The Past Stays in the Past

45 2 0
                                    

" Bye, jomblo! :p " teriak Alika tepat di samping telingaku. Mentang- mentang baru laku aja langsung ngejek orang. Cih!

Saat keluar dari mobil, Ia sudah disambut oleh Rendi, ksatria berkudanya. Dia melambaikan tangan pada Alika lalu menyapaku. Ah, aku benci pacaran. Membuat semua tenagaku terkuras.

Aku naik ke ruang kelas bersama gerombolan teman-temanku.
Sayup-sayup terdengar suara sepatu hak yang lalu lalang.

" Bro! kode merah bro! nenek lampir dateng! " sahut Gilang, sohibku.

"Haaaaah........ " aku menghela napas. Hari ini akan menjadi hari yang melelahkan. Suara sepatu hak itu bagaikan pembawa bencana setiap mengeluarkan suaranya di lorong depan kelasku. Nikita mantanku telah datang dengan segala kesialan. Tamatlah aku.

"Dika sayang...." ujarnya sambil mendekati mejaku.

Oh Tuhan, cabut saja nyawaku ini. Aku sudah tidak sanggup lagi. Padahal, dulu aku jatuh bangun mengejar cewek ini. Entah apa yang merasuki diriku, bisa-bisanya aku pernah jatuh cinta dengan lintah darat berwujud nenek lampir ini? Lihat aja penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku
kasihan pada semua laki-laki yang ia goda untuk mendapatkan gelimang itu.

"Kamu mau apa? Duit? Tas?" Tanyaku sinis.

"Ih, jangan jahat gitu dong sayang... aku lagi bosen nih sama pacar aku yang baru.... aku maunya sama kamu..."

Cih. Giliran ada maunya dipanggil sayang, kalo gak ada langsung dianggep kayak sampah. Aku juga pernah melewati masa masa yang sekarang dilewati oleh pacar baru si nenek lampir ini. Dulu dia mau menerimaku hanya karena aku anak futsal dan dia bisa numpang tenar.

"Balik sana! Aku udah bukan siapamu lagi kan? Waktu itu kamu bilang aku boring. Cari aja cowok lain yang mau ngeladenin kamu." Ucapku.

"Aku kan waktu itu cuman pengen ngetes kamu aja yang... aku gak beneran minta putus...."

"Udah ya, aku gak mau lagi berurusan sama kamu. Bye."

"Dik-..."

Aku menutup pintu kelasku lumayan keras. Aku mungkin terlihat seperti seolang lelaki yang tidak punya hati. Aku punya hati, tapi untuk apa aku menguras kesabaran dan toleransiku hanya untuh meladeni orang itu.

Nikita terdiam di depan pintu kelasku dengan tangan terkepal.

"Awas aja kamu Dika! Kamu pasti bakal ngejar ngejar aku lagi! Aku bakal bikin kehidupan cewe yang deket deket sama kamu sengsara! Gak ada yang bisa milikin kamu kecuali aku! "

" Dik, nenek udah pergi tuh! Sambil sewot ngucapin mantra! Doa aja banyak banyak biar gak kena pelet lagi " canda Gilang.

Hari-hariku berjalan seperti biasa setelah kejadian itu. Tapi, ada suatu hal yang membuat hatiku panas. Alika dan Rendi.

Sejak dulu, aku dekat dengan Alika. Dia curhat padaku, berbagi suka dan duka, canda tawa, tangis sendu dan amarah yang menggebu dalam dirinya. Aku tahu betul sifatnya dari A sampai Z. Aku yang selalu berada di sisinya setiap saat, setiap hari dan setiap waktu.

Aku mungkin bukanlah adik yang bisa mencurahkan rasa sayang secara gamblang di depannya. Aku memang tidak bisa menuangkan segala rasa sayangku pada kakakku itu. Tapi entah kenapa, aku merasa dikhianati olehnya saat dia menggandeng Rendi sebagai penggantiku.

Kosong. Hampa. Itu yang kurasakan selama ini. Aku bahagia melihat Alika senang. Tetapi, aku harus pandai menyembunyikan rasa cemburu dalam lubuk hatiku. Aku ingin merestui mereka, tapi itu mustahil.

Karena ada sesuatu yang harus kupikirkan terkait janji waktu kecil dahulu.....

-to be continued-

Hai readers! Maaf ya aku lama banget ngelanjutin cerita ini soalnya aku sempet lupa idenya kaya gimana hehe.... makasi ya udah follow cerita ini sampe chapter ini. Aku bakal lanjutin cerita ini sampai habis secepatnya. Mohon dukungannya!

snow_akira






KatastrofeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang