3. Pendekatan

82 6 0
                                    

Apa?

Mengapa?

Kenapa?

Itulah pikiranku sekarang. Aku berada dipojokkan kamarku sekarang. Aku menangis. Ketakutan. Sakit. Kenapa rasanya sakit sekali padahal aku tidak demam?

...

Aku harus bangkit. Mengapa aku begitu lemah sekali? Bukankah ini sudah biasa bagiku? Melihat itu setiap saat. Setiap hari. Masalah itu selalu saja absen dalam hidupku. Kenapa aku harus menangisinya? Itu terlalu buang-buang waktu. Mending aku fokus ke permainan saja.

Aku membuka bbm dihpku. Aku akan menyusun rencana agar membuat dia jatuh hati kepadaku. Pertama, aku akan mendekatinya sebagai teman.

Sebagai seorang teman bukankah wajar nge-greet temannya duluan di bbm? Baiklah, aku akan memulai duluan. Tidak ada salahnya kan seorang gadis ngegas ngejar seorang lelaki, kan?

Me:
"Woy"
"Hallo?"
"Hay"
"Dino"
"Ayo cepet rep bm gue!!"

Spamming. Masa bodolah yang penting dia cepat membalas bbm dariku. Aku tidak sabar. Huft, lama sekali dia membalasnya. Aku ngecheck hp ku berulang kali tidak ada notif bbm sama sekali. Dia sedang apasih? Baiklah aku akan tidur sebentar.

Aku terbangun juga dari tidur cantikku. Hehe. Dan aku melihat kearah jam. Astaga, kau tau ini jam berapa?! Jam 5 pagi! Sialan. Aku tertidur lebih dari 8jam. Ya Tuhan. Gila sekali. Aku seperti kebo. Bahkan, lebih parah dari kebo.

Aku bergegas menuju kamar mandi. Aku mandi alakadarnya. Lalu, sarapan. Dan pergi ke sekolah. Aku terburu-buru. Takut terjebak macet kota Jakarta. Biarpun aku berangkat jam 5 pagi yang sangat pagi aku masih saja tiba disekolah jam 7. Untung saja, Pak Kumis -satpam disekolahku, memberi keringanan dan tidak menghukumku. Akhirnya, aku bisa bernapas lega.

Aku pelan-pelan masuk koridor sekolah. Untung saja sepi. Kalau tidak, bisa-bisa aku mendengar gosip-gosip yang selalu dilontarkan untukku. Hm, aku juga tidak mengerti mengapa mereka menggosipkanku. Yang inilah itulah apalah. Alah, masa bodo.

Aku mengetuk pintu kelas pelan. Aku berharap ini jam kosong. Ku tarik knok pintu kelas hingga tertampaklah isi kelas. Tiba-tiba hening. Aku melirik meja guru. Kosong. Tak ada seseorang yang duduk dimeja guru itu. Huft. Akhirnya, aku bisa bernapas lega. Karena ini jam kosong. Bu Ana tidak ada. Aku bersyukur. Untung saja. Kalau tidak, bisa-bisa aku dimarahi dan bakal malu seharian.

Aku berjalan santai ke tempat dudukku. Dan mereka lanjut ribut lagi. Sama seperti anak lainnya, anak kelas unggulan juga bisa ribut kan? Anak-anak kelas unggulan kan juga sama seperti anak kelas lainnya. Sama-sama makan nasi. Sama-sama manusia. Sama-sama punya sifat pemalas.

Ada yang belajar. Bernyanyi. Menari tidak jelas. Gado-gado lah kelas ini. Bebas tidak ada gurunya. Sedangkan aku hanya diam sambil mengecheck hpku. Aku membuka bbm. Aku terkejut. Tidak. Bahkan, ini bukan kejutan lagi. Aku harus bisa mengendalikan diriku agar tidak terkejut. Ini nantinya akan menjadi kebiasaan.

Ya. Aku melihat chatlist aku dengan Dino. Aku melihat huruf r dan dibawahnya tanda ceklis itu. Berani sekali dia. Dia hanya membaca bmku. Dan tidak membalasnya. Hampir habis kesabaranku. Ingin rasanya teriak lalu memaki menghujatnya. Kesal banget, sumpah. Siapa yang tidak kesal bbmnya hanya dibaca dan tidak dibales? Hufft. Aku mengeluarkan napas dengan berat. Sesak sekali. Panas sekali rasanya. Apa ac dikelas ini sudah rusak?

"Apa kamu cuman memandanginya saja? Tak inginkah membalasnya?"ucapku santai. Kalau boleh jujur, sebenarnya aku tidak santai. Aku ingin marah. Tapi harus ku pendam. Bisa-bisa image ku luntur karena dia.

Dia mengabaikanku. Dia hanya asik mendengarkan earphone-nya. Oh Tuhan, ingin rasanya aku memukul kepala nya ini. Ingin rasanya aku menonjoknya.

Aku menarik earphone-nya sampai terlepas dari telinganya. Lalu, aku mendapat tatapan tajam darinya. Aku pun membalasnya dengan cengiran.

"Apa sih mau lo?" ucapnya dengan lantang. Awalnya aku merinding dengan tatapannya. Tapi aku singkirkan rasa takutku. Aku mencoba berbicara perlahan padanya.

"Aku hanya ingin berteman denganmu. Itu saja. Daripada lo hidup menyendiri. Miris banget."balesku dengan santai dan sedikit dengan gaya yang agak belagu. Okey, gaya ini mungkin sudah mendarah daging denganku.

"Ya. Oke. Terserah."

Itu balesannya. Singkat, padat, jelas. Lelaki ini penuh misteri. Apa aku bisa meruntuhkan dindingnya itu? Setebal apa dindingnya? Bisakah ku hancurkannya? Apakah aku sekarang mulai ragu? Atau.... aku sudah mulai tertarik padanya? Oke! Cukup! Ini tidak boleh terjadi.

"Lagi dengerin apa?"kataku sambil bersandar dibahunya. Entah mengapa aku merasa nyaman berada didekatnya. Biarpun dia tidak mengharapkan keberadaanku, apakah aku masih bisa berada didekatnya sedekat ini?

Dia menjauhkan kepalaku dengan jari telunjuknya. Dia tidak menyukai aku bersender dibahunya. Tiba-tiba dengan spontan kelas jadi hening. Tidak ada keributan. Mereka menatap kami semua. Malu sekali rasanya. Lalu, mereka kembali bergosip. Ini, itu, apalah aku tak peduli. Aku berusaha....tidak peduli lebih tepatnya. Aku berusaha menahan rasa malu ini.

"Nama lo siapa?"katanya sambil menutup mata. Dia terlihat sedang menikmati apa yang didengarnya dari earphone warna putih itu.

"Penasaran gue siapa? Cari di absensi kelas."kataku sambil menatapnya gembira. Yah, entah mengapa padahal dia hanya menanyakan namaku bukan hal pribadi lainnya. Apa aku mudah baper berkatnya? 'Jangan sampe. Jangan sampe.'aku menutuk dalam hati.

Apa dia tidak mendengarkanku? Betapa bodohnya aku ini! Dia kan sedang mendengarkan earphone! Bodoh! Bodoh! Stupid!

"Fransisca S. Itu kan nama lo?"

Aku terkejut. Apakah aku salah dengar? Kenapa dia tahu nama ku yang dulu? Bukankah nama ku diabsen bukan itu? Bahkan, seisi sekolah tidak tau nama lamaku. Termasuk sahabat dekatku. Kenapa dia mengetahuinya?

Aku menatapnya terus-menerus. Apakah aku pernah mengenalnya dulu? Aku bertanya-tanya dalam hati. Aku mengutuk kepalaku. Kenapa aku melupakannya? Oh, aku seperti pernah mengenalnya. Aku terjebak deja vu. Ah tidak, pasti aku tidak pernah mengenalnya.

"Aku mengenalmu. Aku mengingatmu, My Fluppy Bird."

Siapa? Siapa? Siapa? Aku hanya bisa bertanya-tanya dalam otakku. Terus kucari kenangan yang kulakukan bersamanya di lemari-lemari kecil diotakku. Tetap saja nihil. Kenapa ini? Kepalaku pusing sekali. Aku tak kuat berpikir lagi. Astaga, ayolah kenapa ini kenapa. Aku mau roboh rasanya. Aku terjatuh dari tempat dudukku. Dan entah mengapa semuanya terasa gelap bagiku. 

Bullshxt!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang