Lunar juga udah kenyang. Bye mama"

"Kamu kan harus berangkat bareng Elina" kata-kata itu sukses untuk membuatku berhenti diambang pintu.

"Elina berangkat sekarang ma. Bye..." Elina angkat bicara dan itu membuatku mendengus kesal.

Menuju gerbang depan. Menunggu taksi lewat. Stop it dan masuk.

Perlu berapa menit buat nunggu taksi?

Aku mulai celingukan mencari taksi. Dan taksi tak kunjung lewat.

"Hi...." sapaan itu. Aku kenal suaranya. Aku membalikkan badan dan melihat Steven sudah tepat di depanku.

"Do you want to make a surprise for me?" Tanyaku. Senyumku tak terhindarkan lagi.

"Just for you baby" Steven menjawab dengan gaya "sok cool".

"Geli aku kamu panggil baby. Aku bukan bayi"

"Bercanda kok. Ayo berangkat"
Steven menggandeng tanganku menuju mobilnya.

Saat itu juga Elina muncul dari gerbang rumah. Aku kira dia udah berangkat duluan.
Huft...

"Hai Steven?" Elina memancarkan senyumnya ke Steven. Huuu kenapa jadi sok akrab gini sih.

"Hy El" Steven membalas hy juga.

"Aku ikut kalian ya. Gak ada taksi lewat nih" rayu Elina manja.

Jujur ini moment mengesalkan.

Apalagi yang ingin kamu perbuat Elina? Belum cukup membuatku terluka?

Steven memandangkh sekilas. Aku hanya bisa memberinya anggukan setuju.

"It's okay"

Kami berangkat berdua bertiga.

****

"Kamu sakit? Kok merah gitu matanya?" Tanya Steven saat kami sudah tiba di sekolah.

"Engga kok. Insomnia biasa" jawabku meyakinkannya.

"Huuu.... insomnia segala. Mikirin aku ya? Sampe insomnia gitu?"

"Kepedean banget ehh"

"Masih ada aku lho disini" Elina menyelinap masuk dalam pembicaraan kami.

Elina berjalan mendekati kami.

Dia tersenyum.

Baik di depan Steven.

Dan licik di depanku.

Sampai jaraknya yang tinggal beberapa langkah lagi dengan Steven dan tiba-tiba saja Elina tersandung. Hingga membuat dia oleng ke depan dan saat itu juga, dengan sigapnya Steven menahannya agar dia tidak jatuh.

"Ini bagian awal dari rencanaku merebut Steven darimu"

Kata-kata itu terpandang jelas di mata Elina saat dia berada dalam pegangan Steven.

Menghela nafas panjang.
Hanya itu yang bisa ku lakukan.

Mencoba terkejut? Aku sudah tahu itu akan terjadi. Hanya saja aku tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikannya.

Hingga tak sadar, setetes air mata mengalir di pipiku.
Menyeka air mata kepedihan.
Pertahananku mulai runtuh

Yang hanya bisa ku lakukan saat ini adalah

Pergi dari hadapan mereka.


AUTHOR'S POV

Gadis itu segera pergi dari hadapan pemandangan yang hanya bisa membuatnya sakit hati.
Terluka terlalu dalam.

Pasalnya moment itu berlangsung lama yang hanya bisa menyayat hati.

"Lunar jangan pergi!!!" Panggilan dari orang yang disayanginya pun diabaikan.

Laki-laki itu segera mengejar gadis yang telah menjadi orang yang disayanginya.

Terlihat naif saat gadis itu pergi sambil menangis.

Tetapi ini diam diam menyakitkan hati.

Menyayat hati seseorang yang membuatnya terluka.


LUNARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang