(Ku)Sebut Itu (Bukan) Cinta

2.1K 88 3
                                    

Kupikir aku orang yang mudah jatuh cinta.

Aku mudah tertarik pada segala hal. Bahkan pada seorang pria asing di stasiun yang kumuh, dengan kemeja kotak-kotak dan ransel lusuh, yang tengah menggendong kucing kampung dekil penuh sayang. Pertama melihat, aku pikir aku jatuh cinta.

Kupikir, cinta sesederhana itu.

Aku menghabiskan masa remaja dengan memuja berbagai lirik lagu romantis. Berkisah tentang kisah kasih tak sampai, cinta yang bertepuk sebelah tangan, cinta yang tak direstui orang tua, cinta yang dikhianati, dan lain-lain dan lain-lain. Kubayangkan, aku sendiri yang menjadi subjek dalam lagu-lagu itu, dan menjadikan penyanyi-penyanyi lagu itu sebagai subjek cinta tak terbalasku.

Aku bisa menghabiskan satu sore dengan bertengger di pohon mangga di belakang rumah, yang batangnya sedikit rebah, sambil menyanyikan lagu-lagu roman dengan nada suara memelas, semenghayati peserta kontes menyanyi di tivi. Audiensku, tak lain dari batang-batang padi dan ular-ular sawah yang mungkin mengintip di balik rumahnya. Sementara hama wereng diam-diam menikmati suara semberku sambil takut-takut mengintai sekelilingnya, mencari pak tani dan alat pembunuh massalnya yang sering disebut pestisida.

Sementara lagu cinta yang kuhafal, kisah cintaku belum beranjak dari angka nol. Berbanding terbalik, memang. Seseorang yang kukenal selama empat tahun, mengatakan aku tak percaya cinta.

Kurasa orang itu salah. Aku tidak hanya mencari cinta dari teks filsafat dan roman picisan, tapi juga roman picisan dalam tanda kutip yang kutemukan di sekelilingku. Dari temanku yang putus-nyambung dengan pacarnya, dari temanku yang lain yang mencintai satu orang dengan waktu yang sangat lama tapi tidak mendapat balasan yang setimpal dari cinta, dari temanku yang lain lagi yang saking takutnya kehilangan pacar sampai rela memberikan apapun yang dia punya termasuk harga dirinya, dari temanku yang selalu menerapkan aturan-aturan baku seperti tata bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk setiap pacar-pacarnya, dan bahkan dari orang-orang yang tak kukenal yang kebetulan kusaksikan drama roman picisannya.

Namun ketika usiaku dua puluh satu, aku sadar bahwa hidup adalah drama. Drama yang tidak lebih dan tidak kurang seperti yang tergambar di lagu-lagu cinta dan roman picisan tanpa tanda kutip yang bisa kau temukan di rak-rak novel/fiksi di toko buku terdekat. Entah manusia yang terlalu lebay sehingga mendramakan setiap peristiwa yang dia alami sehari-hari, ataukah kelebay-an itu memang alamiah, sehingga mendorong rumah-rumah produksi untuk membuat sinetron dan film dan FTV kacangan yang kata orang-orang 'terlalu drama'.

Mungkin kita perlu meninjau lagi ketika kita menyebut suatu tayangan tivi dengan kata 'lebay'. Barangkali, kitalah yang menjadi inspirasi dari kelebayan-kelebayan tersebut. Dan jika benar, tak perlu tim penyidik untuk menentukan siapa yang paling bersalah dalam kasus ini.

Ketika aku menulis sebuah novel, editorku berkali-kali mengingatkan agar aku memperhatikan sisi kelogisan dari ceritaku. Tak boleh ada satu huruf pun yang keluar begitu saja tanpa memperhatikan logika-logika yang meliputi kaitan antar hurufnya. Setiap peristiwa harus memiliki hukum sebab akibatnya sendiri-sendiri. Tak boleh sedikitpun yang tak masuk di akal. Namun setelah kupikir-pikir dengan akal sehatku, dengan segala logika yang kuketahui, bukankah hidup manusia memang tidak masuk akal? Dan ketika hidup memang tidak masuk akal, bukankah semuanya menjadi masuk akal bahkan hal yang paling tidak masuk akal sekalipun? Dan jika seorang altruis yang tidak mau menyalahkan alam, bisa jadi kenyataan diputar-balikan. Bukan kejadian yang tidak masuk akal, tetapi justru pola pikir manusia yang terbatas. Apa yang masuk akal adalah apa-apa yang bisa dipahami—dan bisa jadi pula sekadar apa-apa yang biasa dilihat—sementara dunia ini memang tak terhingga luasnya. Manusia terlalu sombong jika mengandalkan logika dan mengklaim apa-apa yang masuk akal dan apa yang tidak masuk akal.

STATE OF MINDWhere stories live. Discover now