Rendi [2]

75 2 1
                                    


Aku yang tidak mempunyai bakat olahraga ini mencoba menangkap handuk yang dilemparkan Kak Rendi. Tanganku gelagapan tidak karuan. Kak Rendi melihatku dan tertawa. "Oh tidak! Fan servicenya mulai lagi!" Jeritku dalam hati.

Suaranya benar benar membuatku meleleh bak mentega diatas wajan. Tubuhku menghangat. Entah ekspresi apa yang kukeluarkan saat ini, aku tak peduli. Mungkin aku terlihat seperti manusia idiot yang baru saja menemukan sesuatu. Aku tidak bisa menjaga imageku didepan Kak Rendi. Bibirnya. Ada apa dengan bibirnya? Apa yang kupikirkan? Apa aku sudah kehilangan akal sehatku? Alika Hartanta! Jangan lepas kendali!

"Alika? Kenapa?" Tanya Kak Rendi

"Ha? Oh! Gak apa apa.... I'm fine! " Sial... jawaban macam apa ini?

Kak Rendi tertawa kecil. Lesung pipit di pipi bagian kanannya itu memikat sekali! Arghhh! Alika, Sadarlah!

"Cepetan gosokin handuknya..... Kalo aku masuk angin jadi salahmu ya? "

Aku menjinjit untuk meraih meraih rambutnya. Kak Rendi tersenyum dan menundukkan kepalanya agar aku bisa mengeringkan rambutnya. Aku menggosok pelan, sesekali menyentuh rambut lembutnya yang basah itu. Aku berhenti sejenak. Tidak mungkin orang sesempurna Kak Rendi ini jomblo! Aku perlahan-lahan terbangun dari buaian imajinasiku.

"Aku jomblo loh. Jadi tenang aja gak ada yang bakalan cemburu, hehe."

Dia baru saja membaca pikiranku? Seram.

"Ih, pede amat!" Celetukku.

Dan, aku mendengar suara mobil. Mobil itu pergi meninggalkan sekolah. Mobilku. Sejak kapan?

Aku berlari mengejar mobil dan meneriakkan nama Pak Satrio. Sayangnya mobil itu terlalu jauh. Dering hapeku berbunyi. Ada pesan.

Makanya kalo dipanggil itu jangan dicuekin!

ANDIKA. Berani-beraninya dia meninggalkanku. Padahal, aku sudah berbaik hati menunggunya sampai jam segini. Cih.

"Kenapa dek?"

Dia baru saja memanggilku dek. Dan dia melakukannya dengan nafas yang sedikit terengah-engah. Fan servicenya benar-benar profesional! Aku menceritakan semua yang kualami barusan pada Kak Rendi. Dengan raut wajah yang abstrak. Jaimku gagal lagi.

"Yaudah, mau dianter pulang?" Ujarnya

"Ah, gak apa kak, aku bisa pesen taxi."

"Rumahmu dimana dek?"

"Di Perum Cendana. Rumah nomor 3." Jawabku singkat.

Kak Rendi kembali ke lapangan dan mengambil tasnya sembari melambaikan tangannya kepada anggota tim lainnya lalu pergi ke parkiran. Tiba-tiba sosoknya berada di depanku dengan sebuah motor yang maskulin.

"Alamak!" Teriakku pelan

"Naik." Ucapnya

"Ah, gak usah kak, aku gak ap- ......"

Dia menarik tanganku dan menyodorkan jaket miliknya. Padahal dia sendiri memakai baju t-shirt tipis dan basah karena keringat. Aku menggelengkan kepalaku tetapi percuma saja, ia memakaikan jaket itu padaku.

"Udah, gak usah banyak cing cong. Naik."

Aku menurut dan naik ke jok motornya. Dia mengambil kedua lenganku dan melingkarkannya pada pinggangnya. Gawat! Jika ia menatapku sekarang, aku akan terlihat seperti kepiting rebus.

"Rumah kakak dimana? Emang sejalur sama rumahku? " tanyaku
"Di Jalan Perak. Kenapa?"

Kalau dari rumahku ke Jalan Perak itu memakan waktu 25 menit! Dan jalannya memutar, belum lagi disana daerah macet. Aku mengomeli Kak Rendi karena alasan itu. Kak Rendi hanya memperlihatkan giginya saat kumelihat kaca spion.

"Udah nyampe nih, Miss Cingcong."

Berarti aku mengomelinya selama perjalanan. Bagus Alika, kau sudah memberikan kesan buruk pada Kak Rendi. Entah impianmu bersama Kak Rendi itu akan terwujud atau tidak. Hah, lenyaplah sudah.

"Makasi kak. Maaf udah ngomel ga jelas"

Aku turun di depan gerbang rumahku. Saat aku mau memasuki areal rumah, Kak Rendi memberhentikan langkahku.

"Makasih doang? Itu aja?"

"Emangnya ada apa la- "

"Ciumnya mana?" Ucapnya dengan sorot mata yang menggoda

"Hah?"

Kak Rendi memejamkan matanya dan menungguku untuk bergerak. Aku menarik tangannya dan dengan secepat kilat mencium pipi kirinya. Dia kaget, tapi sepertinya ia tidak puas dengan apa yang kulakukan.

"Pipi doang? Nggak di-..." kata-katanya terpaku saat melihat wajahku yang merah padam. Sekarang ia terlihat sangat puas. Ia tertawa kecil sambil menampakkan lesung pipit andalannya itu.

"Sampai ketemu minggu depan!" Teriakku sambil berlari melewati halaman depan rumahku. Aku menaiki tangga dan memasuki kamarku. Kak Rendi menutup gerbang pintu untukku dan melambaikan tangannya kearah jendela kamarku. Lariku cepat juga ya, mungkin karena kekuatan gelagap?

Aku membaringkan diri di kasurku. Aku baru menyadari suatu hal. Jaket. Iya, jaketnya masih kupakai sampai sekarang. Tercium aroma badan dari Kak Rendi. Bau keringat. Haha.. jika ini adalah sebuah cerita novel, mungkin baunya berubah menjadi bau parfum ciri khas sang pemeran laki-laki.

Haah.... hari ini adalah hari tebaik dalam sejarah percintaanku. Thanks Andika! Ternyata jahilmu ada gunanya juga.

-to be continued-

Halo readers! Ceritaku makin lama makin panjang ya? Maaf ya kalo kalian bosen ditengah jalan... hehe ^^

Jangan lupa kritik dan sarannya ya!

snow_akira



























KatastrofeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang