Five

84 11 0
                                    

Entah apa yang terjadi pada Lea. Tidak seperti biasanya, Lea bangun di pagi buta. Tanpa deringan alarm ataupun di bangunkan.

Lea duduk di tepian kasurnya. Mengusap wajah dengan kedua tangan. Saat merasa fokusnya penuh, Lea beringsut ke kamar mandi dan setelahnya beribadah.

Kembali Lea duduk di tepian kasur dan mengambil ponselnya di nakas. Iseng, Lea membuka salah satu jejaring sosial medianya. Memutar feed yang ada di instagram. Tak disangka, Lea melihat postingan dari @ayacrlzn.x dengan seorang lelaki yang membuat pikirannya mulai terdampar pada saat..

"Eh, sorry sorry. Gue gak senga..." 

"Kalo jalan tuh jangan cuman pake kaki aja, tapi mata lo juga di pake."

"Ini 'kan cowok yang nabrak gue," bisik Lea.

Saat penasaran, jiwa stalker Lea pun beraksi.

Tap

Tag yang ada di foto pun muncul, @azlan_nf . Lea membuka profile dari lelaki tersebut.

Tidak ada yang aneh, foto yang ada di sana hanya beberapa. Foto dengan seorang ibu paruh baya, dan caption 'beloved mom'. Foto yang sedang merangkul pinggang seorang perempuan berambut sebahu dengan mesra dan foto dengan teman-temannya. Bisa ditebak bahwa lelaki ini tidak suka berfoto.

Tersadar akan sesuatu, Lea pun kembali menaruh ponselnya di atas nakas. Sesegera mungkin melangsungkan mandi dan bersiap ke sekolah.

Tak butuh waktu lama bagi Lea untuk bersiap, kini ia sudah rapi dengan seragam dan mulai menuruni anak tangga serta menuju ruang makan.

"Pagi Ma, Pa." Sapa Lea.

"Pagi Sayang." Ucap keduanya.

Setelah duduk dengan baik, Lea pun menjangkau roti yang ada di meja dan mulai mengolesi dengan selai cokelat kesukaannya.

"Tumbenan kamu jam segini udah bangun," ucap Tata seraya melirik Rayez dan beralih pada Lea, seolah mengisyaratkan melalui mata.

"Iya dong, Lea gitu" ucap-nya santai  membanggakan diri sambil memasukkan roti ke dalam mulut.

Tata dan Rayez hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum melihat tingkah anak tunggal mereka tersebut.

---

"LELEEEAAAA!!" Suara cempreng yang selalu menghiasai hari-hari Lea. Aya.

Lea menoleh ke belakang dan melihat Aya tengah berlari ke arah nya. "Apaan?" Ucap Lea dengan ciri khas nya-ketus. Lea tetap melangkahkan kakinya menuju kelas.

"Lo itu ya, gue panggil bukannya berhenti malah lanjut jalan. Huh, dasar LELE KETUS!" Gerutu Aya dengan menekankan kata kata 'ketus'.

Dan seperti biasa Lea tidak pernah menggubris ucapan Aya. Lalu melanjutkan langkahnya. Bersama Aya tentunya.

Baru beberapa melangkah, mereka bertemu dengan Azlan. Lea memperhatikan dengan sudut mata, bahwa Azlan melemparkan senyum kepada Aya. Namun entah perasaan Lea saja atau bagaimana, Aya terlihat salah tingkah.

Yaudah sih bodo amat.

Lea menaikkan bahunya seolah tak peduli dan terus berjalan menuju kelas.

----

Bel istirahat pun berbunyi. Semua siswa pun langsung memenuhi kantin. Tak jauh berbeda dengan Lea dan Aya, yang langsung menuju kantin.

Saat mereka sibuk dengan makanan masing-masing, tiba-tiba Azlan datang dan langsung duduk di hadapan mereka. Sontak Aya dan Lea langsung menghentikan geraknya dan melirik Azlan, bingung.

"Hai..." Sapa Azlan dengan senyum pada keduanya.

"Hai, Zlan." Balas Aya. Dan setelahnya melirik pada Lea yang menaikkan bahu bertanda tak peduli.

"Gue gabung boleh ya?" Tanya Azlan ragu.

"Boleh," ucap girang Aya. Sesaat kemudian, Aya menyikut Lea yang ada di sampingnya yang sedang melahap baksonya. Lea pun tersontak dan melirik Aya dan Azlan secara bergantian. "Oh boleh, duduk aja." Ucap Lea singkat.

"Thanks," ramah Azlan.

Mereka bertiga pun makan dalam diam. Hanya riuh suara kantin yang terdengar. Hingga seorang lelaki menghampiri mereka.

"Sorry gue ganggu, tapi gue pinjem Aya bentar boleh ya?" Ucap Vino meminta izin pada Azlan dan Lea. Dibalas anggukan oleh keduanya.

"Bentar ya," Aya berlalu untuk sesaat.

Azlan dan Lea. Canggung pun menyeruak di antara mereka.

"Lea...?" Azlan mencoba memecah keheningan diantaranya.

Lea yang merasa terpanggil itu pun mendongakkan kepala menatap Azlan.

"Hm?" Tetap dengan wajah datar yang diperlihatkan Lea. Tanpa senyuman. Seperti sangat sulit baginya untuk tersenyum. Seolah menarik ujung bibirnya itu terasa berat.

Seketika itu Azlan gugup. Pantas saja ia gugup. Siapa juga yang tidak gugup saat berdekatan dengan perempuan dingin seperti Lea? Ketus dan bermata tajam nan menusuk. Mengerikan.

Azlan merintis dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eng..ituu.. Kita belum kenalan," dengan ragu Azlan kembali menatap Lea.

Lea menaikkan sebelah alisnya. "Trus?" Seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

"Jadi, gue mau kenalan sama lo. Boleh ya?" Tanya Azlan semangat.

"Gak." Tolak Lea dan memakan baksonya kembali.

"Loh? Kok gak? Tapi 'kan gue mau kenalan sama lo," Azlan menaikkan satu tingkat oktaf suaranya.

"Kok lo yang nyolot? Gue 'kan gak mau." Ucap Lea dengan menekankan kata 'gak'.

"Tapi gue mau.." Ucap Azlan melembut.

"Gak pe-du-li."

"Tapi gue peduli."

"Terserah."

"Yaudah kalau gitu, gue bakal nunggu sampe lo mau dan penduli," nyerah Azlan untuk saat ini. Mungkin kalin kali. Tambahnya membatin dan menyunggingnya senyum pada Lea.

Lea hanya membalas dengan memutarkan kedua bola matanya dan menghela nafas kasar.

Lea yang dingin. Siapa pun yang baru mengenalnya pasti sudah mengira bahwa perempuan sejenis ini pantas untuk tidak didekati. Atau, membuang waktu saja bila didekati? Iya, itulah pendapat sebagian orang tentang Lea. Mereka lebih baik menjauhi Lea agar lebih aman katanya. Mereka merasa jika mendekati Lea itu sama saja membangunkan harimau dari tidurnya. Menyeramkan. Bukan, bukan menyeramkan dari segi wajah atau yang lainnya. Tapi, sifat Lea yang sensitive dan mudah terpancing emosi.

Namun, itu semua tidak lagi berlaku untuk Azlan. Tak tau mengapa, Azlan sangat ingin untuk mengenal Lea. Mengenal lebih jauh. Atau mungkin ingin memberikan suatu kehangatan yang bisa melelehkan es yang ada di diri Lea? Nah, tepat.

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang