Part 2 - Dating

28 2 0
                                    

Setelah bel tanda pulang berbunyi. Seluruh siswa berbondong-bondong keluar dari kelasnya masing-masing.

Lain halnya dengan Naina, yang masih sibuk membereskan peralatan belajar dan memasukannya kedalam tas.

Naina lebih memilih keluar paling akhir. Dia tidak suka jika harus berdesak-desakan. Toh, akhirnya keluar juga dari kelas.

Lalu mengapa teman-temannya terlihat seperti masyarakat sedang mengantri pembagian BLT dari pemerintah, yang takut kehabisan jatahnya hingga harus berebut? Ck. Konyol sekali.

"Nai, gue balik duluan yah? Tuan besar sudah menjemput putrinya di gerbang. Apaan banget deh nunggunya dari setengah jam sebelum pelajaran selesai. Benar-benar deh. Dipikir gue calon manten yang ngga setuju mau dinikahin dan akan kabur gitu, kalo ngga dijagain? Ck. Tuan besar itu tidak keren sekali sih pemikirannya?"

Fischa menarik napasnya sebentar. Lalu melanjutkan. "Lo balik sama siapa? Ada temennya ngga? Gue gabisa bareng lo soalnya, gue ada acara keluarga. Nih liat Tuan besar udah telepon dari tadi. Kalo ngga buru-buru, telinga gue bisa pecah denger ceramah Tuan Besar yang sepanjang kereta itu, keluar asap nanti telinga gue. Hiiih" Fischa bergidik ngeri membayangkannya.

Paham akan Fischa, Naina hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. Fischa, sahabatnya ini tak akan sampai hati membiarkan Naina pulang sendirian. Jika tidak pulang bersamanya, Naina selalu bersama Rama.

"Ngarang kamu Cha. Yaudah sana duluan aja. Aku pulang sama Rama kok. Aku mau liat telinga kamu berasap, besok. Hehehe." Naina menggoda Fischa.

"Jahat banget dah lo Nai! Yaudah gue balik ya, Bye!"

Setelah berhigh five ala mereka, Fischa keluar dari kelasnya setengah berlari.

Rama yang menunggu di depan pintu, memutuskan untuk menghampiri Naina.

"Hey, nona. Belum selesai?"

"Hehehe maaf Ram, akunya lama banget yah?" Naina hanya memperlihatkan cengiran kudanya.

"Ah ngga juga. Tapi cukup untuk membuat gigiku kering karena kebanyakan senyum sama semua yang lewat depan kelas kita"

"Ih Rama, kamumah gitu. Bisa banget bikin aku ngerasa bersalah" Naina menekuk wajahnya. Menyesal membuat Rama menunggu lama. Rama malah tergelak.

"Hahaha. Ih kamu, Nai. Sejak kapan emang aku lelah nunggu kamu? Ngga ada sejarahnya Nai. Coba ingatkan aku! Siapa yang dulu jungkir balik ngejar kamu? Sementara kamunya cuek-cuek aja? Sekali kamu lirik aku, malah nyuruh nunggu 2 tahun lagi. Jahat banget kamu Nai, bikin aku jamuran nunggu kamu." Rama mengingat-ingat 4 tahun lalu. Dimana saat-saat itu Rama berusaha mati-matian untuk mendapatkan perhatian Naina.

Namun, Naina tak mengindahkannya. Setelah berhasil membuat Naina melihat kearahnya, Rama harus berjuang agar Naina mempercayainya, bahwa Rama mencintai Naina.

Lagi dan lagi Rama mendapatkan kesialannya. Rama harus bersabar karena Naina meminta untuk menunggu selama 2 tahun. Sampai hati Naina siap untuk menerima laki-laki lain.

Rama kesal setengah hidup saat mengetahui alasan Naina memintanya untuk menunggu. Pria brengsek itu. Pria yang telah mempermainkan hati Naina. Yang berani-beraninya mencampakkan Naina dan memilih wanita lain.

Kala itu, Rama menumpahkan sumpah serapah, tak dapat membendung amarahnya kepada pria -cinta pertama Naina- itu. Coba saja Rama mengetahui pria itu, sudah pasti akan babak belur ditangannya.

Andai saja, Naina bertemu lebih dulu dengan Rama. Rama tak akan menyakiti hati Naina.

Rama sudah berjanji dalam hatinya saat itu. Rama tidak akan membiarkan sedikitpun air mata keluar dari mata indah Naina.

Kalaupun Naina nanti menumpahkan air mata karena dirinya, Rama bersumpah, Naina melakukannya hanya karena satu kata, yaitu; bahagia.

Seolah memetik buah dari pohon kesabaran yang telah ditanamnya. Penantian Rama berujung manis. Pada akhirnya, Naina menerima pernyataan cinta Rama.

Rama tak menghilangkan sedikitpun senyuman manis dari bibirnya saat mendeklarasikan bahwa Rama sudah resmi menjadi kekasih Naina.

Akhirnya, Nai, akhirnya. Memang yah, hasil tak akan berkhianat dari usaha. Terimakasih, Nai.
Rama berujar dalam hatinya saat itu.

"I love you, Nai." Rama mengembangkan senyumnya sambil menatap Naina.

"Kamu kenapa, Ram? Pasti ngelamun deh. Aku daritadi ngomong kamu ngga tanggepin. Sebel ah sama Rama." Ucap Naina setengah merajuk.

Naina bangkit dari kursinya. Rama menahan pergelangan tangan Naina. Naina menoleh memasang tampang masam.

"Kok kayanya hari ini kamu sensi banget? PMS ya?" Tanya Rama dengan senyuman menggodanya.

"Iya aku PMS, mangkanya kamu jangan jailin aku mulu deh. Kalo kamu jailin lagi, aku akan..." Naina langsung menyerang Rama dengan gelitikan mautnya. Rama mengaduh dan meminta ampun pada Naina. Akhirnya, Naina menghentikan aksinya.

"Aduh, Nai. Bisa mati aku kalo kamu ngga berhenti gelitikin aku." Rama menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya.

Naina melangkahkan kakinya keluar kelas. Disusul Rama yang masih menggerutu kesal karena merasa dikerjai oleh Naina.

Sementara Naina hanya terkikik puas melihat Rama kelelahan akibat perbuatannya.

"Tunggu pembalasan aku yah, Nai!" Dendam Rama.

"Hih Rama dendaman ngga asik." Naina membuang wajah, pura-pura merajuk. Naina berjalan mendahului Rama. Dalam hati Naina gemas pada Rama, ingin sekali mencubit pipinya.

"Ciye, Nai-ku ngambek. Padahal aku mau beliin ice cream di taman asri, lho. Kayanya makan ice cream disitu adeeeem banget deh, pas gitukan sama cuaca panas siang ini." Rama mengulum senyum saat menyadari Naina menghentikan langkahnya. Rama ikut menghentikan langkahnya.

"Ih Rama mah gitu. Curang banget masa iming-imingin aku pake ice cream? Ya aku mana tahan lah." Naina akhirnya membalikkan tubuhnya menghadap Rama dan menghampirinya.

"Kalo gitu, ayo! Tunggu apa lagi?
Rama menautkan jemarinya dengan jemari Naina. Saling mengisi ruang kosong satu sama lain. Menyalurkan kehangatan diantara keduanya.

Kemudian mereka berjalan meninggalkan sekolah. Jarak untuk sampai pada taman hanya 300 meter. Cukup menjangkaunya dengan berjalan kaki.

Tak ada yang berniat memulai obrolan sepanjang perjalanan menuju taman. Hanya ulasan senyum yang Rama dan Naina bagi. Soal tautan jemari mereka, tak ada yang ingin melepaskannya. Keduanya terhanyut akan pikiran masing-masing. Seolah hari itu hanya milik berdua. Tak ada orang lain lagi. Yang lain hanya ngontrak.

Saat sampai Rama dan Naina langsung saja menghampiri penjual ice cream. Membeli dua ice cream cone. Kemudian mereka mencari tempat duduk. Tepat dibawah pohon yang rindang, terdapat bangku panjang yang kosong. Naina segera menarik Rama untuk mengikuti langkahnya.

Naina menyandarkan kepalanya pada bahu Rama, saat keduanya sudah duduk. Naina mengambil ice cream bagiannya dari bungkus plastik. Alih-alih membuka bungkus ice cream dan melahapnya, Naina justru menangis. Ingatannya memutar kejadian beberapa tahun yang lalu.

Naina ingat, saat belum mengenal Rama, dia adalah seorang gadis yang cengeng. Rama selalu datang untuk menghiburnya dengan memberi ice cream.

Dengan cepat Naina menghapus air matanya. Naina langsung memakan ice creamnya.

Ah, Tuhan. Rama itu..., dingin, juga manis di waktu yang bersamaan. Seperti ice cream. Aku selalu menyukainya. Ujar Naina dalam hati.

-----------------------------------------------

Puzzle of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang