Rating: 21+
“Ian! Berhenti! Dasar pria maniak amo—ugh!” umpatan Karenina terhenti ketika merasakan dinginnya whipedcream dan selai blueberry di selangkangannya. Baru saja karenina ingin meneriaki suaminya dengan hinaan lain, Ferian merunduk, menempatkan bibirnya sejajar dengan daerah yang baru ia olesi dengan whipedcream.
Karenina menjambak rambut Ferian, berusaha untuk menjauhkan mulut Ferian dari bagian tubuhnya yang ia olesi oleh cream. Ini bukan oral seks pertama yang ia dapatkan dari Ferian, hanya saja ia baru bercinta selang beberapa waktu lalu dan juga belum mandi. Meski Ferian sudah membasuh seluruh badannya, tapi tetap saja bagian kewanitaannya belum bersih dari sisa-sisa kejadian tadi. Jadi, mana mungkin ia mengizinkan orang untuk ‘mencicipi’ daerah itu, meski orang tersebut adalah suaminya.
Dengan lembut namun tegas, tangan Ferian menyingkirkan tangan Karenina dari rambutnya. Dan dengan satu tangan menahan kedua tangan Karenina agar tidak menghalangi niatnya. Karenina memberontak dan menjeritkan kata-kata umpatan agar Ferian berhenti. Namun sedetik kemudian, umpatan ataupun pemikiran yang bercokol di otak Karenina musnah dalam sekejap saat bibir Ferian ada di kewanitaannya, menjilat setiap cream dan selai yang tertempel di sana. lidahnya dengan nakal masuk ke dalam selubung hangat.
Karenina mengeluh, mengerang, dan terkadang menjerit kecil, saat lidah Ferian tidak henti-hentinya menjelajahi tiap sudut daerah rahasianya. Tiap kecupan dan jilatan yang Ferian lakukan mengirim getaran nikmat ke seluruh tubuhnya. Karenina merasa bahwa hal ini sudah terlalu banyak untuk ia tanggung, tapi monster-kejam-licik bernama Ferian beranggapan lain.
Satu jari Ferian ikut berpartisipasi, awalnya hanya membelai untuk merangsang Karenina lebih jauh. Namun tidak lama kemudian jari itu menyusup ke dalam, menginvasi setiap relung kewanitaannya membuat Karenina hilang kendali dan menggoyangkan pinggulnya seirama dengan gerakan ritmis jari Ferian, berusaha untuk mengirim dirinya ke puncak kepuasan.
Saat Karenina sejengkal lagi menuju kepuasan, Ferian menarik lidah dan jarinya, membuat Karenina gagal menuju orgasme. “I ... Ian? Kenapa?” tanya Karenina yang bingung dan heran saat Ferian menggagalkan dirinya untuk meraih kepuasan yang sudah di depan mata.
“Sst ....”
Hanya itulah kata yang diucapkan Ferian, dan mengecupi seluruh wajah Karenina dengan kecupan kecil. Karenina yang gelisah karena gagal orgasme, memberontak, berusaha melepaskan kedua tangannya agar ia bisa memeluk dan membujuk Ferian untuk meneruskan apa yang tertunda. Tapi tangan Ferian menggenggamnya terlalu erat, sehingga ia sulit untuk membebaskan tangannya.
Ketika Ferian merasa Karenina sudah tenang—meski masih gelisah, ia kembali mengelus bibir kemaluan Karenina, untuk merangsangnya kembali. Setelah beberapa kali elusan, jari Ferian kembali masuk. Namun kali ini tidak hanya satu melainkan dua jari yang tidak tahu aturan itu melesak masuk, menghidupkan kembali gairah Karenina yang semula turun.
Lagi-lagi di saat Karenina akan menuju orgasme, jari itu berhenti, menyiksanya kembali dengan rasa frustasi. Karenina terisak, berharap Ferian berbaik hati menghentikan siksaan ini dan memberinya sebuah kepuasan. Melihat Ferian yang tetap diam, tak tergerak oleh isak tangisnya, Karenina memohon.
“Ian ... kumohon ....”
“Ada apa, Nina?” Ferian menaikan alisnya, seakan ia tidak mengerti apa permohonan Karenina.
“Aku mau orgasme. Kumohon ...! kumohon!” pinta Karenina tanpa mempedulikan lagi bahwa ia mempermalukan dirinya sendiri.
“Tetapi, kau mengatakan terlalu lelah dan tidak menginginkannya lagi.”
“Tidak! Aku mau! Aku tidak capek!”
Harum rhum bercampur dengan cairan kewanitaan Karenina, begitu merangsang Ferian, membuatnya memikirkan sebuah ide gila. Ia melihat Karenina yang terisak, memohon padanya untuk menuntaskan.
“Apakah saya diizinkan untuk melakukan apa pun?” tanya Ferian yang saat ini dipenuhi oleh pemikiran-pemikiran gila. Karenina yang tidak tahu menganggukkan kepalanya, menyetujui apa pun yang akan diperbuat suaminya. Ia terlalu mengingikan kepuasan, hingga tidak melihat bahwa Ferian mempunyai tujuan gila atas tubuhnya.
Ferian mengambil sebuah cherry dari potongan blackforest yang ia letakkan di meja. Dengan sebelah tangannya, ia membuka bibir kemaluan Karenina, sementara satunya lagi memaksa buah cherry itu masuk ke dalam tubuh Karenina. kewanitaan Karenina yang sudah lembap, mempermudahkan buah itu masuk hingga hanya menyisakan untaian batang yang menjulur keluar.
“I-ian kamu mau apa!?” Karenina tersentak, memberontak, saat ia sadar apa yang tengah suaminya lakukan.
“Kau bilang saya boleh melakukan apa pun.”
“Ta-tapi ....”
Tanpa mempedulikan protes yang Karenina keluarkan, Ferian menaik keluar buah cherry itu keluar. Karenina mengeluh tanpa bisa dicegah. Saat buah tersebut hampir keluar sepenuhnya, Ferian memasukan lagi ke dalam kewanitaan Karenina dengan jarinya. Karenina mengigit bibirnya, berusaha mencegah mulutnya mengeluarkan eragan nikmat akan hal ini.
Demi Tuhan ... saat ini ia sedang disetubuhi suaminya melalui sebuah cherry! Ini amoral!
Walau dengan semua pemikiran itu pun, Karenina tidak bisa menghentikan getaran nikmat yang ia rasakan di antara semua perbuatan ini. Malah tindakan suaminya yang bisa dikatakan melenceng malah memberikan sebuah kenikmatan yang tidak ia rasakan sebelumnya. Tak lama setelahnya, Ferian menaik keluar seluruh cherry tersebut dari rongga kewanitaan Karenina, dan menggantikannya dengan dirinya. Karenina menjerit nikmat, saat ia merasakan Ferian memenuhi dirinya.
Cherry yang tadi bersarang di kewanitaan Karenina, sekarang berada di mulut Ferian dan Karenina secara bergantian melalui sebuah ciuman.
Blackforest - Selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Rahasia [Rangkaian Keluarga Wijaya]
RomanceKompilasi rasa dari sebuah rahasia.