Part I

3.2K 50 61
                                    

Angin pantai ketika senja terkadang mampu memberikan sensasi tersendiri bagi penikmatnya, angin yang mampu menyejukkan hati dan pikiran. Ditambah lagi dengan matahari yang tinggal setengah seakan-akan tenggelam di dalam laut. Membuat lukisan terindah di langit barat. Dulu Adelia sering menunggu hal seperti itu setiap sore, namun itu dulu. Semua itu menjadi berlalu cukup lama jika bersamanya.

Bertemu dengan Dendy adalah suatu anugrah terbesar −ketiga− yang pernah Adel dapatkan. Saat bersamanya penyakit Adel jarang kambuh, jikapun kambuh hanya beberapa hari saja tidak seperti sebelum-sebelumnya yang melebihi satu minggu bahkan satu bulan. Sebab itu waktu Adel masih duduk di bangku sekolah ia selalu ketinggalan pelajaran, jujur itu sangat tidak menyenangkan.

Ketika bersama Dendy ia merasa bahagia, ia merasa hidupnya kini telah lengkap. Dendy tidak pernah mengeluh tentang penyakit yang di derita oleh kekasihnya itu sebabnya Adel menerima cinta Dendy dulu. Namun kebahagian itu hanya sesaat. Ketika salah satu keinginannya terkabul, tiba-tiba salah satu harapannya hilang.

--

Sudah lama Dendy tidak pergi berduaan bersama Adel, beberapa bulan terakhir ini ia terlalu sibuk dengan ibunya di rumah. Kebetulan hari ini mereka berdua sama-sama sedang free, dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke pantai. Terakhir kali mereka pergi ke tempat ini yaitu tiga bulan yang lalu sebelum penyakit Adel kambuh.

Sesampainya di pantai, mereka langsung di sambut dengan bau yodium yang menusuk-nusuk indra pernafasan mereka berdua yang tengah asik duduk di pinggir pantai, suara gulungan ombak terkadang terdengar mendekat tapi setelah itu kembali menjauh, di tambah lagi dengan hembusan angin yang meraba manja tubuh. Membuat bulu kuduk berdiri.

Adel menatap sayu wajah Dendy. "Kamu sangat menikmati ya Den?"

Tanpa berniat menoleh Dendy hanya berkata. "Sudah lama kita tidak kesinikan? Dan lagi pula kapan lagi bisa merasakan sensasi seperti ini? Duduk di pinggir pantai bersama orang yang selalu memberiku semangat untuk hidup dan bangkit."

"Apa maksudmu?" tanya Adel lagi. Ia ingin memastikan apa yang ada dipikarannya itu benar.

Sesaat Dendy menarik nafasnya cukup panjang. Mengumpulkan segala emosinya untuk mengungkapkan segala hasrat yang telah tersimpan di lubuk hatinya paling dalam. "Jika aku boleh jujur. Sejak pertama kita bertemu empat bulan kemarin aku sangat menyukaimu," ujarnya tenang. "Kepribadianmu membuatku menjadi bahagia dan tenang Del."

Sontak pernyataan itu membuat Adel menahan nafasnya. Detak jantungnya berpacu dengan cepat, ia merasakan getaran-getaran yang sama seperti apa yang dirasakan Dendy belakangan waktu ini. Namun dilain sisi ia merasa takut mengecewakan Dendy jika sampai menyatakan hal yang sama itu, ia takut waktu kebersamaan mereka berkurang jika suatu saat penyakit yang di deritanya kambuh. Seharusnya Dendy tahu hal itu. "Tapikan..." belum selesai Adel berbicara jari telunjuk kanan Dendy menyentuh bibir manisnya. Membuat hatinya berhenti sesaat.

"Aku tidak masalah akan hal itu putri tidur!"

Kedua mata Adel membelak lebar mendapati Dendy yang menataapnya dengan senyuman tulus, seolah-olah dia menghiraukan penyakit yang di deritanya saat ini. Jujur dalam hatinya sangat senang ada laki-laki yang mau menerima segala kekurangannya, menjadi seorang penyandang Kleine-Levin memang tidak mudah. Waktu bersama keluarga dan orang-orang yang di sayang menjadi terkuras ketika penyakit itu kambuh.

"Jadi?" tanya Dendy memastikan.

Adel tersneyum manis kemudian ia menganggukan kepalanya. Ia tidak bisa membohongi hatinya yang benar-benar mencintai Dendy, pria yang selama ini selalu memberikan semangat dalam hidupnya untuk melawan penyakit yang di deritanya sejak kecil.

Terimakasih untuk SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang