Siang tidak terlalu panas, hiruk pikuk ibukota masih terlihat. Namun kebisingan tidak mengusik dua sejoli yang sejak tadi duduk di sebuah kafe saling berhadapan namun sibuk dengan diri sendiri.
Tak ada satupun dari mereka yang memulai untuk membuka percakapan, saling diam dengan pikiran masing-masing.
"Van," panggil si gadis pada pria di hadapannya, kekasihnya.
Sang pria menatap pada gadisnya dengan tatapan bertanya sembari menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya.
Gadis tersebut kembali diam sejenak seolah ada hal besar yang sangat sulit ia sampaikan.
"Ada apa Dis?" akhirnya si pria, yang tidak lain adalah Kevan, bertanya pada kekasihnya, Adis.
Adis nampak gelisah, diketuk-ketukan jari telunjuknya diatas meja kaca dihadapannya dengan irama tak beraturan. Kevan semakin gemas tak sabar menunggu lalu menghentikan ketukan telunjuk Adis.
"Kamu tahu kan segala hal yang dipaksakan itu tidak baik--" Adis menggantung ujung kalimatnya membuat Kevan semakin menatapnya bingung namun diangguki walau dengan ragu.
"Maaf Van aku ngga bisa--" Adis kembali menggantung kalimatnya, Kevan mengeratkan genggamannya di tangan Adis yang sejak tadi belum dilepasnya, Adis meneguk ludahnya susah payah sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya yang terputus, "Aku ngga bisa melanjutkan semua ini."
Kevan masih belum paham arah pembicaraan Adis, namun akhirnya Kevan mengerti saat Adis melepaskan tangannya dari genggaman Kevan lalu berdiri dari kursinya. Semua mata pengunjung kafe yang juga sedang berada disana menatap heran kedua pasangan ini, seolah sedang ada drama dadakan yang terjadi di hadapan mereka.
"Dis, kamu--" kini Kevan yang menggantung kalimatnya, ia masih belum percaya akan apa yang Adis lakukan.
"Maaf Van, aku ngga bisa lanjutkan ini, maksudku, hubungan kita" lanjut Adis memperjelas ucapannya,
"Tapi Dis, kita bahkan baru bertunangan, akan menikah, bagaimana mungkin--" Kevan berhenti sejenak, tertawa garing, "jangan bercanda Dis, ini ngga lucu, ini bahkan bukan tanggal 1 April, Dis..."
"Apa wajahku terlihat seperti bercanda?" tanya Adis menahan sesak, Kevan menatap mata Adis, mata gadis yang menjadi kekasihnya selama 6 tahun terakhir ini, Kevan akui Adis sedang dalam mode serius saat ini walau sebenarnya Kevan ingin sesaat kemudian Adis tertawa terbahak-bahak dan mengatakan ini hanya kelakarnya, namun sepertinya itu takkan pernah terjadi.
Mata Adis memanas, dengan menahan air mata, dirinya melangkah keluar kafe. Kevan segera berdiri dan mengejar Adis yang sudah berada di luar.
"Berikan aku alasan Dis!" seru Kevan menghentikan langkah Adis.
Adis berdiri membelakangi Kevan, "kamu akan tahu nanti Van," jawabnya dengan nada terisak tanpa mau menoleh ataupun menatap sejenak pria yang sampai semenit lalu berstatus tunangannya.
Adis lalu berlari meninggalkan Kevan, ingin rasanya Kevan mengejar namun kakinya terlalu berat untuk digerakan, entah mengapa.
"ADIIIIISSSSS!" seru Kevan, namun yang dipanggil terus berlari menjauh tak menghiraukan teriakan Kevan.
"DIIIIIISSSSS!! ADIIIIISSSS!!!" Kevan terus berteriak hingga suaranya serak, namun Adis telah menghilang dari pandangannya.
"ADIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIISSSSSS!!"
"Kakak?!!"
"Hah?!!"
Hening sejenak, Kevan berusaha mengatur nafasnya, tubuhnya basah oleh keringat, namun Kevan bersyukur bahwa ternyata tadi adalah mimpi, mimpi terburuk baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bandit Crew 2
Romance[Season 2 Bandit Crew] Inilah halaman baru dari kelima anak manusia yang menyebut diri mereka "Bandit Crew" 6 tahun berlalu, Radistya, Raditya, Kevan, Alfredo dan Aldric sudah semakin dewasa dan menjalani kehidupan baru mereka.