Truth (End)

10.3K 212 12
                                    

28 januari 2015, pukul 15 : 12

Langit begitu pucat seolah merasakan kesedihan yang Jessica rasakan, kumpulan awan saling menyatu membentuk gumpalan besar berwarna hitam menyelimuti bumi. Wajah Jessica sayu, lingkaran hitam disekitar matanya menunjukan betapa wanita itu terlalu lelah, semalam tak dapat tidur nyenyak. Di depannnya Doni mengusap kepalanya dengan kasar. Raut wajahnya kusut, seakan frustasi dengan keadaannya sendiri.

"Lo gila!" sahutnya, "Lo bener-bener ga mikir akibatnya apa sama Alvin?" lanjut dia.

"Gue udah mikirin ini lama. Dan ini satu satunya cara yang tepat buat nyelesein hubungan gue sama Alvin." Jessica menjawabnya dengan tenang. Tak sedikitpun kecemasan terpancar di wajahnya.

"Jess. Lo jangan bikin gue bingung kayak gini. Ini... gak bener... ini...." Ucapannya terputus. Dia sudah tak punya kata-kata lagi untuk mengungkapkan kecemasannya. Dia menghela nafasnya, berusaha mengendalikan emosinya yang ingin membuatnya berteriak dan menghentikan segala kelakuan gila Jessica. Wanita yang dia cintai. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari Jessica.Kemudian menatap wanita itu dengan pandangan penuh sayang.

Dia tak pernah menyangka wanita yang dulu dia relakan kepada sahabatnya bisa berakhir seperti ini. Padahal dulu dia amat yakin kalau wanita itu akan berakhir bahagia bersama Alvin, merajut kasih hingga senja menjemput. Dia meremas jemari Jessica, seolah menyalurkan sebuah kekuatan dan perlindungan kepada tangan mungil itu, ingin menyampaikan kalau dia tidak sendiri. Ada dirinya yang akan selalu melindungi wanita itu.

"Lo yakin dengan keputusan ini?" ucap Doni, menanyakan kembali hal itu untuk ke sekian kalinya. Sungguh dia tidak rela kalau Alvin menderita sendirian. Tapi dia juga tak dapat menghakimi Jessica karena keputusannya. Dia tahu, kalau Jess sama menderitanya dengan Alvin. Begitupun Doni yang hanya bisa bersikap menuruti hatinya.
Menanggapi pertanyaan Doni, Jessica mengangguk, "Alvin akan lebih menderita lagi jika dia tahu yang sebenarnya."

"Tapi.." Doni berusaha kembali meyakinkan Jessica, namun belum sempat dia mengutarakannya, Jessica menutup mulut Doni dengan telunjuknya.

"Cukup Don. Biarlah gue yang nanggung ini semua. Setidaknya dengan membenci gue, Alvin akan lebih cepat buat bangkit, daripada ketika dia cinta sama gue dan gue tiba-tiba pergi darinya dengan keadaan gue yang menyedihkan ini. Lo juga bisa perbaikin hubungan lo dengan Alvin kalo gue udah pergi. Dia itu pemaaf, gue yakin dia akan segera maafin lo setelahnya. Gue kenal banget sama dia.

Doni menghela nafas menghadapi Jessica yang terlalu keras kepala, mungkin dia salah, tapi setidaknya dia ingin menemani Jessica sampai akhir. Hanya ini yang bisa dia lakukan. Karena bagaimanapun, dia adalah orang yang dulu mencintai Jessica, bahkan lebih dulu sebelum Jessica mengenal Alvin. "Oke, gue ngerti. Gue akan coba."

Jessica tersenyum, "Makasih Don. Gue sayang elo."

Doni bersyukur sekali. Sudah lama dia tak pernah mendengar kata itu dari mulut Jessica. "Gue juga sayang elo." Jawabnya.

"Nanti kalo gue mati, elo harus hadir ya di pemakaman gue."

"Heh. Jangan ngomong sembarangan! Umur orang siapa yang tahu sik? Bisa aja kan umur lo masih panjang." satu jitakan mendarat di kepala Jessica, membuat wanita itu mengaduh.

"Haha. Iya bisa aja sih, kalau ada keajaiban. Tapi dokter dah vonis gue, hidup gue tinggal enam bulan lagi, kalaupun vonisnya meleset, paling meleset dikit. Jarang banget kan keajaiban itu muncul. Itu bonus Tuhan aja, tapi denger vonis kayak gitu, semua juga tahu kali gue gakan bertahan lebih lama. Kondisi gue aja udah kayak gini. Kurus kering. Lemes."

"Iya tapi.."

"Sssst. Udah. Kita lihat aja entar. Yang penting rencana lo sama gue pacaran bohongan, itu kudu jalan. Ngerti?"

Doni menghela nafas lagi. Dia tak bisa menolak permintaan Jessica.

"Boleh gue peluk elo?" kata Doni, sungguh, dia menyayangi wanita ini. Sampai saat ini pun wanita ini tetap berarti untuknya. Hingga pelukan itu terlepas dengan cepat menyisakan rasa penasaran akan siapa yang berani mengganggu momen indah Doni dengan Jessica.

"Bangsat!" telinga Doni berdenging. Matanya mencoba menatap wajah lelaki yang meneriakan umpatan itu. Doni tersenyum. Mungkin sandiwaranya sudah harus dimulai. Lebih cepat dari yang direncanakan.

"Alvin hentikan!" teriak Jessica yang kaget dengan kemunculan kekasihnya tanpa ia perkirakan.

"Jangan sakiti Doni! Aku yang salah Vin, pukul saja aku!" Jessica berusaha melerai mereka dengan teriakannya, namun Doni hanya tersenyum, dan menggelengkan kepalanya pada Jessica tanpa Alvin sadari. Jessica bergetar.

Maafin aku Alvin. Ucap Jess dalam hati.

Semuanya terjadi begitu saja. Jessica yang belum siap dengan semuanya hanya bisa berteriak. Tak sanggup dia menyaksikan pria yang dicintainya memukul sahabatnya sendiri.

~End~

Thx, ini cerita tahun lalu, sempat di post di tempat lain, moga suka yaa
Hehe

Vote & comment ditunggu selalu :)

truthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang