Is It My Fate?

141 6 6
                                    

"Ra, mau lanjut di SMA mana?" pertanyaan yang paling lumrah ditemui Ara setiap ia bertemu dengan orang yang tahu kalau ia ada di jenjang akhir SMP. Dulu, Ara dengan yakin menjawab pertanyaan tersebut dengan nama sekolah yang dulu Abangnya berada. Berbeda dengan sekarang. Ia bingung harus kemana. Hatinya berteriak untuk bersekolah di SMA Abangnya sekaligus berteriak untuk memilih SMA Farid berada.

Akhirnya Ara memantapkan hatinya untuk mengejar Farid. Selain karena sekolahnya memang terkenal akan akreditasi terbaik, sekolah Farid yang berawal memungut uang bulanan menjadi gratis. Ara sadar akan keuangan orangtuanya yang tidak berlebih seperti teman-temannya. Dia tidak mau merepotkan kedua orangtuanya sehingga tidak melirik sekolah Farid. Hingga kabar akan sekolah Farid menjadi gratis. Membuat Ara awalnya bingung menentukan pilihan.

"SMA Satu Tekad." Jawab Ara mantap kalau ditanya sekarang.

Hingga hari pendaftaran datang, Ara dengan ketiga sahabatnya berjalan memasuki SMA Satu Tekad. Mereka memang akhirnya memilih sekolah tersebut setelah dihasut oleh Ara. Awalnya, hanya Lina yang ingin mendaftar di sana. Hingga Ara mantap dengan keputusannya dan menghasut semua temannya.

Sembari menunggu giliran, Ara melihat daftar nama anak yang berhasil masuk dengan nilai totalnya. Nilai total untuk masuk ke sekolah tersebut ternyata lebih tinggi dari nilai Ara. Hati Ara teriris. Ia hanya tersenyum kecut. Selain karena tidak akan melihat Farid lagi, Ara akan berpisah sekolah dengan ketiga temannya. Tapi Ara tetap memasukan data nilainya saat giliran Ara tiba.

"Ra, masih ada tahap wilayah. Lo pasti bisa kok." Hibur teman-temannya yang hanya diangguki oleh Ara. Ara hanya mengangguk pahit dan berusaha mengubah topik. Semua temannya sadar kalau Ara berusaha mnghibur diri dengan bercanda.

Selama menunggu tahap wilayah, mereka berempat bermain kemana saja. Menjelajahi semua tempat hiburan, sampai hanya bersenda gurau di kafe atau rumah salah satu dar mereka. Ara melihat dengan jelas kalau wajah ketiga temannya sangat lepas karena sudah diterima SMA. Berbeda dengan dirinya yang masih belum jelas dimana. Hingga akhirnya tahap cadangan tiba.

Selepas mendaftarkan dirinya di tahap wilayah, Ara berdoa di kamar dan mengurung diri. Dirinya terlalu takut menerima kenyataan kalau dia tetap tidak berhasil masuk SMA Satu Tekad. Sesekali, dia pergi dengan temannya untuk melepas semua rasa cemas dan takut. Walau rasa cemas dan takutnya meghilang selama dia bersama teman-temannya, dia tetap takut dan cemas saat sendirian lagi.

"Ya Tuhan, aku berserah diri akan keputusan-Mu. Aku yakin kalau keputusan-Mu yang terbaik." Ucapnya sehari-hari selama menunggu pengumuman.

Hingga hari pengumuman tiba. Ara duduk dengan laptop di pagkuannya. Jantungnya berdegup cepat. Pikirannya kembali teringat akan Farid. Entah kenapa dan bagaimana, pikiran Ara memutar berbagai ekspresi Farid. Bahkan beberapa ekspresi Farid yang sebenarnya tidak pernah Ara lihat. Seperti saat Farid belajar, tidur, khawatir.

"Ya Tuhan ku, kalau Farid memang jodohku maka dekatkan. Kalau memang bukan ia jodohku, kumohon, jauhkanlah Farid dariku. Kumohon, kalau memang Farid adalah jodohku, biarkan hamba-Mu ini masuk ke sekolah yang dimasuki Farid. Kalau bukan, kumohon, biarkan diriku diterima di sekolah kakak agar dapat melupakan Farid sepenuhnya. Terimakasih Ya Tuhan." Doa Ara spontan saat meyalakan laptop.

Ara mulai membuka website dan mencari namanya diantara ratusan nama lain. Sudah sampai setengah lebih ia cari namanya, tapi hasilnya hampa. Namanya tetap tak ada. Jantungnya berpacu semakin cepat. Hawa sekitarnya terasa begitu panas hingga ia bermandikan air keringatnya sendiri.

Akhirnya ia menemukan namanya di nomor 175. Jeritan keluar dari mulutnya. Jeritan gembira serta kelegaan. Ara loncat-loncat di kasur miliknya. Bahkan berlari memutari rumahnya dengan teriakan gembira kalau ia diterima di SMA Satu Tekad. Membuat semua penghuni rumah mungil menggelengkan kepala karena tingkah Ara.

"See ya again all." Ketiknya singkat di grup yang isinya hanya Ara, Lina, Lidya, dan Ela. Membuat semua temannya bingung. Mengira kalau Ara gagal masuk sekolah yang sama dengan mereka. Kehebohan terjadi di grup mereka. Hingga akhirnya Ara menambahkan kalau dia berhasil keterima. Membuat semua temannya senang juga.

"Tapi ini beneran tanda kalau gue sama Farid itu jodoh atau cuma kebetulan belaka ya?" Batin Ara bingung. Pasalnya, ia spontan mengucapkan doa sebelum mengecek dan hasilnya adalah mereka satu sekolah lagi. Hatinya semakin bimbang. Haruskah ia bertahan dan terus mengejar atau menyerah dan pergi begitu saja tanpa berminat menjadi bayangannya lagi?

RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang