Alan mengayuh sepedanya yang lusuh menelusuri panasnya kota yang menyengat kulitnya yang cokelat. Bekas asap kendaran terlihat jelas diwajahnya, menambah kotor wajah yang dari sononya memang pas pasan. Sambil meneriakan "koran-koran" ia melemparkan satu ikat surat kabar ke perkarangan-perkarangan warga.
Alan memperlakukan keluarga Jeniffer dengan sangat istimewa dalam hal pengantaran koran. Ia merapikan terlebih dahulu cetakan demi cetakan, kemudian meletakannya disertai senyum aneh kepada ketiadaan, ketika ia menatap rumah Jeniffer dengan penuh cinta. Setidaknya beginilah rutinitas Alan sebelum ia membeberkan rasa cintanya yang hanya dijakian bahan lelucon oleh Jeniffer.
Alan selalu berlama-lama untuk menatap rumah jeniffer sebelum melanjutkan perjalananya meloper koran. Ayah Jeniffer yang merupakan salah satu orang terkaya dikota itu, acap kali menyapa Alan dalam sikap ramahnya yang jarang dimiliki seorang konglomerat. Alan selalu dipuji karena kerja kerasnya disaat kebanyakan pemuda berleha-leha, bahkan hampir setiap hari, ia menyodorkan selembar uang limah pulu ribu sebagai pengganjal perut Alan. Tetapi karena ketulusan Alan dalam melayani, tangannya terus mengisyaratkan penolakan tak kala ayah Jeniffer memaksa untuk memasukan uang itu dalam kantongnya.
Alan sempat merasa tidak enak untuk menerima uang dari ayah calon pacarnya, tetapi kemudian pikiran konyol tersebut ia buang jauh-jauh ketika menatap penuh pesona rumah Jeniffer yang begitu megah dan membandingkan dengan gubuknya yang hampir rubuh, gubuk yang menjadi tempat tinggal Alan bersama ibu dan kedua adiknya, yaaah cuma itulah yang ditinggalkan ayah Alan ketika ia menuju sang khalik.
Jeniffer sering berpapasan wajah dengan Alan ketika dirumah. Dengan dress anggun serta tas bermerek yang dibawah Jeniffer ketika ia turun dari mobil, dipertemukan Tuhan dengan seorang pria masam, yang selalu menenteng koran ditangan kanannya. Jeniffer bahkan lebih memperhatikan nyamuk yang menggigit kulit dari pada Alan yang sedari tadi sedang bercakap ria dengan ayahnya.
"Begitulah Ia ! jangan terlalu di ambil hati" kata Ayah Jeniffer yang mencoba menahan amarah, ketika anaknya sendiri tidak menyapanya saat kembali ke dalam rumah
"Ia saya mengerti, mahasiswa memang penuh beban yang membuat stress" Alan mencoba membela pujaan hatinya sambil terus menoleh ke arah Jeniffer yang semakin luput dari pandangannya
Tapi kini ia menyadari siapa Jeniffer dan bagaimana kelakuannya ketika gadis itu terus mengatakan bahwa Alan tak pantas untuknya, kemudian ia meremukan kertas berisi puisi cinta milik Allan dan membuangnya ke tong sampah.
Sikapnya barusan ?, apakah ini memang sikap sombong yang dimiliki Jean sejak Tuhan meniupkan roh kedalam kandungan ibunya ?, atau apakah ini reflek seorang gadis kaya yang mengetahui bahwa seorang fakir menyukainya dari hati yang paling dalam.
"Oh Tuhan, cinta ini adalah karuniamu, bukan salahku jika aku mencintainya" Alan membatin dalam hati yang terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Balaskan Dendamku!
RomanceKetika cinta yang tulus, cinta yang tercipta begitu putih didalam hati seorang pria, kini berganti warna menjadi hitam kelam, tak lagi ditemukan cahaya suci yang selama ini menghiasi hantinya, hanya benci, hanya dendam, yang kini ia punya untuk sang...