"AALIYAH! BANGUN!"
Ya begitu lah setiap pagiku. Selalu saja diawali dengan teriakan dari bunda. Orang memang selalu menyebutku sleepyhead. Hobiku memang menghabiskan waktu bermesraan dengan tempat tidurku. Aku sudah memasang alarm, bahkan 3 sekaligus, tetapi tetap saja aku sulit untuk meninggalkan tempat tidurku. Aku melihat jam di hp ku yang menunjukkan pukul 9. Lebih baik aku segera bangun, atau aku akan segera diserang lagi oleh teriakan bunda.
"AALIYAH! AMPUN DEH."
"IYAA BUN AKU UDAH BANGUN AMPUN BUN AMPUN."
Tuhkan. Apa aku bilang. Setelah dirasa nyawaku sudah terkumpul semua, aku segera masuk kamar mandi dan membasuh mukaku. Kemudian, aku langsung menghampiri bunda di dapur untuk membantunya memasak. Karena hari ini hari minggu, bunda memang selalu membuat sarapan untuk kami sekeluarga.
"Pagi, bunda." Ucapku seraya memeluk bundaku. Kupikir ini adalah jurus ampuh untuk menenangkan kebetean bunda.
"Aduh Aaliyah, kenapa sih kamu susah banget bangunnya? Kamu ini perempuan, dan sudah besar kan. Tidak baik anak gadis bangun siang." Tipikal ocehan ibu-ibu.
"Maaf bun, aku juga nggak tau kenapa aku susah banget buat bangun. Lain kali aku bakal coba lebih pagi lagi deh, bun?"
"Ngomong gitu aja terus tiap hari, untung bisa banget kan bangun lebih pagi," sindir bundaku. "Yaudah, sekarang kamu tolong bangunin Ilham ya? Sarapannya sudah siap."
"Oke bunda." Jawabku.
Aku pun lantas bergegas ke kamar Ilham, yang notabenenya adalah kakakku. Aku memang hanya 2 bersaudara. Ilham, kakakku, dia juga sulit bangun pagi sama seperti halnya aku. Mungkin ini yang dinamakan keturunan? Siapa tahu?
"Kak Ilham?" Ucapku seraya mengetuk pintu kamarnya.
"Iyaa Al, masuk aja." Teriaknya dari dalam.
"Tumben udah bangun, kakak kesambet apaan?" Kulihat dia sedang duduk menghadap laptopnya, serta menyetel lagu hacep dengan speaker.
Ia menoleh padaku, dan melirikku dengan sinis, "kamu mah suka gitu kan, aku mah emang udah bangun daritadi. Kamu aja yang gatau."
"Hehehe iya ya?" Tawaku dengan garing, sebelum emosinya semakin memuncak, "yaudah kak, turun yuk, kata bunda sarapannya udah siap."
"Oke, aku matiin ini dulu ya." Ia pun mematikan lagu hacepnya lalu mengikutiku berjalan ke ruang makan.
Setelah sarapan, aku segera melangkahkan kaki ini ke kamarku. Setelah ingat bahwa hari ini hari minggu, aku berencana untuk bermalas-malasan di kamarku seharian. Aku sangat suka bermain social media. Kemudian aku meraih hp ku yang tadi ku letakkan di meja lalu menghempaskan tubuhku ke kasur. Aku mengecek notifikasinya.
63 Line, 5 Snapchat, 2 Askfm, dan 3 missed call.
Pertama-tama, aku membuka aplikasi line, paling hanya ada line dari official account atau group.
Benar saja, ada banyak line dari official account. Lalu aku scroll jendela chat untuk melihat chat lain. Ternyata aku menemukan chat dari Adit. Mau apalagi sih dia?
Chat dari Adit akhirnya hanya aku diamkan, bahkan aku pun tidak membacanya. Mengapa dia terus-terusan menghubungiku?
"Aal, plis maafin gue 😰"
Itu chat terakhirnya. Amit-amit. Buat apa aku nanggepin orang yang udah nyakitin aku.
Aku pun beralih ke aplikasi lain, snapchat sepertinya dapat menghiburku dan membuatku melupakan masalah Adit. Berbagai snapchat konyol di story teman-temanku berhasil membuatku tertawa. Selanjutnya, aku membuka aplikasi instagram. Di instagram, saat aku sedang meng-scroll explore, tiba-tiba aku melihat foto seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Be Alone
Teen FictionAaliyah, seorang anggota ekskul KIR yang manis bak gulali, dipertemukan dengan Iqbaal, seorang ketua tim basket super cool yang fansnya bertebaran, hanya karena sebuah social media. Apakah itu sebuah anugerah? Atau malah menjadi sebuah musibah? "Tak...