Rose menatap lelaki yang menyebut dirinya pangeran elf itu dengan dahi mengernyit. Keenan, itu nama yang Rose dengar disebut oleh lelaki itu. Meski wajahnya sangat tampan, dengan tubuh nyaris sempurna, akan tetapi apa-apaan panggilan 'cinta' itu?! Rose mendelik ke arah Keenan, selain karena telah membuat sekujur tubuhnya sakit, lelaki itu juga bersikap kurang ajar.
“Bagaimana kau bisa masuk ke sini?!” tuntut Rose.
“Portal,” sahut Keenan santai.
“Portal?” Rose membeo.
“Kami para Elf memiliki kemampuan sihir yang membuat kami bisa membelokkan dimensi dan menciptakan semacam pintu antar dimensi yang dapat membawa kami ke mana pun yang kami hendaki. Semakin tua usia kami, maka kekuatan kami akan semakin besar. Tapi hanya keluarga kerajaan yang memiliki kemampuan sihir tingkat tinggi seperti itu,” kata Keenan.
Bukannya mengerti, Rose malah semakin bingung. Terlebih lagi lelaki ini telah membuat kedua penjaganya yang memiliki tubuh super besar tertidur hanya dengan mantra.
“Lalu apa hubungannya denganku?! Kau membunuh penjagaku!!” hardik Rose.
“Mereka hanya tidur,” sahut Keenan santai. Wajahnya sedikit mengernyit jijik. “Para vampir memang lemah jika ada matahari! Maklhuk rendahan!”
Perhatian Keenan kembali teralihkan kepada Rose. Senyum memikat kembali ke bibirnya saat ia melangkah mendekati Rose. Dan seketika saja Rose merangkak mundur hingga punggungnya menempel di dinding gazebo yang rendah.
“Mau apa kau?!”
Keenan berhenti di hadapan Rose, ia berlutut di atas satu lututnya hingga wajahnya sejajar dengan wajah Rose. Ia menjulurkan tangannya dan meraih sejumput rambut Rose, mengangkatnya ke bibirnya tanpa mengalihkan tatapannya dari mata Rose.
“Hari ini aku datang untuk memperkenalkan diri saja. Walau sejujurnya aku sangat ingin membawamu ke kerajaanku,” kata Keenan.
“Memangnya siapa yang mau?!” sergah Rose seraya menyentakkan kepalanya, dan rambutnya terlepas dari tangan Keenan.
Keenan tertawa pelan. “Cepat atau lambat kau akan datang ke istanaku. Istana kita. Bagaimana pun kau dan aku ditakdirkan untuk bersama,” kata Keenan dan suaranya berubah rendah.
Rose bergidik. “Jangan menghayal! Memangnya siapa yang mau denganmu?!” bentak Rose. Ia menjulurkan kakinya untuk menendang Keenan.
Keenan mengelak dengan tangkas. Ia melompat ke belakang dan menjauhi jarak serang kaki Rose. Lelaki itu menatap Rose dengan pandangan menilai. Lalu senyum penuh penghargaan perlahan terkuak di wajahnya yang setampan Adonis itu. Keenan mengamati Rose yang berusaha berdiri.