***
Pagi - pagi sekali tadi vivi di tarik paksa oleh vino untuk menemaninya lari pagi, kebetulan mami dan papinya vino dan vivi lagi keluar kota untuk urusan kerjaan - katanya.
Setelah cukup lama joging dan itu membuat vivi sedikit lelah. duduk di pinggir danau yang berada di taman di komplek vivi yang cukup luas ini sedikit bisa menghilangkan beban berat dihati vivi.. sesaat.
Tuk!
'Aww!!!
"Kepala guee... sstt.." vivi meringis kesakitan saat kepalanya di hantam bekas minuman kaleng. Sakit? Ya pasti.
"Duh sori ya.. gue salah sasaran"
Vivi ngilu mendengar suara itu, terdengar sedikit familiar. Vivi mengangkat kepalanya menatap lelaki menyebalkan dan vivi tau siapa orang itu, ARYA?
"Lo dendam kayaknya sama gue.." ekspresi vivi datar namun menyaratkan akan 'lo musuh gue'
"Enggk vi, gue ada maksud mau ngelempar lo suer demi apapun gue gak tau kalau yang duduk disini itu elo.." arya panik saat tau kalau vivi menyaratkan akanya adanya bendera perang
"Apasi maksud lo ngelempar gue? Ada dendam apa lo sama gue?"
"Enggk vi..."
"Mau lo itu apa sih? Kenapa lo ada disini? Lo ngikutin gue?" Vivi heran kenapa cowok ini ada dimana - mana, kenapa seakan - akan arya mengikutinya kemanapun dia pergi.
"Gue semalem nginep dirumah oma gue, gue juga gak tau kalau lo tinggal komplek ini juga mungkin ini cuma suatu kebetulan aja vi.." arya benar - benar merasa bersalah "gue obatin dahi lo"
"Enggak" Skak mat, ucapan vivi sudah mantap seperti tidak bisa di bantah lagi "pergi lo!"
"Vi..
"Diem! Pergi lo"
"Bisa sekali aja gak keras kepala? Bisa gak sih lo kalau orang laen ngomong itu di dengerin dulu" bentakan arya membuat vivi terkejut dan menatap mata arya lekat seperti... terhipnotis - sesaat.
Arya tertegun, arya mengakui vivi manis dan.. berbeda. Ntahlah bagian mana dari diri vivi yang bisa arya deskripsikan berbeda tapi vivi itu beda. Dengan rambut vivi yang di ikat kuda dengan rapihnya rambut vivi yang terlihat lembut tidak menampakan acak - acakan membuat tangan arya gatal untuk menarik ikat rambut vivi dan mengelus rambut indah itu. Vivi bisa di bilang enak dilihat gigi kelincinya membuat vivi terlihat imut, kulitnya yang putih bersih, vivi terlihat sempurna kalau hanya di lihat sekilas. tapi pikiran konyol itu cepat di tepis arya sebelum semuanya di luar kontrol.
***
"Gue obatin dahi lo"
"Gak usah. gue bisa sendiri, gue bukan anak kecil" vivi benar - benar keras kepala untuk tidak mau ikut arya agar dahinya yang memar di obatin
"Bukan masalah lo anak kecil atau bukan tapi gue cuma mau tanggung jawab vi"
"Emang seharusnya sih lo tanggung jawab.." vivi memberi jeda sedikit "tapi gak perlu. Karena gue gak butuh tanggung jawab lo!"
Lo yang harus tanggung vi, lo udah buat gue penasaran.
***
Memakan coklat sambil nonton tv lebih asyik dari pada gue mikirin tuh cowok sialan yang udah buat jidat gue ungu kayak gini. Salah siapa? Yang bentak siapa? Kan ngeselin.
Vino kemana ya? Kok gue pulang dia gak ada dirumah? apa dari pulang joging tadi dia belum balik? Hari minggu kayak gini dia gak biasanya hobi ngilang.
"Vi.."
gue yang merasa dirinya di panggil pun menengok ke arah sumber suara. gue terkejut melihat lebam - lebam di wajah vino.
"vin muka lo kenapa?" Vino duduk disofa di mana tempat gue duduk tadi gue mendekat ke vino.
"Ada delon di depan"
"Lo.." baru aja gue pengen mengelak untuk tidak ingin menemui delon tapi vino langsng menatap gue dengan tatapan menusuk.
"Sampai kapan lo mau lari terus dari masalah lo?" gue menunduk, disini vino berhak berbicara kalau guenya sendiri sudah kelewat seperti anak kecil "sekalipun tulang delon gue remukin, dia kayaknya gak bakal nyerah minta maaf sama lo"
Gue mengerti sekarang. Mereke berdua pasti..?
"Lo gak perlu khawatirin gue. Ambil p3k obatin delon, bila perlu bawa kerumah sakit. Kayaknya dia lebih parah dari gue, cidera dilengan kirinya mingkin" vino langsung beranjak ke kamar setelah membuat gue terbengong - bengong.
Segitunyakah delon?
Sori kalau ada typo guys
Happy reading