Gugatan (padamu)

3.1K 98 5
                                    

Kau tahu apa yang paling kusesalkan? Ya, menghidupi rutinitas.

Kau pernah mengalaminya? Beruntung jika tidak. Beruntung pula jika rutinitas sial yang kau hidupi hanya sebatas bangun tidur-mandi-berangkat kerja-berjibaku dengan macet-haha hihi dengan teman-pulang-tidur-kembali ke aktivitas pertama. Rutinitasmu masih bisa dimaafkan.

Tapi bagaimana jika rutinitasmu adalah sesuatu yang bergerak, bernapas, berpikir, berkehendak, dan berarti sesuatu yang bisa meninggalkanmu kapanpun dia mau dengan ataupun tanpa izinmu?

Menghidupi rutinitas seperti ini sungguh mematikan. Membunuh eksistensimu dengan begitu halus, hingga kau tak pernah sadar. Semuanya terasa benar, seperti sebuah situasi-yang-tepat yang begitu memabukan, yang membuatmu terlena dan tidak sadar sebelum akhirnya rutinitasmu hilang. Meninggalkanmu sendirian dalam situasi-tidak-lengkap.

Seolah-olah. Seolah benar.

Lalu kau merasa hidupmu tak sama lagi, dank au ingin kembali pada masa berbahagia bersama rutinitasmu. Padahal ketika rutinitas itu meninggalkanmu, pada saat itulah kau mendapatkan kembali seluruh hidupmu. Seluruh dirimu. Tidak ada yang kurang dan tidak ada yang terambil dari dirimu selain ilusi bahwa 'hidupmu tidak begini sebelumnya'.

Aku membenci rutinitas. Sumpah. Seumur hidupku aku membencinya. Dan tubuhku seringkali memiliki mekanisme menolak segala bentuk rutinitas membosankan yang tak hanya sekali dua kali datang menggoda. Namun bukankah memang hidup ini tak masuk akal? Ketika sesuatu yang tak biasa datang, dank au sebut itu keajaiban atau semacam ilusi bahwa ini-sudah-tepat, padahal itu hanya godaan. Godaan logika yang membuatmu ikut terjerumus dalam ketololan-ketololan orang lain.

Dan ketika rutinitasku pergi, rasa tolol yang kurasakan jauh berlipat dari yang mungkin dirasakan orang. Bayangkan saja, aku mengetahuinya, aku mengetahui resikonya, dan aku masih saja membiarkan diriku terlarut di dalamnya. Seperti saat kau memberikan milikmu yang paling berharga kepada seseorang yang sudah jelas akan meninggalkanmu. Itu hanya analogi. Jangan terlalu serius.

Yang ingin kukatakan adalah, aku merasa tolol.

Dengan segala logika yang kuagungkan, membuatku semakin tolol.

Awalnya sederhana, mungkin juga pernah terjadi pada semua orang. Di sebuah pertemuan tak sengaja yang menurutmu begitu ajaib, sementara itu kau sedang penasaran bagaimana rasanya menjadi orang normal, dan voila! Kau masu perangkap rutinitas. Pada awalnya mungkin kau masih memiliki setengah dari dirimu, kau masih mampu bertahan. Kau pilah mana yang wajar dan mana yang tak wajar.

Namun rutinitas itu adalah keserakahan. Dia tidak butuh apapun selain keseluruhan dirimu.

STATE OF MINDWhere stories live. Discover now