Maaf, aku tidak bisa...
Tidak bisa jauh-jauh darimu...(Emily to Budi)
+++++
"Maaf, aku tidak bisa." ucap Emily.
Budi melonggarkan pelukannya. "Kenapa?"
"Karena aku ... Tidak bisa jauh-jauh darimu."
DEG!
Mata kuning terang itu sontak melebar. Jantungnya berdegup kencang. Kedua pipinya langsung memerah. Dia menatap Emily, mencoba mencari kebohongan di mata cokelat itu. Tapi hasilnya nihil.
Gadis itu jujur.
"Kau serius?!" teriak Budi, tiba-tiba.
Emily merasa telinganya berdengung. "Tentu saja!" balasnya.
Budi melepas rangkulannya dan membalik tubuh gadis itu. Berhadapan satu sama lain. Mata saling beradu, tanpa penghalang apapun.
Budi memulai duluan. Dia mendekatkan wajahnya dengan Emily. Tangannya yang bergetar meremas bahu gadis itu. Napasnya berhembus melewati telinga, membuat bulu kuduk Emily meremang.
"Budi, kamu mau ap- mmpph!"
Budi langsung memerangkap bibir Emily. Tak peduli lagi ada Ren di belakangnya, dunia akan kiamat, atau semacamnya. Yang jelas, dia sudah tak tahan lagi untuk menandai gadis yang berhasil membuat matanya seolah terbakar ini.
+++++
Emily menatap pintu otomatis bandara dengan tatapan horor. Gadis itu melihat si pintu seolah-olah baru saja melihat hantu. Ren yang melihatnya, menganga lebar dan Budi hanya tersenyum kecil. Dia paham gadis itu terlalu lama tinggal di hutan hingga tak kenal dengan teknologi di kota.
Bahkan melihat robot selamat datang di pintu depan tadi saja dia sudah ketakutan setengah mati.
Emily menarik lengan jaket Budi dan merentangkan kedua tangannya ke udara.
"Jadi ini sudah di Jakarta?" tanyanya.
Budi mengangguk. "Iya."
"Besar sekali." keluhnya.
Ren terbahak. "Kau baru melihat bandaranya, belum melihat pusat kota."
Mata Emily terlihat bersinar. "Benarkah?" tanyanya. "Apa saja yang ada di sana?"
Budi menggengam tangan Emily dan tersenyum. "Kau akan melihatnya nanti, sekarang kita ke rumah dulu."
+++++
Ren berjalan mendahului Budi dan Emily. Pemuda itu sesekali mengecek ponselnya yang terus berdering. Entah berapa kali senter yang dipegangnya nyaris terjatuh.
Sudah belasan kali Emily tersandung lumut. Genangan air di bawah tanah sama sekali tak terdeteksi, bagaikan jebakan.
"Hei Budi?" tanya Ren.
"Ya?"
"Kau tahu? Sebenarnya saat kau pergi beberapa hari lalu, aku masih terjaga dan tengah berada di ruang CCTV."
Budi mengernyitkan kening. "Lalu?"
"Aku memeriksa area sekitar sini dan menemukan sesuatu yang ... Bisa dibilang agak ganjil."
"Ganjil? Kau menemukan mata-mata?"
Ren menelengkan kepala. "Bisa dibilang begitu."
Emily memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Matanya melebar saat melihat onggokan hijau di langit-langit. Puluhan benda berbentuk bulat panjang yang menghiasi lantai maupun langit-langit. Ditambah lagi, genangan air yang tak pernah kering.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forest Of Crime (END)
Aksi(Underground Bullet case:04) Kasus rahasia kali ini diberikan langsung pada Budi Ramadan, tanpa melibatkan anggota UB yang lain. Mafia narkoba, Don Buos adalah buronan internasional yang dicari-cari. Sudah banyak orang yang dikerahkan untuk mencarin...