Di Gugurnya Sakura

45 19 0
                                    

Aku masih di sini, duduk di atas rerumputan di bawah pohon sakura yang sedang bersemi. Memang sekarang adalah musim berkembangnya bunga sakura dan orang-orang di Jepang selalu melakukan hanami setiap musim ini, termasuk aku. Aku tak sendiri, hanya saja pasangan hanami ku masih menyelesaikan urusannya dengan pembimbing tesis. Dia harus segera menyelesaikan tesisnya agar dia bisa mengikutiku pulang ke Indonesia.
"Benarkah kau akan kembali ke Indonesia dan tak kembali ke Jepang setelah ini?" Tanya Kaito-san ketika kami berdua duduk di sekitaran taman kampus.
Aku bersandar di dadanya, dengan senyum getir aku mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Jepang sudah menjadi seperti negaraku sendiri. Di mana semua tempat terasa jadi sangat nyaman, pemerintahan yang tertata, penduduknya yang sangat sadar tentang pentingnya pendidikan, kesehatan, pengetahuan, dan kebersihan. Semuanya terasa sempurna di sini.
"Tapi kenapa, May?" Tanyanya lagi.
"Aku orang Indonesia, dan selamanya aku tetap orang Indonesia. Aku bisa ke sini juga karena beasiswa dari negaraku, dan aku akan pulang sesuai janjiku" ungkapku tegas.
Dulu, aku berharap untuk bisa kuliah dan tinggal di luar negeri, meninggalkan negara dengan keporakannya. Satu-satunya jalan adalah aku harus bisa berkuliah dan bekerja di luar negeri. Namun, semua harapan itu pupus dan berubah menjadi harapan baru ketika aku sampai di sini, Jepang.
"Aku tahu, itu negaramu. Tapi janji dan harapanmu untuk merubah negara yang sekarang sedang benar-benar terpuruk dan krisis dari berbagai aspek? Apa kau bisa melakukannya sendiri?"
Aku menggeleng.
"Di sini, aku mengambil pendidikan Bahasa Inggris, dan aku akan berjuang melalui jalurku. Kaito-san, tahukah kalau masih banyak anak Indonesia yang tidak sekolah karena biaya? Banyak anak yang tidak bisa membaca dan menulis, apalagi berbicara Bahasa Inggris yang notabene adalah bahasa internasional? Tahukah kau jika pendidikan di negara kami tidak sebaik dan sedisiplin di negara kalian?"
Kaito-san hanya terdiam
"Aku hanya ingin sedikit jadi penggerak, membuat sekolah gratis, mengajarkan ilmuku pada mereka. Aku sangat mencintai bahasa, anak-anak, dan olahraga catur. Aku ingin menyatukan semua itu. Aku senang meskipun tidak digaji. Aku senang meskipun akan banyak orang yang akan menggunjingku dan berkata aku sok. Aku senang jika aku melihat penerus bangsaku sukses. Mungkin bukan sekarang, aku yakin suatu saat Indonesia bisa menyusul kejayaan Jepang dan menjadi macan asia. Lagipula aku tidak hanya berjanji pada negaraku, tapi juga pada almarhum pelatihku yang sudah melakukan hal itu sebelum aku. Hanya saja beliau meninggal sebelum sekolah terbangun"
"Kau sangat mencintai itu, tapi aku yakin kau tidak akan bisa melakukannya sendiri" Kata Kaito-san yang tangannya masih memelukku, semakin erat.
"Memang, aku akan berusaha menarik pemerintah dan orang yang bermisi sama untuk membantuku"
"Aku akan ke Indonesia. Kita pulang bersama"
Kata-kata Kaito-san sontak mengejutkanku. Dengan mudah dia berkata untuk membantuku. Bukan, membantu usaha untuk negaraku, yang jelas-jelas tidak ada hubungan dengannya.
"Hah? Kenapa kau ingin ikut? Kau sudah nyaman di sini. Tak perlu kau bersusah-susah memperjuangkan tempat yang belum kau kenal betul" jelasku.
"Hey, kau lupa jika aku atlet catur di negara ini. Jika di Jepang sudah ada grandmaster Nakamura-san, maka di Indonesia nanti aka nada grandmaster Kaito-san yang akan menciptakan grandmaster - grandmaster lain di Indonesia. Lagipula apa kau tidak takut jika aku melakukan harakiri di sini jika aku jauh darimu, Mayank?"
Kaito-san mencium puncak kepalaku, lembut. Kami sudah berhubungan setelah kita sama-sama masuk di ekstrakurikuler catur di kampus. Sekarang kami sudah sama-sama sedang menyelesaikan tesis. Semuanya terasa lebih indah ketika aku bersamanya...
"Maaf, aku terlambat" Teriak Kaito-san dari kejauhan. Ia berlari kecil dengan kemeja putihnya yang sudah berantakan, jas almamater yang ia pegang di pundak, dan koper di tangan lainnya. Sakura yang berguguran terempas angin disekitarnya membuatnya terlihat jauh lebih indah.
"Terimakasih telah menciptakan sakura dan dia, Tuhan"

My Little ThingsWhere stories live. Discover now