Setelah naik beribu angkot untuk menuju SMA Nusa Bangsa (sebenarnya cuman dua angkot, tapi, yasudahlah) akhirnya aku sampai juga di gedung gedongan ini. Kalau dibandingkan dengan rumah 'mungil'-ku, ini 1000 kali lebih besar dan luas.
Aku celingak-celinguk, hanya aku siswi yang berjalan kaki. Semua orang yang bajunya seragam denganku pasti naik mobil atau motor ninja yang gede-gede itu.
Motor ninja, hm ... cowoknya modus tuh biar dipeluk dari belakang. Ecieee.
Duh, gue berasa jomblo banget.
"Hallo!"
Seseorang menepuk bahuku pelan, tapi karena itu aku tersungkur ke depan. Hampir jatuh, kalau saja tidak ada yang menahan pinggangku.
"Kurt, duh. Kamu modus banget," gerutu seseorang.
Dengan cepat aku melepaskan pelukan di pinggangku. Seenaknya aja meluk-meluk. Emangnya aku bantal? Ish.
Aku berbalik untuk melihat siapa orang yang.berani-beraninya memelukku. Saat itu juga, rahangku langsung jatuh ke bawah.
Ya Tuhan, tak pernah terpikirkan di benakku akan menemukan titisan dewa di sini.
"Lo gak apa-apa?" tanya cowok itu, melambaikan tangannya di hadapan wajahku.
Aku mengerjap. Sial, jangan bilang aku melamun lagi. Di hari pertama sekolah saja udah bengong liat cogan, apa lagi nanti!
"Gak—a—p—a—a—p—p—a," jawabku susah payah.
Dipandangin oleh mata hazel seperti itu ... AAAA. Kayak ketemu Harry Styles aja nih. Aku perlu tiga jantung cadangan kalau dipeluk lagi kayak tadi.
Ngarep banget sih lo, Tibby-Tibby.
“Kenalin, nama gue Kurt. Lo?” cogan tadi mengulurkan tangannya padaku.
Spontan aku menceplos, “apa? Curut?”
Si Curut (ehm, Kurt maksudnya), langsung berpandangan dengan cewek di sebelahnya. Er, aku baru sadar ada orang selain kami berdua. Apa jangan-jangan dia setan, ya? ‘Kan katanya, kalo berdua-duaan yang ketiganya setan.
Patut diwaspadai ...
“Errr, nama gue Kurt. Bukan Curut,” kata Si Curut, (Kurt maksudnya, Ya Tuhan. Kapan aku tidak mempermalukan diri sendiri seperti ini?)
“Eh? Oh? Gitu? Ma—maaf. Gue kira Cu—rut,” kataku gagu.
Si Kurt-Kurt tadi langsung melihatku aneh. Seolah aku berasal dari luar planet bumi (ini artinya gak bagus, gak kayak lagu Michael Buble yang Everything itu, lho). Lagi-lagi dia bertatapan dengan cewek di sebelahnya. Seperti tersadarkan, si cewek langsung angkat bicara.
“Ehm, halo. Aku Taylor, kamu anak baru yang dari jalur PS itu, ya?” tanyanya sambil tersenyum anggun (gak kayak senyum ala sales kosmetik pastinya).
“Saya anak ibu bapak saya, eh, bu—bukan! Maksud gue, i—iya. Gue anak baru dari jalur PlayStasion, e—enggak! Maksudnya Personal Student,” jawabku kikuk.
Taylor tersenyum maklum. Sementara si Kurt tadi langsung mundur teratur. Pasti cogan tadi takut sama keolengan otakku. Aduh, jadi malu. Dengan tangan yang putih bersih dan mulus itu, Taylor menggandengku.
“Yuk, kita ke ruang kepala sekolah aja. Kebetulan aku yang mengatur jalur ini, PS yang lain sudah ada di sana,” kata Taylor sambil nyengir.
Tunggu.
Jadi, bukan hanya aku orang beruntung yang mendapat gelar itu?
Semoga ... ada COGAN.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [4] - Tibby's Journal
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [4] : Tiberon Lizzi Feronica Tibby harus bekerja di mansion besar dengan empat cowok satu cewek di dalamnya dan menjadi kok...