bab 1

167 2 0
                                    

Pov author

"Cukup abah saja, jangan paman. Panggil saja abah"

Lelaki 55 tahunan ini kekeh dirinya ingin dipanggil abah, walaupun laila masih saja memangginya dengan kata paman.

"Calon anak abah, jangan malu-malu, biasakan dari sekarang" masih dengan bicaranya, paman Sadi mulai berguyon seperti biasa.

Laila hanya melempar senyumnya pada paman sadi yang berjualan tepat disamping toko manisan nenek laila.
Paman sadi memang terlalu sering mengatakan bahwa laila adalah menantunya, walaupun laila hanya bisa diam saat paman Sadi bercerita pada pembeli yang duduk dikedai kopinya. Paman Sadi memiliki anak lelaki,dan anak satu-satunya.

Dikampung, anak paman Sadi sudah jadi idaman para orang tua karena tampan, pandai bergaul, dan sudah Pegawai negri sipil dari bulan lalu. Banyak ibu-ibu yang ingin menjadikannya menantu, termasuk ibu yang masih memiliki anak perempuan yang masih kecil.

"Kalau anak saya sudah besar sedikit lagi, zaki bakal ibuk jadikan menantu. Sabaran sedikit, tunggu anak saya saja" semakin antusiasnya orang tua dikampung ini ingin menjadikannya menantu.

Tapi Laila hanya melempar senyum setiap paman Sadi memberikan lampu hijau untuknya, ia hanya menganggap apa yang paman sadi katakan adalah sekedar ketidak seriusan atau hanya candaan.
Laila kini sibuk dengan ponselnya yang sedari tadi sudah berdering pertanda seseorang menghubunginya. Saat setelah menangangkat telpon, tiba tiba saja seseorang mengagetkannya.

"Assalamu'alaikum pengantin wanita, kemana aja... sudah 3 minggu tidak kesini. Terlalu sibuk kuliahkah? Terlalu sibuk sama seseorang yg barusan?" Pertanyaan Zaki membuat Laila bingung dan kini Laila memasang senyum kecil diwajahnya.

"Wa'alaikumsalam, eh abang. Dikampus memang lagi banyak acara, jadi baru sempat pulang kampung sekarang." Jawab laila dari beberapa pertanyaan Zaki. Zaki lebih tua dari laila 3 tahun. Laila memang minimal sekali 2 minggu berkunjung kerumah neneknya, tapi akhir-akhir ini organisasi kampus membuatnya tidak dapat rutin berkunjung, hanya kapan sempat saja.

"Jangan ganggu Laila ki. Nanti ibu-ibu kampung pada kecewa sama kamu." Seorang wanita paruh baya ikut dalam obrolan Zaki dan Laila. Ia adalah tantenya laila yang membantu nenek Laila berjualan.

"Tidak apa, asalkan jangan keponakan tante saja yang kecewa"

"Bicaramu bisa saja ki.sudahlah, pergilah dari sini. Laila bakal jarang pulang jika kamu begini terus" ujar tantenya laila sambari memukul kepala Zaki.

"Aduh, jangan pukul kepala tan,,, ntar laila marah calonnya dipukul" kata Zaki sambil berlari menjauh dari tante dan keponakannya itu dan kembali ke tempat ayahnya.

Laila seperti biasa, hanya tersenyum melihat kekonyolan tantenya dengan Zaki yang selalu dilihatnya setiap pulang kampung.

"Jangan didengarkan la. Mereka hanya bercanda"

"Iya tan, aku juga tau soal itu. Aman, perasaanku terkendali kok" bela laila kepada tantenya yang khawatir pada prasaannya.

Zaki sama dengan ayahnya, selalu bisa membuat laila terhibur walaupun dengan candaan seperti itu. Bahkan kadang mereka bekerja sama mengganggu Laila. Pernah suatu saat ketika Laila termenung duduk didepan toko nenek.

"Laila, coba lihat kesini" sontak Laila melihat kearah sumber suara.

Tiba-tiba saja zaki sudah duduk disampingnya tapi masih berjarak sekitar 50 cm dan dia tersenyum seolah-olah sesuatu terjadi.

" pas , pengantin pria dan wanitanya sudah cocok. Tunggu saja zaki 2 tahun lagi laila, tepat saat kamu sudah tamat dari kuliah." Teriak paman Sadi dari tokonya yang terlihat sangat bersemangat.

Ketika Saat Itu HadirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang