5

81 11 1
                                    


1 tahun kemudian.

Aku berjalan mencari Taeyun didalam lokasi. Sudah beberapa orang yang aku tanya tapi tak satupun melihatnya. Aku pun lelah hingga ku putuskan untuk duduk sebentar.

Tiba-tiba Taehyun berdiri dihadapanku. "urinmanida." Sapanya.

Aku menengadah, ia tersenyum senang, lalu aku bangkit dan membalas senyumannya. Deg, Aku merindukannya. Andai saja aku bisa memeluknya saat ini. Tapi kutahan dorongan kuat itu, berusaha menahan suara serakku aku menyapanya. "bagaimana kabarmu?"

Ia tertawa pelan. "tidak ada hari baik semenjak kau meninggalkanku." Jawabnya dengan ringan.

Aku menatap kedua matanya. Masih ada cinta yang sama disana. Masih ada mata yang dulu pernah menatapku tertinggal disana.

Aku teringat kembali 1 tahun yang lalu saat aku pingsan didepan pintu apartemennya. Ketika aku bangun, Taehyun langsung memelukku dengan erat. Ia berulang kali meminta maaf padaku.

"Bukan salahmu. Bukan salahmu. Ini salahku yang tidak bisa nemilih. Aku harus bagaimana.. aku bingung. Bohong kalau aku sudah membencimu. Aku tidak perduli dengan karirku. Aku tidak perduli bila aku gagal. Tapi..." ia berhenti.

Saat itu Aku diam. Aku mulai mengerti. mengapa ia bersikap seperti itu padaku. Ia ingin aku membencinya. Ia tau akibat dari hubungan ini. Aku yang akan menerima semua konsekuensinya. Agensinya membantah mati-matian hubungan kami karena ia dikontrak berpacaran dengan Lee Ha Ni.

"Mereka menyebutmu stalker." Seolah tau apa yang aku pikirkan, Taehyun memberi penjelasan.

Bayangan berita-berita itu muncul dikepalaku. Tentang Kim Yoo Na. Tentang hubungannya beberapa tahun yang lalu dengan seorang idol terekam kamera. Ia mahasiswi di kampusku. Pernah aku melihatnya pulang dengan rambut penuh tepung. Sekali pernah aku lihat ia di buly di kamar mandi. Mungkin itu hanya sebagian kecil penderitaannya. Dan kali ini mungkin aku yang akan jadi sasaran mereka.

Pada akhirnya aku yang mundur. Aku tidak siap dengan kegagalan yang akan ditanggungnya meskipun ia bersedia merelakan karirnya. Tapi Itu dunianya. Itu satu-satunya yang ia punya. Lebih baik aku merelakannya meskipun aku harus pergi darinya.

Ia akhirnya berkata "tunggu aku. Kumohon tunggu aku. Beri aku waktu."

Itu satu-satunya permintaannya padaku sebelum aku pergi. Ia ingin aku mencoba untuk menunggunya. Menunggu waktu yang tepat. Menunggu dia untuk datang lagi padaku suatu saat nanti. Dan gilanya, aku kembali percaya.

Aku tersadar dari lamunanku saat ia menjentikkan tangannya didepan wajahku. "apa yang kau pikirkan?"

Buru-buru Aku menyodorkan sebuah buku berjilid padanya. "ini naskah refisimu untuk hari ini."

Ia menerimanya dan membolak-baliknya sebentar. lalu menjulurkan tangannya padaku, mengajakku bersalaman. " mohon bantuannya ibu penulis yang cantik."

Aku pun menjabat tangannya sambil tertawa "dengan senang hati."

Takut ia dapat melihat pipi merahku, buru-buru aku pamit pergi untuk memberikan naskah ke actor lainnya. Tapi baru beberapa langkah ia kembali memanggilku.

"Seon Mi Rae..."

Aku berbalik.

"maukah kau minum kopi bersamaku setelah suting selesai?" teriaknya.

Aku tersenyum, memberi tanda oke dengan tangan kananku lalu kembali berjalan.

Dari belakang bisa kudengar ia berteriak kegirangan hingga banyak orang yang menatapnya heran.

ApologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang