1
Ia sudah lupa. Yakin sekali, saat ini memang sudah lupa. Mungkin masih sedikit ingat tapi itu tidak menjadi masalah besar. Semua itu sudah berlalu 2 tahun yang lalu. Hanya kenangan yang menyesakkan dada. Hanya sebuah kenangan yang kurang penting. Sunny meyakinkan dirinya. Ia menyederkan kepalanya di bangku pesawat. Lagi-lagi dia memikirkannya. Inilah yang tidak ia suka. Di saat merenung seperti ini ingatan itu merambat lagi dipikirannya. Sedikit kecewa dengan diri sendiri, Sunny memejamkan matanya. Berharap agar secepat mungkin sampai di Seoul. Negeri gingseng yang sudah sejak lama ia ingin kunjungi.
Setelah menimbang-nimbang cukup lama , Sunny memutuskan liburan ke Korea Selatan. Awalnya ia ingin ke Jepang. Tapi hati kecil menuntunnya untuk memilih pergi ke Seoul. Satu-satunya alasan yang bisa menjelaskannya adalah karena dia sangat menyukai korea pop dan berbagai serial drama korea.
Sunny menutup mata. Dia mulai tidak sadarkan diri. Saat dia benar-benar tertidur, wajah orang itu yang masih sangat jelas terlukis di pikiran Sunny, muncul dengan senyumnya yang menyungging di bibir merah mudanya. Selama ini mulut memang selalu mengelak tapi isi hatinya berbeda. Mereka memang sering berlawanan disaat hati tidak bisa menahan deru kepedihan. Siapa yang akan mengetahui isi hati orang. Tidak mungkin ada. Hati tak pernah berbohong tapi mulutlah yang sering berbohong. Apalagi masalah perasaan.
Suara lembut pramugari membangunkan tidur singkat Sunny. Atau mungkin lebih tepatnya terbangun dari hayalan masa lalu Sunny. Ia mengucek matanya yang terasa sulit untuk di buka. Beberapa jam yang lalu Sunny memang belum sempat tertidur. Dia sibuk mempersiapkan rencana perjalanannya di Korea. Saking sibuknya dia tidak sempat tidur. Mungkin tidak hanya menyiapkan rencana perjalanan. Sunny juga sempat menghayal sejenak.
Pramugari memberitaukan penumpang pesawat bahwa mereka akan segera landing di Bandara Incheon. Dan suhu di Seoul saat ini cukup dingin. Sekitar -2° . Sunny menggigil segera. Padahal ia masih di dalam pesawat yang cukup hangat. Ia hanya tidak bisa membayangkan jika sudah sampai di bandara. Dingin yang amat sangat akan terasa dan kulitnya akan pucat seperti mayat. Tapi tenang saja , persediaan baju musim dingin sudah banyak ia bawa. Karena , sebelum berangkat ke Korea Sunny sudah sempat menghubungi temannya yang kebetulan bekerja di Korea. Dia mengatakan kalau saat ini Korea sedang musim dingin. Makanya, setengah dari barang-barangnya adalah baju musin dingin.
Korea.. I'm coming.. Pikir Sunny menatap ke arah jendela pesawat terbang. Akhirnya ia bisa lupa sejenak tentang masalalunya. Ia yakin di Seoul akan banyak pengalaman yang menyenangkan. Akan lebih menyenangkan dan dia mungkin juga akan bisa sedikit-sedikit mencoba memasak makanan Korea.
Perlu di ketahui. Sunny itu adalah seorang koki di sebuah hotel berbintang lima di Bali. Ia memegang jabatan sebagai asisten Koki. Pekerjaannya memang lumayan bagus. Ia sangat berbahagia bisa mendapatkan pekerjaan itu. Setidaknya jika bertemu dengan orang di masalalunya ia bisa sedikit menyombongkan diri. Ah mungkin mereka tidak perlu bertemu lagi. Untuk apa bertemu? Kalau itu hanya akan menyakitkan hati. Urusan dia dan urusan Sunny tidak ada sangkut pautnya lagi.
Sunny masih menatap kedepan. Ia kini duduk di bangku. Dalam lamunannya ia merasa ponsel yang baru saja ia aktifkan bergetar. Segera ia merogoh saku jaket tebalnya. Senyumnya tersungging di bibirnya ketika melihat nama yang tertulis di layar ponselnya. Ia menggeser tombol hijau dan menempelkan ponselnya di telinga. "Halo."
"Dimana kau? Aku tidak bisa melihatmu." suara pria yang bernama Cha Dong Jo terdengar kebingungan. Dia berbicara memakai bahasa Indonesia kepada Sunny. Ayahnya Dong Jo adalah orang Korea asli. Beliau menikahi ibu Dong Jo yang merupakan orang Indonesia. Mereka saling mengenal karena dulu Dong Jo pernah berlibur ke Bali. Tepatnya satu tahun yang lalu. Ayah dari ibu Dong Jo adalah tetangganya kakek Sunny yang tinggal di Bali. Ibu Dong Jo dan Dong Jo mengunjungi Sunny dengan membawa oleh-oleh ke rumahnya. Sunny sempat heran dengan pria yang kira-kira seumuran dengannya. Seorang anak SMA yang sangat asing baginya. Setelah memperkenalkan diri masing-masing mereka jadi semakin akrab hingga akhirnya Dong Jo kembali pulang ke negaranya. Mereka berpisah, tetapi tak lupa Dong Jo memberikan Sunny alamat emailnya agar mereka bisa saling berkomunikasi.
Hingga sekarang mereka masih sering berkomunikasi walau itu sangat jarang mereka lakukan. Seminggu yang lalu, sebelum Sunny berangkat Ke Seoul ia meminta nomor telepon Dong jo. Mungkin hanya Dong jo yang bisa menolongnya ketika berada di Korea Sunny juga sudah bersiap-siap dengan kartu seluler di Korea, karena jika menggunakan kartu seluler di Indonesia pasti tidak ada sinyalnya.
Sunny tesenyum geli melihat Dong jo yang kebingungan dari kejauhan. Ia berfikir sangat sulit menjelaskan keberadaannya dari ponsel. Akhirnya Sunny memutuskan untuk menghampiri Dong jo.
"Tunggu sebentar ya." Sunny segera melangkahkan kakinya. Matanya hanya menatap ke arah Dong jo. Ia takut jika Dong jo pergi. "kau jangan pergi kemana-mana. Diam saja disitu. Aku akan menghampirimu." ujar Sunny melanjutkan langkahnya sambil menarik koper dan menjinjing tas tangannya.
Sederet omelan terdengar di balik sana. "Sebenarnya siapa yang menjemput dan di jemput sih? Aku jadi bingung kalau seperti ini." Dong jo terlihat menggaruk-garuk kepalanya yang Sunny pikir Dong jo tidak merasa gatal sama sekali. Sunny hanya tertawa , dia masih focus menatap ke arah Dong jo di tengah banyaknya orang-orang yang berseliweran membawa koper dan barang-barang.
Dengan sangat terkejut Sunny menghentikan langkahnya. Ia segera membungkuk meminta maaf . Ia telah menabrak seorang paman dengan koper di hadapannya. Sunny benar-benar tidak melihatnya karena fokus melihat Dong jo. "Mianhamnida. Gwenchana?" (maaf, tidak apa-apa kan?) tanya Sunny dalam bahasa Korea. Ia mempelajari bahasa itu dari drama Korea dan sedikit dari Dong jo.
"Gwenchana." ujar paman itu seraya tersenyum. Sunny merasa sangat tidak enak telah menabrak seseorang. Tapi ketika ia masih berdiri, Dong jo segera menghampirinya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Tidak. Aku tidak sengaja menabrak paman ini. Tapi aku sudah meminta maaf." jelas Sunny. Paman itu memandang Sunny dengan alis agak mengerut. Pasti paman bingung bukan? Pikirnya. Sunny hanya tersenyum sambil sedikit membungkuk sebelum ia pergi meninggalkan paman itu. Dong jo juga ikut membungkuk sambil berbicara dalam bahasa Korea dengan paman itu.
Koper Sunny di ambil alih oleh Dong jo. Mereka segera meninggalkan bandara Incheon. Sunny berjalan sedikit jingkrak-jingkrak saking senangnya. Tapi siapa yang tau isi hatinya yang sebenarnya?
***
"Ada apa paman?" Tanya Kevin. Ia heran melihat pamannya menatap lurus ke depan selama menunggunya ke toilet.
"Tidak. Tadi aku melihat ada gadis Indonesia." ucap paman Kim sambil mendongak menatap Kevin dengan mata mencari-cari. Paman Kim memang lebih pendek dari Kevin dan wajahnya sangat komedian. Ia memang sering membuat orang ketawa. Ia juga orang yang sangat baik dan penjaga rahasia yang sangat bisa di andalkan. "Dia sudah pergi."
"Kenapa paman tau dia orang Indonesia?" tanya Kevin. Mereka berdua berjalan meninggalkan bandara menuju ke parkiran.
"Tadi dia bicara dalam bahasa Indonesia dengan pacarnya. Ku pikir dia pacarnya. Karena dia terlihat sangat kuwatir ketika gadis itu bersamaku." jelas paman Kim.
"Pria itu kuwatir karena paman."
"Apa yang salah denganku?" tanya paman Kim penasaran. Kevin tertawa lepas. Dia tau pamannya sangat bisa mebghibur hatinya yang tertekan.
"Tidak ada paman. Aku hanya bercanda" Kevin membuka pintu sedan hitam pamannya. Ia segera duduk di kursi penumpang.
"Kau meledekku. " seru pamannya lalu menghidupkan mesin mobil sedan hitamnya.
Percakapan merekapun berlanjut hingga mereka berhenti di lampu merah. Kevin menatap baliho besar dengan pengumuman konser. Akan ada konser penyanyi-penyanyi korea ternama. Ia tidak asing dengan nama konser yang tertulis. Kebetulan nama konser itu tertulis dengan tulisan romaji. Jadi setidaknya Kevin yang tidak bisa bahasa korea sama sekali bisa membacanya. Kenapa ia masih ingat? Seolah kisah itu tertata rapi di memorinya. Sebenarnya dia tidak ingat melupakannya. Tapi ia yakin gadis itu telah membencinya. Bahkan mungkin gadis yang sempat mengisi ruang kosong di hatinya telah mempunyai seseorang yang lebih baik dari Kevin.
Seharusnya aku minta maaf. Tapi seakan-akan dunia ini menghalangiku untuk meminta maaf. Pikir Kevin lagi. Dia masih menatap baliho yang terpajang di sebuah papan elektronik yang sangat tinggi menjulang. Apakah ia tau kalau ada konser ini? Kalau dia tau pasti dia akan berteriak histeria dan mencengkram tangan Kevin erar-erat. Walaupun Kevin tidak suka dengan hal-hal yang berbau k-pop tapi dia cukup sukses selama 1 setengah tahun yang lalu menajadi pendengar seorang fangirl.
Setelah kejadian itu rasanya sangat sepi. Ocehannya tentang k-pop tidak terdengar lagi. Biasanya setiap ada konser dan dia tidak bisa menonton. Ia hanya akan merajuk dan mengajak Kevin menemaninya menonton berbagai DVD drama Korea. Kevin mulai bingung sebenarnya dia merindukan gadis itu bercerita tentang k-pop lagi karena merindukan si tukang cerita atau dia tidak sadar sudah mulai tertarik dengan k-pop? Kevin tidak sadar senyumnya telah mengembang. Pamannya sampai terheran melihat keponakannya menghadap kaca jendela mobil sambil tersenyum.
Lamunannya terhenti ketika ia merasa baliho konser telah menjauh dari pandangan matanya. Lampu lalulintas telah berubah. Mobilpun kembali melaju. Pantas saja Kevin merasa baliho semakin menjauh dari pandangannya. Ia kini menatap lurus. Ternyata banyak kenangan yang ia ingat lagi tentang gadis itu. Ia sadar kalau sampai saat ini hatinya masih tertutup rapat. Hanya gadis itu yang boleh masuk kehatinya. Rupanya dia.masih mengharapkan gadis itu.
"Kevin? Ayo turun." ajakan pamannya membuyarkan lamunannya selama perjalanan menuju apartemen.
"Bukan ini kan apartementnya?" tanya.Kevin membuka pintu.mobil.
"Ini rumahku." paman Kim membiarkan koper Kevin tetap di mobil. Mereka hanya sekedar berkunjung. Menyapa anak dan istri dari paman Kim.
Aku tidak suka ini. Aku ingin cepat-cepat sampai di apartement. Ujar kevin dalam hati tanpa ia suarakan.
"kenapa masih berdiri disana?" tanyanya ketika melihat keponakannya masih berdiri terpaku dan terlihat bingung. "aku tidak akan memaksamu tinggal disini. Aku mengerti kamu ingin kebebasan." Jelas paman Kim seraya mengisyaratkan Kevin segera masuk.
Paman Kim berbicara dalam bahasa Korea dengan istrinya. Istri paman Kim orang Korea. Paman Kim juga orang Korea. Tapi semasih muda dia tinggal di Jakarta. Tepatnya sahabat ayahnya. Walaupun jarak umur mereka cukup jauh,.tapi paman Kim sangat akrab dengan ayahnya Kevin. Paman Kim muda sangat menyayangi Kevin. Dia menganggap Kevin sudah seperti anaknya. Jadi seperti itulah kedekatan mereka. Tiga tahun yang lalu paman Kim menikah di usia 37 tahun. Dan kali ini dia sudah mempunyai seorang putri cantik bernama Kim Ga Eun.
"Vin. Kata istriku, kamr apartement yang ingin ku sewakan untuk mu masih kosong satu kamar. " dia menatap Kevin. Ia tau Kevin menunggu kelanjutan dari kata-katanya. "waktu ku cek sebelumnya, kamarnya masih tersisa dua kamar, tapi sepertinya sudah ada yang menyewa baru saja. Kau tidak keberatan kan tidak bisa memilih kamar apartement?" tanya paman Kim.
“Kenapa paman menanyakan hal yang tidak perlu kau tanyakan seperti itu ? Aku terserah paman saja." Kevin tersenyum ramah kepada keluarga paman Kim.
"Kenapa cepat sekali kamar yang satunya di sewa ya?" Paman Kim seolah bertanya kepada dirinya sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Blossomed in Korea
Romance"Kalau kita berjodoh, Tuhan pasti akan mempertemukan kita"