Part I

42 1 0
                                    

Hujan turun di Seoul.
"Daehyun-ssi~ kau sudah datang?"
"Tak usah memakai honorific. Kita kan teman. Luna-ya."
"Tapi kita sudah tak berkomunikasi lagi layaknya orang asing. Maka aku harus berbicara dengan honorific."
"Baiklah. Kukira sepertinya kita harus memulai semuanya dari awal."

***

Matahari akhirnya terbit di kota Seoul. Bulan Januari yang terasa masih dingin memasuki semua tubuh yang sedang terbaring di kasur. Kecuali Daehyun. Ia sudah berlari sepanjang 3km dan keringat bercucuran di kening dan bawah dagunya. Ia mengambil sebotol air mineral dari dalam tas dan meneguk semua isinya sekaligus.

"Hei, kau kok bisa lari dengan begitu cepat?" teriak pria yang berlari mendekat. Aula besar yang sering dipakai uuntuk berolah raga saat sedang musim dingin kini terasa hangat karena orang-orang di dalamnya sudah merasa panas dengan aktivitas olah raga masing-masing.

Daehyun mengangkat bahunya, "Tak tahu. Aku hanya ingin cepat selesai berlari." ujarnya sembari memasukan kembali botol minum ke dalam tasnya.

"Kau aneh, Daehyun. Kau dan teori pelangi mu itu."

***

Matahari akhirnya terbit di kota Seoul. Bulan Januari yang terasa masih dingin memasuki semua tubuh yang sedang terbaring di kasur. Kecuali Luna. Ia berdiri di depan kompor dan melihat apakah sup kimchi yang ia garap sudah masak atau belum. Dilihatnya jam tangan kecil berwarna merah yang melingkar di tangannya. Sudah pukul 7 pagi.

"Noona~ sup kimchi nya sudah jadi belum? aku lapar." sungut remaja berumur 16 tahun yang duduk manis. Rambut pirangnya ia kuncir ke belakang.

Luna melongok isi panci, "5 menit lagi Ren."
Ren menghela napas dan mengelus-elus perutnya, "Sabar ya, perut. Noona ku masaknya lama sekali."

"Tak ada kabar dari dia, noona?" tanya Ren setelah selesai menenggak habis kuah sup kimchi nya.

Luna mengunyah nasi pelan-pelan, menggeleng, dan memasukkan potongan kimchi ke dalam mulutnya. "Tak ada."

Ren terdiam sejenak. Kemudian ia berbicara lagi, "Kau yakin ia masih hidup, noona?"

"Tentu saja~" seloroh Luna tanpa menatap Ren. Ia serius memakan sarapannya. Hari ini pun harus semangat untuk membuat bekal untuk dirinya dan Ren, pergi kuliah, dan kerja paruh waktu. "Kau pikir dia sudah mati, apa?"

"Habisnya tak ada kabar sama sekali. Kalian berdua kan teman dari SMP bahkan satu SMA juga, tapi tak pernah berkomunikasi. Hidup di satu daerah tapi tak pernah bertemu. Memiliki cyworld tapi tak pernah di perbaharui. Bukankah itu artinya-" saat Luna sudah menatap Ren dengan tatapan kau-bisa-kulempar-dengan-sendok-pisau-kalau-kau-lanjutkan-lagi-kalimatmu, Ren tak melanjutkan kalimat yang tadinya akan dia ucapkan, "Diaaa...um... sedang keluar kota mungkin."

Luna menaruh mangkuk nasinya yang sudah kosong ke meja makan, membereskan pula mangkuk bekas Ren, dan membawanya ke tempat cuci piring, ia berbicara sambil memasang celemek, "Tak mungkin sedang keluar kota. Kampusnya kan dekat sini."

Saat Luna mulai mencuci piring, Ren mengucapkan sesuatu yang mengejutkan hati Luna, "Tapi kalau muncul pelangi, kalian akan bertemu kan?"

Perkataan Ren membawa kenangan Luna jauh ke 2 tahun sebelumnya.

(bersambung)

The White BunnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang