Prologue

142 12 13
                                    

Kabut tebal memenuhi setiap jalan gadis tersebut. Ia terus berjalan tanpa tahu akan apa yang terjadi selanjutnya. Terkadang hatinya selalu ragu untuk kembali. Tetapi ia terus meneruskan langkahnya.

Semakin lama ia berjalan, tubuhnya semakin gemetar. Tiba - tiba napasnya menjadi sedikit tertahan. Berjalan semakin dalam menuju kabut, Membuatnya semakin susah untuk menghirup udara segar.

Tetapi rasa penasarannya sudah tak tertandingi lagi. Ia tak bisa membendung semua perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Tangannya mengepal kuat. Membuat keyakinannya menjadi lebih kokoh.

Tiba - tiba angin berhembus lebih kencang. Membuat tubuhnya tak mampu lagi untuk terus berjalan. Tetapi ia selalu mencoba untuk berjalan dengan sekuat tenaganya.

Rambutnya yang terurai menjadi berantakan. Gaun birunya yang menjulang rapih menjadi tak bergeming. Matanya selalu mencoba menatap apa yang ada di depannya.

"Senna..."

Samar - samar ia mendengar sebuah suara memanggil namanya. Ia cukup terkejut, namun ia tetap terus berjalan. Ia yakin bahwa suara itu berasal dari dalam kabut itu.

Perlahan - lahan angin membawa sebuah serpihan kaca. Gadis tersebut mulai gelisah. Tubuhnya mulai terkena oleh serpihan kaca tersebut.

"Akhh..." Setiap kali kaca menusuk dirinya. Ia terus berteriak dan tetap berjalan.

Semakin banyak kaca yang menusuk dirinya. Maka semakin banyak darah yang ia keluarkan mengalir dari dalam tubuhnya.

Rasa sakitnya tidak akan mampu untuk menghancurkan tekadnya. Ia tidak peduli. Walaupun perlahan tubuhnya mulai melemah. Ia akan terus berjalan seolah telah terbiasa dengan rasa sakit yang menimpa dirinya saat ini.

Kakinya semakin tak mampu untuk membopong tubuhnya. Ia tersungkur jatuh menghadap tanah. Gaun birunya menjadi lusuh dan sedikit terkoyak akibat serpihan kaca yang terus menusuk tubuhnya.

"Senna... Tolong aku."

Ia kembali mendengar suara dari dalam kabut tersebut. Mendengar akan hal itu. Dirinya mencoba untuk bangkit dan terus berjalan menuju tujuannya saat ini.

"Bertahanlah! Aku akan datang." Gadis itu berusaha memberikan jawaban akan suara yang ditunjukan pada dirinya.

Namun apa daya. Tubuhnya tidak mampu lagi untuk berjalan. Hingga ia merangkak dan tetap terus berusaha merangkak walaupun serpihan kaca yang menusuk dirinya menjadi semakin membuat tubuhnya hancur.

Serpihan kaca masih terus datang bersama angin yang berhembus dengan tidak tenang. Perlahan - lahan ia merasa tidak sanggup lagi untuk merangkak. Air mata keluar dari pelupuk matanya. Ia menjerit menangis sepuas - puasnya.

Ia tahu bahwa ia tidak akan bisa menolong temannya. Tetapi ia sangat yakin bahwa temannya sangat membutuhkan dirinya. Serpihan kaca yang muncul menandakan seberapa banyak penderitaan yang di alami oleh temannya tersebut.

Angin yang berhembus cukup kencang menandakan bahwa emosi yang di alami temannya cukup tak terkendali. Jiwanya selalu meminta tolong akan keadaan yang di alaminya.

Kabut tebal yang menghalangi jalan membuat siapapun tersadar bahwa kehidupannya cukup kelam. Sehingga ia tidak mampu menahannya seorang diri.

Suara yang memanggil namanya seakan jawaban bahwa dirinya yang sangat dibutuhkan oleh temannya saat ini.

Namun gadis itu tersadar ia tidak cukup mampu membantu temannya. Meraih ke dalam pelukannya. Ia sendiri tidak mampu untuk menolong dirinya. Ia sadar akan hal itu.

Perlahan - lahan keadaan menjadi lebih tenang di karenakan sebuah cahaya yang tiba - tiba muncul di hadapan gadis tersebut. Ia tidak terkejut. Ia tetap menangis dan semakin terisak. Ia sudah tak sanggup menatap apa yang ada di depannya sekarang.

Namun perlahan - lahan ia merasa serpihan kaca yang menusuk dirinya telah hilang bersama dengan rasa sakit yang ada menimpa pada dirinya. Lalu ia merasa tubuhnya terangkat perlahan.

Tubuhnya terangkat dengan sendirinya. Melayang jauh menuju cahaya tersebut. Kabut yang menghalangi jalannya sudah tak lagi terlihat. Angin yang kencang sudah tak lagi terasa.

Ia melayang jauh tinggi terbang menuju awan dan semakin lama semakin dekat dengan cahaya tersebut. Wajahnya yang pucat menjadi bersinar. Darah yang menyelimuti dirinya sudah tak terlihat lagi. Tubuhnya terus melayang dengan sendirinya.

***

Samar - samar gadis itu membuka matanya. Pertama kali yang terlihat adalah sebuah lampu gantung yang berada di langit - langit kamarnya.

Gadis itu bangkit dan duduk di tepi tempat tidurnya. Ia yakin bahwa kali ini penglihatan yang ia rasakan adalah penglihatan temannya yang sekarang telah meninggal akibat penyakit yang di deritanya.

"Jocyline... Aku harap kamu tidak lagi mengganggu tidurku. Aku sudah berusaha menyelamatkanmu semampuku. Tapi kau sudah lihat bukan? Aku tak mampu."

Gadis itu berbicara seorang diri di dalam kamarnya. Ia yakin bahwa temannya, Jocyline telah mendengar suaranya. Lalu ia berdoa agar arwah temannya dapat tenang di alam sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gadis Penangkal MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang