Bab 9

9.3K 470 9
                                    

Other Pov'

Herry melonggarkan dasi yang dia gunakan, dia tampak lelah dan butuh istirahat, ketika dia ingin menuju kamarnya, dia melihat pemandangan yang tidak begitu langka yang terkadang membuat dia geli tapi hangat di dalam perasaanya.

Dia melirik orang-orang yang tak lain adalah keluarganya, mata mereka terfokus menonton drama harian yang sering di bicarakan adik perempuannya di meja makan.

Herry mengingat kebisingan yang dulu sering dia hindari dan sekarang sangat dia nantikan di meja makan atau di ruang keluarga ditempat keluarganya berkumpul, seperti saat ini mereka sekarang pun ikut menyaksikan drama yang di hebohkan adik perempuan nya yang ternyata, setelah mereka ikut menonton ternyata drama itu memang menarik minat dan rasa penasaran dan mereka pun tidak sadar jika sekarang dia sudah berdiri di belakang sofa tempat adik perempuan nya bagai ikan mati terkapar di pangkuan ibu dan kakinya menyiksa saudara nya Kenan.

"Aku benci pemeran utama itu, dia terlihat bodoh sekali, Kenapa dia tidak tahu kalau pelakor itu teman baiknya?!"

"Karakternya sudah di tulis seperti itu, dia hanya memerankan" Jawab Ibu dengan sabar.

"Tapi dia terlalu bodoh !" Katanya lagi.

"Bisakah kamu diam dan menonton saja" Kata Kenan dengan nada kesal, Herry melihat Cika yang menggerakan kakinya dengan kesal menginjak paha Kenan, Herry tahu jika kekuatan adiknya tidak sungguh-sungguh.

*Awww* "Kau menyakitiku !" Cika bangkit terduduk dan menghapus bekas cubitan Kenan pada kakinya. Kenan hanya mendengus lalu matanya menangkap sosok seseorang yang memperhatikan dari atas sambil melipat tangannya di dada. Cika bangkit berjalan menuju sisi ayahnya lalu duduk di karpet berbulu, kepalanya dia sandarkan di kaki ayahnya yang berjuntai ke bawah "Ayah lihat !" Cika mengangkat kakinya "liat kulitku sepertinya mulai membiru" Adu nya lalu menurunkan kakinya kembali. Ayahnya melirik sekilas, emang ada tanda kemerahan di sana tapi tidak dengan seperti yang di jelaskan Cika.

Ayah membelai puncak kepalanya "Iya itu hampir membiru" Ucap sang Ayah serius, Herry dan Kenan kompak menggelengkan kepala mereka pelan, semenjak adiknya di temukan dan pulang kerumah karakter Ayahnya sedikit berubah, tidak sedingin dulu, tidak acuh tak acuh, dan sedikit konyol jika sudah membenarkan perkataan adik mereka yang meminta perhatian ekstra.

Cika mendengus keras ke arah Kenan, lalu matanya melihat Herry yang mengangkat sebelah alisnya. "Kaka baru pulang?"

"Hemm" jawab Herry singkat, dia mengitari sofa lalu duduk di bawah kaki Ibunya.

Dia merasa kepalanya dibelai ada rasa haru yang hampir berkarat karena dia sudah lama tidak merasakan sentuhan tangan Ibunya. Semenjak dia lalai atas tangung jawab yang orang tuanya berikan dahulu dimana adik perempuan nya menghilang, Herry selalu berusaha menghindari keluarganya, apa lagi sedekat ini tapi sekarang adiknya sudah kembali, walaupun adiknya tidak mengingat mereka tapi dia berusaha menyembuhkan keluarga ini dari rasa takut, khawatir dan rasa bersalah. Adiknya Cika selalu berusaha terlihat dia baik-baik saja seakan ingin berkata 'Aku Ok, jangan dipikirkan lagi'
Padahal semua orang tahu jika dia mempunyai luka yang tidak akan dapat di sembuhkan orang lain.

Herry menatap Cika yang memeluk kaki Ayah dengan mata yang hampir terpejam. Dia terlihat memaksakan matanya agar tetap terjaga sebisa mungkin, kadang dia mengelus tangannya tapi mata Herry sangat jeli ketika Cika mencubit tangannya berkali-kali.

Herry meraih tangan Cika lalu mengusapnya tanpa banyak bicara, Ibu, Ayah dan Kenan hanya melirik sekilas. Sedangkan Cika hanya menikmati karena usapan Herry pada lengannya mengurangi rasa sakit.

"Apa kamu sudah berbicara pada Lisa?"

Cika tiba-tiba melirik Herry dengan sendu, tangan yang memeluk kaki Ayah nya terlepas dan menjauhkan tubuhnya lalu berbaring di paha kaka nya Herry.

Aku Bukan Dia (Revisi) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang