Jam di atas perapian berdetak 12 kali, menandakan waktu tengah malam. Suasana di kastil itu sunyi, akan tetapi gadis itu tau kalau banyak aktivitas yang terjadi di luar sana. Ia berbaring menatap langit-langit kamarnya yang tinggi, mencoba menghitung berapa banyak gambar sulur mawar yang memberlit di langit-langit. Akan tetapi ia langsung merasa bosan. Ia pun menyingkapkan selimutnya dan melompat turun dari tempat tidur, menepiskan rambut yang menghalangi matanya. Dengan kaki telanjang, ia berjalan menuju kursi di dekat perapian yang hampir padam dan meraih jubah tidurnya untuk menutupi gaun tidur putihnya. Dihampirinya pintu. Dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara, ia pun membuka pintu kamarnya yang besar. Ia melongok keluar kamar, mencari-cari keberadaan penjaga. Setelah dirasanya aman, ia pun menyelinap keluar.
Rosemarie Anna L'Archen, melangkah tanpa bersuara di sepanjang lorong kamarnya. Sudah menjadi kebiasaannya untuk berjalan-jalan di malam hari baginya. Dia terbiasa tidur menjelang fajar, kebiasaan yang diwarisinya dari ayahnya yang seorang vampir murni. Dan kalau ia mau ia bisa mengikuti jam tidur ibunya. Tapi pada kenyataannya, waktu tidur di kastil itu tak tetap. Kakak kembarnya, Cloud Mikhail L'Archen, bahkan bisa tidur sepanjang siang, atau sepanjang malam, tergantung suasana hatinya. Rose sering bertanya-tanya apa kegiatan kakaknya itu di malam hari kalau ia menghilang bersama seringaiannya yang mencurigakan. Mendekati usia dewasa mereka, Rose sering kali memandangi Cloud untuk mencari perubahan dalam diri saudaranya itu. Dan yang paling mencolok adalah sikap otoriternya! Cloud selalu mencoba mengatur segalanya bagi Rose, persis seperti ayahnya. Tapi Rose menyayangi mereka berdua.
Rose sampai di puncak anak tangga melingkar, ia melongok ke bawah dan menemukan empat penjaga di empat penjuru ruangan, menjaga tiap pintu masuk di aula itu. Huh, terpaksa Rose keluar dengan terang-terangan. Dengan dagu terangkat tinggi, salah satu kebiasaan ibunya yang ia sukai, Rose menuruni tangga. Ia melambai singkat saat para penjaga bergerak dari pos mereka untuk menghentikannya.
“Tidak perlu, aku hanya akan berjalan-jalan di sekitar taman,” kata Rose riang. Ia pun melangkah keluar dari pintu samping yang dibukakan penjaga untuknya.
Sambil merapatkan jubah tidurnya, ia melangkah ke atas rumput yang basah oleh embun. Kakinya yang telanjang tergelitik oleh rerumputan dan kerikil, dan ia berusaha agar tidak cekikikan. Sambil berdendang dalam hati, ia menyusuri setapak kecil menuju taman mawar ibunya. Rose memetik sekuntum bunga peoni dan menghirup wanginya. Senyuman tersungging di bibir Rose dan ia melanjutkan langkahnya.
Ketika ia mendekati taman mawar, ia melihat sekelebat gerakan di ujung pagar tanaman. Dengan hati-hati ia melangkah menuju labirin yang terbuat dari tanaman. Ia yakin ia melihat sesuatu, dan rasa penasaran menggelitik hatinya. Tanpa kenal takut, Rose pun masuk ke dalam labirin. Labirin ini sudah seperti mainan baginya, karena ia sering bermain petak umpet bersama Cloud di sana. Dan seingat Rose, di pusat labirin terdapat sebuah area terbuka dengan patung air mancur berdiri tegak di tengahnya.
Mendekati pusat labirin, langkah Rose menjadi pelan. Ia mengingat pelajaran yang diberikan kakeknya tentang menyamarkan aura keberadaan. Ia tidak mau kan siapapun itu menyadari keberadaannya di saat ia tengah menyelinap keluar kamar? Rose berdiri di balik tanaman selama beberapa saat dan mendengarkan. Selain suara air memercik, samar-samar Rose mendengar suara lainnya. Suara tebasan, tebak Rose. Keningnya berkerut dan ia beringsut mendekat ke pinggir pagar tanaman untuk melihat dari mana asal suara itu.