"Nai, awas!"
Bruk.
"Maaf, aku ngga lihat." Naina menelan ludah melihat tumpahan cat pada kain milik Rama untuk praktek seni.
Rama menatap nanar pada kain prakteknya."Bisa ngga kamu ngga lari-lari? Lihat! Karna kecerobohan kamu, karya aku jadi hancur. Kalau sampai Bu Kinaya lihat, aku ngga tau jadi apa, Nai. Perang dunia ketiga kali! Ck!" Rama menarik kain prakteknya. Membawanya ke luar kelas untuk dikeringkan dibawah terik matahari.
Kriiiing.
Bel istirahat berbunyi.
Rama memutuskan berjalan menuju kantin sambil memasangkan headset ditelinganya. Amarah membuatnya merasa lapar. Rama butuh makanan. Mungkin dua piring nasi pecel lele akan mengurangi kekesalannya pada Naina."Ma! Tunggu aku!"
"Ma!"
Naina melangkahkan kaki gusar untuk menghampiri Rama. Naina melihat punggung Rama berbelok ke arah kantin.
"Rama! Astaga! Aku daritadi panggil kamu, kok kamu gak denger aku sih?" Naina menepuk pundak Rama.
Rama hanya menoleh seadanya. Lalu melepaskan headset dari telinganya."Astaga! pantes aja kamu ngga denger aku. Ternyata kamu pake headset? Ish." Naina berdecak kesal mengetahui alasan Rama mengabaikan panggilannya.
Sangat Rama sekali, huh. Naina berujar dalam hati.
Rama hanya memainkan handphone setelah melepaskan headset dari telinganya. Tak berniat mendengarkan ucapan Naina.
"Aku minta maaf, Ma. Iya, aku salah tadi udah buat tugas kamu rusak. Maaf karna aku ceroboh, Ma."
Naina menekuk wajahnya. Merasa bersalah akan ulahnya. Lagi-lagi dia ceroboh dan membuat Rama marah padanya.Rama hanya menghembuskan nafas beratnya. Lelah bertengkar karna kecerobohan Naina, yang entah sudah berapa ratus kalinya.
"Aku ngga marah. Aku cuma laper. Kamu ngga mau makan?"
Ucap Rama dengan nada datar. Akhirnya Rama memutuskan bersuara. Percuma jika harus marah setiap Naina kembali berulah."Aku juga laper. Aku tau kamu marah. Jadi, aku belum bisa makan kalau kamu belum maafin aku"
Mata Naina mulai berkaca-kaca. Kemudia Naina menundukkan kepalanya."Nai, lihat aku!" Paham akan sikap Naina jika keadaannya seperti ini. Rama meraih dagu Naina. Menatap tepat pada manik mata Naina. Tatapan Rama melembut.
"Aku udah maafin kamu. Jangan nangis. Sekarang kita makan. Aku udah laper banget. Kamu ngga denger bunyi perut aku udah kaya yang lagi perang? Kita pesen makan ya? Pecel ayam, yah?"
Sebagai jawaban, Naina hanya mengangguk seraya tersenyum. Kelegaan tercetak jelas diwajah Naina.
Rama beranjak memesan makanan untuk dirinya dan Naina.
Dalam hati, Naina bersyukur mempunyai kekasih seperti Rama yang sangat paham akan sifat buruknya dan dengan mudah memaafkannya."Pecel ayam dan teh hangat tawar untuk Nona Naina yang sudah manis." Rama kembali ke meja kantin membawa pesanan makan untuk dirinya dan Naina.
Naina terkekeh mendengar ucapan Rama. Ah pria ini. Bagaimana mungkin Naina tidak mencintai pria yang membuat hari-harinya manis. Maka dari itu Naina tidak membutuhkan gula untuk makanan dan minuman, jika pria ini berada disampingnya.
Ya, pria itu adalah Rama. Rama Arsenio. Kekasih Naina Rintyasari."Bukan aku yang manis tapi kamu. Kamukan.... Gulaku hehehe." ujarnya sambil menaik-turunkan alis.
Rama mengulaskan senyumnya mendengar ucapan Naina. Bagaimana mungkin dapat berlama-lama marah dengan Naina, jika melihat senyumannya saja, hati bagai disiram air. Sejuk. Baginya Naina pun seperti gula. Dan Rama adalah semutnya. Karna semut tak akan tahan untuk tak mendekati gula. Begitupun Rama, selalu ingin ada didekat Naina.
Naina dan Rama menghabiskan makanannya. Kemudian, sambil sesekali bercanda, Rama dan Naina berjalan menuju ke kelas untuk melanjutkan pelajaran yang terpotong oleh waktu istirahat.
------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle of My Heart
RandomBagaimana jika takdir membawamu kembali pada masalalu yang bahkan tak pernah kau bayangkan sebelumnya? Cinta pertamamu bersahabat dengan pacar pertamamu. Itu bukan hal yang menyenangkan, tentunya. Lalu bagaimana harus menghadapi kenyataan itu?