Part - 2

28.6K 1.5K 33
                                    




Happy Reading....


___________





Dilanjutkan? Apa maksud dari keluarga Pak Rahman? Kenapa mesti di lanjutkan, sedangkan antara aku dan Astha tidak ada hubungan apa-apa.

Kami terjebak dalam pernikahan ini pun di dasari karena suatu kesalah pahaman, jadi sangat tidak mungkin bagi ku bila harus dilajutkan.

Mental ku sudah siap, jika memang di usia ku yang baru saja genap sembilan belas tahun harus menyandang gelar janda cilik.

Aku rela bercerai dari pada dalam suatu hubungan tidak di dasari atas suka sama suka, apa lagi tidak ada cinta yang menjadi pondasi awal utuhnya kehidupan rumah tangga.

Astha dia mencintai Lani sementara aku mencintai Devon. Meski rasa cinta itu kini berangsur pudar, setelah beberapa jam lalu Devon tidak kunjung muncul di acara pernikahan dan kabur begitu saja.

Wajah Astha sangat jelas terlihat kecewa, meski ia nampak begitu kuat dan juga berusaha agar wajahnya di buat sedatar mungkin. Tapi aku juga sama merasakan rasa sakit ditinggal kabur oleh calon suami yang entah kemana perginya.

Astha memang sok belaga kuat dan datar meski aku sangat yakin hati nya seperti di iris sakit perih dan lara menjadi satu.

Malu! Iya aku sangat malu terhadap warga Desa dan sahabat ku yang sudah datang, mengingat pas acara akad tadi aku dan Astha sama-sama terkejut sehingga membuat tamu yang hadir di gelayuti tanda tanya.

"Bagaimana Bu Wulan dan Rina maukan melanjutkannya?" tanya perempuan paruh baya yang tadi tidak salah aku dengar bernama Ainun.

Ibu menatap ku ragu begitu pun aku. Aku balas menatap ibu dengan tatapan ragu bahkan seketika berubah menjadi tatapan penolakan.

"Saya yakin Astha pasti mau? Iya kan?" Ainun melirik anak lelakinya.

Astha hanya mengagguk lemah tidak bersuara sama sekali. Sementara aku hanya bisa menelan ludah ku dalam-dalam mencoba untuk membasahi tenggorokan ku yang sudah mengering.

"Tapi Bu. Rina tidak bisa," ujar ku benar-benar tidak yakin dengan semua ini.

"Rin fikirkan dulu yah Nak. Ini sekua yang terbaik untuk kalian."

Ibu menatap ku, menggenggam kedua tangan ku dengan erat. Beliau ingin aku memilih keputusan yang terbaik untuk semuanya.

"Ibu...."

Mata ibu yang semula menatap ku lekat kini berbalik menatap kearah sumber suara yang terdengar lirih dan sangat kami kenali.

Lani...

Lani berlari merengkuh tubuh Ibu yang baru saja berdiri mematung melihat anak gadis nya yang semula kabur entah kemana kini datang kembali.

Semua mata tertuju pada Ibu dan Lani yang saling berpelukan di tengah kekacauan. Namun berbeda dengan Astha, dia menatap lurus tanpa menoleh dan melihat siapa yang datang.

"Lani," ujar tante Ainun.

"Nak Devon?" ucap Ibu.

Mendengar suara Ibu yang pelan namun masih bisa ku dengar, wajahku langsung mendongkak untuk melihat sosok Devon. Sosok lelaki yang membuat ku melayang namun dalam hitungan jam dia pulalah yang membuat ku hancur dan malu.

Bibir ku keluah tidak mampu membuka suara sama sekali. Kedua tangan ku saling mengepal, dada ku kian bergemuruh ketika melihat dengan santau nya Devon merapihkan anak rambut yang jatuh di wajah Lani.

Segelumit tanda tanya pun mulai mengakar di dalam otak ku. Aku bukan lah wanita bodoh yang bisa di beri alasan  sahabat, tapi dari segi pandangan yang aku lihat mereka bukan lah sahabat yang sekedar berbagi kisah, tapi mereka seperti sahabat yang berbagi hidup.

KEBAYA YANG DI CURITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang