Monday isn't Monsterday

69 3 7
                                    

Teettt Teeettt Teeettt

Bel masuk berbunyi. Tapi kini aku masih di parkiran. Menunggu Shofi memarkirkan motornya. Maklum saja ini sudah jam 7, jadi parkiran sudah sesak. Shofi harus menata beberapa motor agar motornya bisa masuk. Setelah motornya terparkir dengan benar. Aku segera menarik tangan Shofi, sambil berlari menuju lapangan upacara sambil ribet mengaduk aduk isi tas mencari topi.

"Shofi cepeetaaaannn!!! Itu kita keburu telat upacara."

"Qiyya, topiikuu... topikuuu.. ketinggalaann." Rengek Shofi karena tak menemukan topinya. Duhh bagaimana ini.

"Teruss gimana? Itu udah dicegat sama Pak Udin lagi." Jawabku sembari berfikir.

"Aku punya ide." Lanjutku kemudian sambil nyengir ke arah Shofi.

"Apaa? Itu upacara udah mau dimulai. Cepetan." Jawab Shofi pasrah.

"Sini dehh ku bisikin."

"Kamu serius Qiyy? Emang nggak bakal ketahuan?"

"Udahlahh ayoo!" Aku kembali menyaut tangan Shofi. Mengajaknya kabur.

-- 45 menit kemudian --

"Qiyy, kayaknya upacara udah selesai deh, keluar yuk!"

"Iyaa yuk, aku juga udah pengap disini. Untung aja kamar mandinya bersih." Yapp. Shofi memang ku ajak sembunyi di kamar mandi. Hahaha

Tangan Shofi sudah meraih gagang kunci, tapiiii ... terdengar bunyi langkah semakin mendekat. Aku berharap langkah itu bukan mengarah ke sini. Kalau sampai ketahuan aku dan Shofi di kamar mandi berdua saat upacara berlangsung, bisa gawat.

"Permisi ada orang di dalam?"
Dan benar saja, orang itu memang ke kamar mandi. Ya Allah bagaimana ini. Aku dan Shofi hanya bisa saling pandang. Diam. Tak ada yang berani menyahut.

Sampai lima menit kemudian, kami tetap di dalam. Untungnya suara itu sudah tak ada. Fyuhhh untungnya udah pergi.

"Permisi, bisa gantian nggak." Baru saja akan ku buka kunci, tapi orang itu ternyata masih disana. Menunggu. Tapi kali ini sambil menggedor-gedor pintu.

"Gimana Qiyy?"

"Hehe," aku hanya bisa nyengir. Ini memang salahku.

"Wooyy!! Siapa sih di dalem."
Aduhh. Gimana ini. Buka, nggak, buka, nggak, buka, nggak, bukaa. Haahh yasudahh akhirnya ku beranikan diri membuka pintu kamar mandi.

Ceklek

Aku dan Shofi sudah menyusun strategi. Saat keluar kami akan langsung lari tunggang langgang agar nggak dikejar dan nggak di poin kalau ketahuan pak satpam.
Hahaha.
Berhasil.
Aku dan Shofi sekarang sudah berlari terbirit-birit menuju ruang kelasku dan Shofi.

Tapi asal kalian tahu. Ini adalah perbuaran ternekatku selama SMA ini. Yah, sekali-kali kan gapapa? Tapi asal jangan diulangi lagi. Dan, jangan ditiru please!

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bell jam terakhir berbunyi. Kelas akan segera berakhir 45 menit lagi.

Aku sedari tadi terantuk-antuk mendengar penjelasan guru matematika yang menjelaskan dengan sangat pelan. Mataku membuka menutup tak karuan, namun tanganku masih saja menulis penjelasan dari pak guru di depan. 

Kau tahu bagaimana tulisan orang yang setengah sadar? Yah pasti sangat memalukan. Seperti tulisanku saat ini. Saat aku sudah tidak ngantuk lagi aku akan tersadar betapa cekekerannya tulisanku. Alhasil, aku dan Shofi yang duduk di sampingku tertawa. Menertawai tulisan yang seperti cambah utah

"Shof, pulang sekolah makan yuk! Aku laper nih," ajakku. Sedari tadi tak kulihat Shofi makan, ku yakin dia pasti lapar juga.

"Mmm, boleh deh nanti aku temenin," balasnya dengan senyum manisnya.

"Kok temenin? Kamu nggak makan?" 

"Aku makannya nanti. Ssttt dengerin pak guru dulu Qiyy, sekalian benerin tulisanmu yang semrawut itu dulu deh," Shofi tertawa mengakhiri ledekannya. Aku hanya bisa mengerucutkan bibir sambil tertawa, menertawai diri sendiri. Kemudian menghapus beberapa tulisan yang sama sekali tidak bisa dibaca dan menggantinya. 

Teeettt Teettt

Hari senin pukul 14.30 jam pelajaran selesai.

Pak guru juga sudah keluar kelas. Aku dan Shofi membereskan buku dan alat tulis yang berserakan di meja. 

"Qiyya, jadi makan?"

"Jadi dong, yuk!"

Aku dan Shofi mensejajarkan langkah menuju kantin sekolah, letaknya yang berdekatan dengan Mushola membuat kami harus melewati banyak orang untuk sampai di Kantin, kecuali jika kita ambil jalan memutar. Mushola sekolah selalu penuh ketika jam-jam sholat, sholat dhuhur yang biasanya sampai beberapa kloter membuat beberapa siswa memilih sholat pada saat pulang sekolah karena waktu istirahat yang sangat mepet. Mushola selalu ramai, baik itu untuk sholat dhuha, dhuhur, ashar, maupun kegiatan keagamaan atau sekedar berkumpul di mushola. Semua itu karena sekolah kami walaupun sekolah negeri tapi siswa-siswinya sangat taat dan mengerti agama. Alhamdulillah.

"Shof, mau makan apa?"

"Enggg, kamu pesen dulu aja deh," jawabnya tenang.

"OK!" jawabku ringan.

Aku kembali ke kursiku setelah memesan semangkuk soto dan segelas jeruk anget. Melanjutkan obrolan dengan Shofi, kali ini dengan bahasan kesialan tadi pagi. Pagi yang super crowded, bangun kesiangan, angkot sudah tidak ada yang lewat, bertemu kakak kelas sewot, datang ke sekolah telat. Untung saja ada Shofi yang ku ajak melakukan hal gila bersembunyi dari poin terlambat, meski itu hal yang memalukan untuk dilakukan. Apakah ini yang orang-orang sebut sebagai Monday is Monsterday? Bayangan orang-orang tentang berakhirnya libur dan harus berkutat dengan hari-hari menyeramkan lagi. 

"Shof, menurutmu kata-kata tentang  Monday Is Monsterday itu gimana?" Yang ditanya malah tersenyum, senyum yang menandakan ketidaksetujuannya. 

"Kok malah senyum sih?" tanyaku menyelidik.

"Qiyya denger ya, Islam tidak mengajarkan kita untuk menganggap suatu keburukan sebagai kesialan atau sebuah kutukan. Segala sesuatu yang terjadi pasti telah berada dalam garis edar-Nya. Kita nggak bisa mengklaim sebuah kejadian buruk sebagai suatu kesialan yang harus dihindari. Sebaliknya, pasti ada pelajaran dan hikmah dari setiap kejadian. Misalnya pagi ini, mungkin Allah ingin agar kita menjadi siswi yang lebih disiplin dan taat aturan." Shofi diam sebentar  kemudian melanjutkan kata-katanya.

"Bahkan Baginda Rasulullah Shalallahu 'alaiwasallam pun sangat menyukai hari senin. Beliau lahir pada hari senin, dan beliaupun senang berpuasa pada hari senin dan kamis. Karena hari senin adalah hari diperlihatkannya catatan dan hari kamis adalah hari dikumpulkannya catatan." Shofi mengakhiri kata-katanya dengan senyuman khasnya. Sama seperti biasa, aku selalu menyukai senyum itu.

"Iya ya bener banget. Itu semua cuma anggapan manusia yang belum tentu benar. Btw kamu kok belum pesen-pesen makan sih, bukannya tadi kamu bilang nanti mau makan?"

"Iya Qiyy, nanti pas udah adzan maghrib maksutku, hehe."

"Kamu puasa Shof? Ya Allah maafin aku. Kamu kok nggak bilang sih. Tau gitu aku ngajak yang lain aja, aku kan jadi ga enak Shof sama kamu."

"Aku kan tadi bilangnya mau nemenin kamu, emang aku salah ya? Aku nggak papa kok, tenang aja."

Shofi memang selalu begitu. Selalu ada hal yang bisa membuatku semakin kagum padanya. Meskipun ia puasa, ia tak segan untuk menemaniku makan siang di kantin. Ia tak menasehati orang lain dengan lisannya, tapi dengan sikap baiknya terhadap orang lain. Aku beruntung dipertemukan dengan teman sebaik dia di sekolah ini. Semoga aku dapat terus belajar untuk terus lebih baik lagi bersamanya. 


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

& TO BE CONTINUE &


ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang