N/A : untuk lebih mendapatkan feel dari ceritanya disarankan mendengarkan lagu Taeyeon - Farewall. *biar pada nangis* "huh.. lebay" #plak.
Skip... enjoy reading~~Taeyeon POV
Setelah hari itu berlalu, dimana aku menciumnya dan bukit hijau tersebut menjadi saksi bisu dimana kisah kami dimulai. Sejak hari itu kami semakin dekat menjadi sepasang kekasih tanpa status. Iya, aku belum menyatakan perasaanku kepadanya tapi aku sangat nyaman seperti itu. Entah mengapa kurasa hatiku merasakan bahwa dia juga mencintaiku dan bisa menerimaku apa adanya.
Sekarang aku duduk terpaku pada kertas-kertas yang bertuliskan sebuah lagu-lagu ciptaanku. Sejak lulus dari SMA setahun lalu aku memutuskan untuk melanjutkan kuliahku di luar negeri karena tuntutan kedua orang tuaku dan aku sangat ingin menjadi penyanyi sekaligus pianis mengikuti jejak ayahku. Karena itu aku sekarang sedang dibuat gila oleh dua pilihan itu. Antara dirinya dengan cita-cita kedua orang tuaku.
Kuremas rambutku dengan kedua tangan yang bersimpu di meja kerjaku dengan frustasi. Lalu aku mendongak keatas. Menatap langit-langit kamarku. Aku memejamkan mataku sebentar lalu tak terasa air mata mengalir tanpa diberi perintah olehku.
Sakit..
Hatiku sakit, sakit karena harus meninggalkan dirinya. Karena harus merelakan orang yang aku cintai demi cita-cita yang sekarang ada didepan mataku. Aku menggigit bibir bawahku mencoba meredam isak tangisku. Aku bersyukur malam ini hujan turun dengan lebat, jadi suara tangisanku tidak terdengar hingga keluar kamar. Aku sudah menduga ini akan terjadi ketika aku terlalu menjadi anak yang penurut kepada ayahku. Aku juga tidak bisa langsung menolak permintaan dari ayahku yang memintaku untuk segera menerima beasiswa tersebut dan kuliah di Canada.
Aku sudah memikirkan caranya bagaimana aku bisa terus terhubung dengan dirinya. Tapi itu sangat mustahil mengingat aku akan sangat sibuk sampai aku lulus dari Universitas nanti karena tuntutan pekerjaan yang aku jalani sekarang dan belum lagi harus mengurusi studio musik yang diwarisi oleh ayahku kepadaku. Meski beban yang kutanggung ini sungguh berat. Dirinya sudah sangat cukup membuat diriku hampir bisa melewati semuanya.
Tertekan.. iya, aku akui aku sangat tertekan saat ini. Aku tidak bisa terus bersandar padanya dan juga tidak bisa menyakiti dirinya dengan kesibukan diriku semenjak aku lulus dari sekolah.
Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tahu apapun ,tanpa alasan apapun. Pertanyaan itu terus berputar bagaikan kaset rusak di kepalaku.
Aku membuka kedua mataku dan menatap jendela yang ada persis disamping kananku. Kutatap ribuan tetesan air yang jatuh dari langit kelam itu ke tanah dari jendela. Aku bangkit dan berjalan mendekati jendela tersebut. Tanganku yang hangat ini menyentuh jendela tersebut yang sangat dingin.
Kutatap sendu air hujan didepanku sekarang dan memori tentangnya berputar dikepalaku seperti sebuah kaset yang diputar berulang-ulang. Tak terasa air mataku kembali mengalir dan hatiku menjadi sesak."taetae!!" pekik gadis brunette itu ketika aku merebut payung warna merah muda itu darinya. Dengan segenap kekuatan aku berlari untuk menghindari hell fany mode on. Aku hanya terkekeh sambil sesekali melirik kearah belakang melihat apakah dia masih mengejarku.
"yah.. kau ini payah sekali, ayo dong mana mushroom-ku yang kuat?" godaku yang membuatnya cemberut.
"tae, hhuhhfftt.." tiffany menghentikan langkahnya ketika dia sudah tidak sanggup berlari. Aku yang melihat itu juga menghentikan dan langsung menghampiri dirinya yang membungkuk sambil memegangi kedua lututnya.
"mian." Lirihku menyentuh bahunya. tiffany hanya diam saja sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Aku menjadi khawatir dengan sikapku yang sudah keterlaluan.
Apa aku sudah kelewatan? Aiishh jinjja.. dasar kim taeyeon pabo, aku mengetuk kepalaku sendiri lalu hendak berjongkok untuk melihat wajah tiffany yang dari tadi menunduk tapi..
Srettt..
Payung merah muda yang ada digenggamanku jatuh ketika tiffany tiba-tiba memelukku. Aku hanya bisa menatapnya dari arah samping karena dia menyembunyikan wajahnya dibahuku. Kurasakan bahunya bergetar.
Fany-ah menangis?
Aku hendak melepas pelukan itu tapi tiffany semakin mempererat pelukkan itu, membuatku hanya pasrah saja. "f-fany-ah, h-hajiman.. ceritakan padaku, apa yang terjadi padamu." Bisikku sambil mengusap lembut punggung gadis brunette itu. Tapi jawaban yang kudapat hanya gelengan dari dirinya. Dan kami pun terdiam dalam posisi tersebut beberapa saat.
Perasaanku saat itu mulai tidak enak, apakah fany-ah mengetahui bahwa aku akan pergi ke Canada 3 hari lagi? Apakah dia sudah tahu? Pertanyaan terus memenuhi kepalaku yang membuatku gelisah. Aku yang tidak sabaran akhirnya berhasil melepaskan pelukkan itu ketika kurasakan tangan tiffany mulai melonggarkan pelukkannya pada pinggangku.
Aku mencengkram kedua bahunya dan sebelah tanganku meraih dagunya dengan pelan. Tidak mau melukai gadisku ini. Aku menatap manik hitam itu.
Deg..
Hatiku mencelos ketika dia menatapku dengan tatapan kosong. Sorot matanya.. aku tahu, aku tahu itu menyorotkan kesedihan, takut akan kehilangan. Sejurus kemudian aku menunduk. Aku merutuki diriku sendiri yang tidak becus dalam merahasiakan kepergianku ini. Meski terlalu singkat dan cepat.
"tae.." suaranya bergetar. Aku memejamkan mata, tidak sanggup menatapnya. Mendengarkan apa yang dia katakan selanjutnya.
"mianhae." Ucapku pada akhirnya dan aku langsung mendongak menatapnya dengan intens yang membuatnya terkejut. Dia terdiam menungguku melanjutkan kalimat yang aku gantung tadi. "aku harus pulang, pastinya eomma menungguku. Jadi, sampai jumpa." Aku tersenyum sekilas sebelum berbalik dan tidak pernah menatap kebelakang hingga kurasakan aku sudah cukup jauh dari dirinya. Senyum itu.. aku tersenyum sungguh menyakitkan, senyum yang dipaksakan kembali aku perlihatkan didepan orang yang aku cintai. Mianhae fany-ah.. aku memang buruk sekali. Aku tidak pantas bagimu.
Setelah menaiki bus tujuanku untuk pulang. Aku melihat dirinya yang masih berdiri mematung ditempatnya. Bus yang kunaiki tidak kunjung pergi dan aku melihat hujan mulai turun sore itu. Dan mataku terbelalak ketika tiffany tidak bergegas pergi atau pun sekedar mengambil payungnya untuk menghindarinya dari hujan yang turun begitu deras. Hatiku kembali sesak melihat dirinya kehujanan disana. Ingin rasanya aku melangkah turun dari bus dan memelukknya tapi tidak bisa. Aku terlalu takut untuk sekedar menatap dirinya, menatap sorot manik hitam yang membuat hatiku lagi-lagi sakit dibuatnya. Tapi.. aku tidak perduli lagi karena aku sudah gemas dengan diriku sendiri yang menjadi orang bodoh. Meninggalkan dirinya sendirian.
Aku akhirnya memutuskan untuk turun dari bus dan berlari menghampirinya secepat yang kubisa tapi langkahku terhenti ketika 4 meter dari dirinya. Mataku memicing untuk memperlihat penjelasanku ditengah hujan yang cukup deras itu. Aku masih mengatur nafas yang tersengal-sengal dan tanpa terasa kedua tanganku mengepal serta rahangku mengeras. Darahku berdesir naik melihat pemandangan yang ada didepanku sekarang.
Ingin rasanya aku menarik tiffany yang sekarang berada didekapan orang lain. Iya, itu Kwon Yuri teman sekelasnya yang dulu juga menyukainya. Yeoja tanned itu menarik tiffany kedalam pelukkannya dan langsung menariknya untuk pergi dari tempat itu. Aku hanya diam membeku ditempat itu. Hatiku hancur bagaikan kaca tipis yang dibanting sekali langsung hancur berantakan dan tidak tersisa.
Aku menunduk dan tersenyum miris lalu tertawa. "HAHAhahaha.. hahh.." aku menghela nafasku membiarkan air mata yang aku tahan mati-matian didepannya keluar mengalir bersama hujan yang sekarang membasahi seluruh tubuhku. "TIFFANY HWANG!!" teriakku sekencang-kencangnya ditengah hujan deras. Aku tahu suaraku yang kecil ini akan kalah dengan suara derasnya hujan.
Aku tidak perduli itu. Kuhentakkan kakiku dengan kasar lalu berjalan lunglai pulang kerumah dengan keadaan basah kuyup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Memories
FanfictionMain cast : kim taeyeon Support cast : Tiffany Hwang, Kwon Yuri, Im YoonAh , Seo Ju Hyun Ranting : G Genre : yuri, sad , romance , AU, school-life, songfic Author : G.Ryouji WARNING.. the genre in this story is yuri. If you don't like it, please le...