A Hope In My Shoes.

720 12 4
                                    

Jari- jemariku meraih sebuah buku.

'Wish you know, dear'

Sebuah novel oleh pengarang ternama saat ini.

Cara ia menyampaikan ceritanya begitu klasik, namun dalam kemasan modern.

Aku baru menggilai bukunya beberapa minggu ini.

Pikiranku terpaku, terbawa dalam cerita itu sampai bel masuk bunyi.

Sekitarku seakan hilang.

Momen itu rasanya damai sekali.

Hanya ada aku dan buku itu.

Semua masalahku hilang lenyap untuk sementara waktu.

(Tanpa diketahui, sepasang mata terus memperhatikannya, sekali- kali, sampai bel berbunyi.)

Tanganku menutup buku itu.

Well.
Aku puas. Tinggal setengahnya lagi dan buku itu kutaklukan.

Aku masih agak sedih tapi.
Kenapa Oderon harus mati? Ia saudaranya! Kenapa ia harus dibunuh juga!? Dan, Owena itu! Harusnya ia menggunakan kekuatannya! Agh.

Huf. Baru sebentar aku menikmati kesenangan, kegelisahan itu merayap lagi kepadaku. Mencengkram aku sekuat- kuatnya, tak melepaskan.

Pintu perpustakan, itu kubuka, sambil meraih sepatuku di rak.

Sebuah kertas menyembul keluar.
Kuambil, kubaca.

"Wajahmu adalah sebuah seni.
Diukir begitu rupa, dihiasi begitu rupa, sampai2 seorang pria jatuh hati.

Aku... menyukai buku. Benda mati itu sudah menjadi makananku setiap harinya. Dan, sepertinya kau juga begitu."

-A-

DIA ADA DISINI TADI?!

Scandalous interestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang