Part 3

82 4 0
                                    

Vanessa POV

"Terimakasih telah mengantarku" kataku sebelum turun dari mobil Ares. Tiba-tiba Ares menahan tanganku dan berkata "kita perlu bicara".

"Kita? Kurasa tidak ada yang perlu 'kita' bicarakan" kataku dengan penekanan pada kata kita. "Lagipula, nenek lebih penting daripada pembicaraan apapun itu" lanjutku.

"Nes, kumohon" pintanya, kali ini dengan nada yang sendu. "Nanti. Nanti kalau kita bertemu lagi" ucapku sambil melepas tangan Ares yang menahan tanganku dan masuk ke dalam rumah sakit. 'Kalau kita bertemu sekali lagi, mungkin kita masih bisa berjodoh' tambahku dalam hati.

Aku berjalan menghampiri Sarah dan Pak Restu -Ayahnya Sarah- yang menunggu didepan ruang inap nenek.

"Pak Restu, Sarah, terimkasih karena lagi-lagi telah menolongku. Dan maaf, karena lagi-lagi aku merepotkan kalian" ucapku tulus.

"Tidak perlu berterimakasih, Non, bukankah sesama manusia harus saling tolong menolong? Lagipula almarhum Pak Subiantoro sudah sering menolong saya sewaktu beliau masih hidup" jawab Pak Restu.

"Tuhkan, Bapak manggil saya Non lagi, panggil saya Vanes, Pak. Vanes" balasku sambil tersenyum.

Aku bersyukur ayah adalah sosok yang ramah dan suka menolong orang semasa hidupnya. Siapa yang menyangka kebaikan ayah dahulu bisa menolong aku dan nenek disaat ayah tak ada disampingku.

"Ohya, Pak, gimana keadaan nenek?" tanyaku. "Tadi kata dokter, keadaan nenek sudah stabil, sekarang nenek sedang istirahat, Non" balas Pak Restu.

"Non? Vanes, Pak Va.Nes" ucapku penuh penekanan. "Iya, Non. Eh, nak Vanes" jawabnya sedikit canggung. Aku tersenyum mendengarnya.

"Yaudah, Pak, Sarah, kalian pulang saja, nenek biar Vanes yang tungguin. Sekali lagi terimakasih sudah menolong nenek" ucapku tulus.

***

Nadia POV

Aku sedang dalam perjalanan ke rumah Vanes untuk menjenguk neneknya. Kata Vanes, nenek kemarin minta pulang dari rumah sakit, katanya tidak betah disana. Si nenek ada-ada saja, siapa coba yang betah lama-lama di rumah sakit? Hehe.

"Assalamualaikum" ucapan salamku saat berada di depan rumah Vanes.

"Walaikumsalam, masuk Nad" balasnya sambil menghampiriku.

Aku memberikan buah yang tadi kubeli kepada Vanes dan menghampiri nenek sambil mencium punggung tanganya.

"Maaf Nak, jadi ngerepotin kamu" ucap nenek yang sedih.

"Yaampun nenek, sama Nadia kayak sama orang asing ajah ngomongnya gitu, nenek emangnya gak anggep Nadia cucu nenek juga?" rajukku.

Nenek tersenyum dan mengelus sayang kepalaku. "Iya, Nadia juga cucu nenek. Betapa bahagia nenek punya dua cucu yang cantik dan sayang sama nenek, kalian jangan pernah bertengkar ya, harus akur kayak gini terus, sahabat sampai nanti tua.

"Sahabat? Jadi nenek anggap kita sahabatan?" ucap Vanes tiba-tiba dan membuat nenek mengerutkan dahinya yang memang sudah keriput. Terlihat jelas nenek kebingungan dengan pernyataan cucunya itu.

Aku langsung menghampiri Vanes dan merangkulnya. "Kita bukan sahabat nek" ucapku "tapi kita saudara" lanjutku dan Vanes bersamaan sambil tertawa seraya berpelukan, uh seperti teletubbies saja.

***

Nadia POV

Sudah lebih dari dua jam aku berada disini. Sebenarnya sih masih mau lama-lama disini, tapi nenek tidak mau istirahat kalau ada aku, jadi aku izin pulang biar nenek bisa istirahat.

Love And SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang