Bab 5

45 2 0
                                    

Memasuki semester 7...
Masih dengan segudang carut barut perkuliahaan yang kini memasuki masa proposal dan pengikutnya.
2 semester terakhir ini mungkin sangat sibuk nantinya. Laila tetap saja masih bergulat dengan lembaran slide untuk mendatang, lembaran hvs yang tak ada habisnya.

Laki-laki itu melihatnya dari kejauhan, bukan wajahnya tapi punggung laila saja sudah cukup membuat mataku tak berkedip dari tadi. Laila sungguh tak menyadari bahwa teman sejurusannya ini menyimpan rasa untuknya.

Pandangan lelaki itu pun kini hilang saat ketika genta menyuruhnya beristighfar.

"Hid, istighfar. Halalkan saja jika memang sudah mampu. Aku yakin Laila tidak menolakmu. Perempuan mana yang tidak mau dengan sahabat sholeku ini, pintar, bahkan sudah berapa perempuan yang ingin menajdi khadijah untukmu. Tapi kau malah menyimpan rasa untuk seseorang yang belum pasti. Kuharap saja kau Ali Hid. Yang menyimpan rasa dalam diam, dan bertemu dalam ikrar suci. Apa salahnya menikah dimasa kuliah, banyak kok yang melakukannya. Kau tahu bang pandu kan, bang rifki dan lainnya, bahkan mereka sangat bahagia sekarang. Allah pasti membantu niat baikmu" panjang lebar genta menasehati Syahid. Bahkan dia tak mengijinkan Syahid menjawabnya sebelum wajahnya tersenyum.

"Baiklah, aku tak bisa menjawabmu kali ini. Yang kamu katakan benar gen. Tak ada yang salah. Tapi aku pernah mendengar cerita ini dari sepupuku nabila. Laila punya banyak mimpi, bahkan orangtuanya punya lebih banyak harapan darinya. Bahkan dia pun ragu jika orangtuanya mengijinkannya menikah diusia muda saat ini. Apa yang bisa aku janjikan dengan statusku sebagai mahasiswa tingkat akhir. Jika dia jodohku, insyaallah Allah yang menjaganya sampai waktunya." jawabnya meyakinkan genta bahkan dirinya sendiri belum yakin dengan keputusannya.

Sekali lagi, dilihatnya Laila disudut ruangan tadi, ternyata Laila sudah pergi tanpa sepengetahuannya. Dan dia mulai beranjak ke mesjid kampus.

*****

"Bagaimana bang, koas dan usahanya lancar?" tanya Syahid kepada mahasiswa tingkat akhir juga yang lebih tua darinya dan berbeda jurusan juga. Ya, fakhri abangnya dina. Mereka cukup akrab karena sering bertemu dimesjid kampus ditambah lagi sama-sama satu forum ikhwan di universitas.

"Alhamdulillah Hid. Insyaallah sama denganmu. Saat kamu wisuda,aku pun akan mendapatkan gelar dr ku." jawab fakhri sambil menepuk punggungnya Syahid. Mereka cukup terlihat akrab. Dengan adanya canda dan tawa layaknya kakak beradik yang sudah lama tak bersua.

"Kapan menyusul bang fikri bang?" sontak membuat fakhri mengalihkan pandangannya ke Syahid.

"Menikah? Doakan saja. Abang sedang berusaha untuk itu. Setidaknya usaha kecik-kecilan abang dapat menjadi modal untuk itu Hid. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga minta doa abang, jika sudah bisa berpenghasilan sendiri, insyaallah. Aku siap menyusul abang nantinya" jawab Syahid yang sedikit tertawa.

"Aku harap aku layak untuk perempuan itu Hid" fakhri memandang kosong memikirkan permpuan yang diidamkannya itu.

"Aku rasa abang sudah punya calon"

"Ah, aku tidak tahu. Tapi aku jatuh hati padanya. Dia pandai memasak, sederhana, memandangku saja sekedar lalu saja itu pun tanpa disengaja, bicara padaku seadanya, dari cerita mereka dia baik,sholeh apalagi semenjak masa hijrahnya. Aku harap dia jodohku Hid. Aku bahkan juga menjaga diriku agar pantas untuknya." fakhri pun menderkripsika perempuan yang mengait hatinya.

"Bahkan disepertiga malammu bang'?" tanya syahid penasaran.

Cukup dengan anggukan Fakhri Syahid paham bahwa Fakhri memang benar-benar jatuh hati.

"Ah, kamu Hid. Bisa saja memancingku. Lama sudah tidak bercerita lama begini, aku terlalu sibuk di RS. Maaf, aku bahkan akan malu bertemu denganmu nantinya setelah cerita hari ini." fakhri memang terlihat salah tingkah karena tanpa dia sadari ceritanya mengalir begitu saja.

"Tidak, aku yakin perempuan beruntung itu pasti juga menyimpan prasaan yang sama denganmu bang. Aku bahkan terlalu malu mengakui prasaanku. Aku harap tahun depan aku menerima undangan kalian"

"Aamiin. Aku harap kau juga." salaman pun mengakhiri sesi curhatan mereka di mesjid kampus kali ini.

"Dia lelaki yang jadi perbincangan do banyak kalangan perempuan, bail yg Sudan hijrah apalagi yang belum. Siapa yang tidak ingin menikahi lelaki sempurna seperti Dia." Gumam Syahid melihat fakhri melangkah keluar.

****
"Laila, aku sering melihat Syahid melirikmu, tapi saat kau memunggunginya saja. " suci

"Ah,kebetulan saja mungkin ci. Syahid yang cool itu mana mau melirikku, bahkan ejekan saja yang selalu hadir saat kami bersua"

"Mungkin saja itu cara dia menyukaimu" bela Suci

"Sudahlah, tidak baik menerka-nerka begitu saja. Jika suka kenapa tidak temui saja umi abiku" Laila menjawab dengan candaan yang mengundang Suci menggeliat geli.

"Ais, nyesal aku bilang La. Kamunya baper"

"Perempuan, prasaannya sensitif sama lelaki. Apalagi yang tampan dan pintar. Bisa besar kepala aku Ci"

"Hahahaha, sudahlah. Aku tak ingin meladenimu lagi" suci pun pergi melangkah menjahui Laila.

"Aku beli minum dulu" teriak suci yang mulai menghilang dari pandangan Laila.

******
Dear sang pencipta sang pemilik Rasa

Jika cintaku berlabuh padanya, mudahkanlah jalan kami.
Aku tak berani melirik apalagi memandangnya.
Cukup cerita dari teman-temanku saja aku sudah senang mendengar.

Wahai sang penciptaku,
Aku tidaklah meminta lelaki sempurna, yang kupinta lelaki yang apabil aku bersamanya maka semakin dekat aku padamu, semakin kuatku bertahan dijalan dakwahmu.

Ya Allah...
Jantungku berdetak lebih cepat setiap mendengar namanya.
Bolehkah kupinta dia saja jika diijinkan. (Bibir laila tersenyum malu). Pantaskanlah aku menjadi istri soleha kelak diwaktunya tiba.

Wahai yang maha pemaaf.
Pikiranku masih saja terpikir lelaki paruh baya dikampungku utu, walaupun seudah sebulan kejadian itu berlalu.. Berikan Dia menantu terbaik yang dapat mengembalikan keceriaannya. Biarkan bang Zaki mendapatkan perempuan soleha yang pantas untuknya.

Ya Allah...
Mudahkan segala urusanku, urusan kedua cintaku disberang kota sana, adikku, sahabatku, Dan Dia...
Aamiin...

Oh,tunggu... Ada satu curhatan lagi. Mudahkanlah perkuliahaanku ditahun akhir ini. Lumayan menantang ternyata.

Aamiin...

Sepertiga malamnya hening membisu...
Laila...
Perempuan yang masih saja galau dengan pamannya dikampung sana...yang masih galau dengan tahun akhirnya Dan prasaan yang selalu dijaganya dalam heningnya malam.

Ketika Saat Itu HadirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang