satu masa

11 2 0
                                    

Malam ini, entah apa yang membawaku pada ingatan belasan tahun silam. Sepenggal kisah di satu masa dimana perasaan cinta tumbuh untuk pertama kalinya.

Setiap orang pasti pernah berada pada masa dimana dia jatuh cinta untuk pertama kalinya. Entah di usia berapa atau di tingkat sekolah apa.

Dikisahku, entah berapa kali aku jatuh cinta, terbalas maupun tidak, yang paling ku ingat dengan jelas baik rasa maupun orangnya adalah cinta pertamaku.

Ini kisahku, kisah nyata yang tiba tiba ingin aku tulis disini. Maaf kalau curhat yaaaa.....

Mari kita sama sama mengingat satu masa itu masing masing. Let's go.

Kisah ini aku alami ketika aku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Terlalu dini ya, tapi itu memang nyata.

Waktu itu aku sekolah smp di suatu desa, tidak di kota atau sekolah favorit seperti kalian. Jadi jangan kaget ya kalau ceritanya juga kampungan banget.

Di sekolah yang minim fasilitas ini, alhasil jadwal sekolahnya dibagi dua. Kelas 7 semua dan kelas 8e,8f,8g masuk siang, sedangkan kelas 8a s/d 8d dan semua kelas 9 masuk pagi. Kaget ya kok banyak banget, ya iyalah disini kan jarang ada sekolah.

Aku masuk kelas 7d waktu itu. Masih lugu dan pemalu. Masuk siang tak membuatku datang lebih awal, males rebutan angkot. Ya alhasil aku hampir tiap hari telat. Gpp sih, aku jadi terkenal dari kalangan guru. Walau aku bukan murid yang nakal ya.

Bukan sombong tapi aku memang cukup terkenal di kalangan guru guru. Beberapa faktor penyebabnya selain sering datang terlambat adalah wajah aku yang familiar katanya. Hingga suatu siang aku dipanggil ke ruang guru oleh guru bahasa indonesia kelas 9. Garis bawahi ya guru kelas 9.

Aneh? Memang, takut? Sedikit. Tapi aku tak merasa membuat kesalahan sedikitpun. Apalagi dengan guru kelas 9 yang gak ada hubungannya denganku. Kan aku masih kelas 7.

Sedikit cemas aku masuk keruang guru. Disekolahku ruang guru tidak disekat satu sama lain. Sebuah ruangan cukup besar dimana meja berjejer mengelilinginya menyisahkan ruang kosong di tengahnya.

Waktu aku masuk ruangan, semua mata melihatku. Makin gugup saja, berasa masuk ruang sidang. Semua seakan menunggu, tapi apa yang ditunggu? Senyum mengembang di wajah perempuan paruh baya menenangkan hatiku. Seakan menegaskan padaku kalau semuanya baik baik saja.

"Maaf, Ibu manggil saya?" Tanyaku ragu ragu. Takut informasi yang disampaikan temanku itu salah. Iya, tadi aku diberitahu salah satu siswa.

"Iya, sini duduk"

Malu malu aku melangkah mendekat ke arahnya. Duduk didepan mejanya.

"Sejak awal lihat kamu, rasanya tidak asing. Maksudnya wajahmu familiar sekali. Kamu punya saudara yang dulu sekolah disini? "

Hhhh. Bahuku melemas seketika. Capek dari tadi tegang nyatanya pertanyaannya gak bermutu. Eh? Enggak juga sih. Sadar aku tegakkan kembali punggungku, tidak sopankan kalau terlihat lemas begini.

"Iya bu. Ada. Tapi udah lulus kemarin."

"Hindun?"

"Iya bu" kakakku yang nomer 2 ini memang di panggil hindun di sekolahnya. Kalau gak salah ingat alasannya karena nama dian sudah kebanyakan di sekolah. Jadi ya gitu, dipanggil dari nama tengahnya.

Satu MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang