Epilog

2.8K 165 0
                                    

Bandung.

Kota manis yang telah memberiku kebahagiaan baru selama 5 tahun belakang ini.

Teman baru, sekolah baru, suasana baru. Dan semuanya baru.

Aku bahkan telah lulus kuliah dan bekerja. Menjalani hidup sederhanaku hanya berdua dengan Jihan adikku.

Ya, setelah kurang lebih dua tahun aku tinggal bersama Tante Nisa.

Aku memutuskan untuk mencari rumah minimalis untukku dan Jihan.

Kami saling mengisi, mengerti, dan menyayangi.

Jika ada masalah. Kami akan saling terbuka.

Berkata jujur satu sama lain.

Oh ya, Jihan sudah kelas 3 semester akhir tahun ini. Dia anak yang pintar.

Nilai akademisnya sangat baik.

Dia juga mandiri. Dan aku tidak terlalu kesusahan mengurusnya.

Sesekali aku menghirup udara pagi yang segar.

Embun-embun masih menempel lekat pada daun.

Mereka begitu setia walau saat matahari tiba. Mereka akan berpisah karena takdir telah mencatatnya demikian.

Tapi mereka tidak mengeluh sepertiku.

Ya sepertiku...

Aku merindukan Pandu...

Dia tidak menghubungiku dua tahun belakangan ini.

Entah apa yang terjadi padanya. Hanya saja, menurut Bobby. Keluarga Pandu pindah ke Belanda.

Dan aku berusaha keras mengerti dan melupakannya.

Tapi tidak bisa. Dia telah mengakar dan tumbuh di hatiku.

Bahkan angin dan badai pun tak bisa mematahkannya.

Aku pikir Pandu sangat jahat padaku. Dia bilang dia akan datang menemuiku. Dia bilang aku harus menunggunya.

Aku menepati janjiku. Tapi dia? Dia menelan janji miliknya bulat-bulat.

"Kak!" Suara Jihan yang berdiri di sampingku membuatku tersenyum.

Dia adalah ibu baru untukku. Dan sebaliknya begitu.

"Kak Pandu lagi?" Tanya Jihan hati-hati. Dia mungkin tidak ingin membuat kesedihanku bertambah.

Tapi seakan merasa lelah. Rasa sakit itu telah terbiasa hadir dalam diriku. Dan dengan mudah aku bisa mengendalikannya. "Hmm..."

"Sabar Kak. Kalau kak Pandu merasa cintanya hanya untuk Kakak. Dia pasti kembali"

Jihan mungkin benar. Pandu akan kembali.
Dan aku harap saat itu kesabaranku masih tersisa untuknya.

*

Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan. Beberapa kline memarahi terus-terusan karena ketidakpuasannya.

Jadi sebaiknya aku mengguyur kepalaku dengan air shower dingin. Merasakan terpaan kesejukan yang akan menimpaku nanti.

Suasana rumahku gelap tidak seperti biasanya.

Aku panik seketika. Bayangan ibu yang tergeletak dengan darah membuatku berlari dengan tergesa-gesa ke dalam rumah.

Menekan tombol lampu rumah dan sial!

Suasana rumah itu kacau. Persis seperti apa yang ku alami dulu.

Kakiku segera berlari ke segala ruangan. Mencari Jihan ke segala penjuru rumah. Tapi tidak ada.

Aku hanya menemukan satu buah surat dengan noda darah sebagai tintanya.

Badboy I Love You! [1/7 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang