BAB01. AKU TIDAK PERCAYA DENGAN KUTUKAN, APALAGI DARI NENEK TUA -FARHAN DIMAS

5.2K 80 20
                                    


1-0

"Dimas... Apa maksudnya ini?" Seorang guru BK sedang meremas kertas jawaban soal milikku.

Ibu Fatimah, Janda berusia 34 tahun. Wajah yang menandakan bahwa beliau kepala 3, terlihat di keriput-keriput kulit yang mulai tercetak di wajahnya. Kebiasaan Guru wanita ini adalah menghisap bara api atau dengan kata lain merokok.

Beliau mempunyai keyakinan pribadi 'Sendiri itu Bebas' atau semacamnya, yang kurang lebih sama denganku. Apakah itu bisa disebut keyakinan, atau hanya nasib (Aku tidak tau).

Aku menghindari kontak mata dengan Ibu Fatimah "Huh.. itu... hmm, itulah diriku" Sambil merapatkan kedua kaki.

Aku, Farhan Dimas, Seorang siswa MAN 1 Banjarmasin (1-D). Sekolahku mempunyai derajat sama dengan SMA. Hanya saja, pembelajaran tentang agama Islam diperbanyak di tempat ini. Bisa dibilang, pertengahan antara SMA dengan Pesantren.

Kami semua berpakaian layaknya murid SMA, putih-abu-abu. Untuk wanita, mereka wajib mengenakan jilbab dan rok panjang serta seragam yang hampir mengenai lutut (Mungkin). Untuk laki-laki, sama dengan siswa SMA. Tapi, kami dilarang mengikuti pakaian siswi.

Di hari-hari tertentu, kami harus mengenakan seragam yang berbeda. Senin, kami harus berpakaian Putih-putih. Kamis, kami mengenakan seragam sasirangan dengan celana putih ataupun biru (Celana terserah, asal jangan celana renang). Dan Sabtu, pakaian pramuka.

Kewajiban murid di sini juga hampir sama dengan murid SMA umumnya. Mungkin ada beberapa tambahan tapi, aku tidak akan membahasnya.

Panggilanku adalah pangeran, Pangeran Jomblo. Aku diberkati dengan wajah yang super ganteng (Yang menurut sudut pandangku sendiri) dan tidak pernah mengeluh akan hidupku yang luar biasa ini.

"Apa kau mau kepalamu kuhempaskan di meja?" Terlukis senyum masam dari wajah Ibu Fatimah.

Menggunakan Jaket kulit berwarna hitam pekat, dengan kaos berwarna merah. Memperlihatkan kengeriannya sebagai seorang guru BK. Tetapi, itu bukan pakaian untuk seorang guru, melainkan pakaian seorang preman. Pakaian seorang guru di sini adalah atas hijau bawah hijau, bukan atas pelangi bawah pelangi seperti roti lapis. Namun, tidak ada seorangpun yang datang menegur, betapa hebatnya orang ini.

"Ahh!!! itu... Gi-Gimana ya jelasinnya" Masih menolak kontak mata dengan ibu Fatimah.

"Soal yang Ibu kasih ini apa!?" Ibu Fatimah Menaruh kertas jawabanku di atas meja lalu menyandarkan diri di kursi.

Kujawab dengan pelan "Ten-tang keinginan kita di masa yang akan datang".

Menutup mata, sambil menyilangkan kaki, Ibu Fatimah kembali melanjutkan pertanyaannya

"Lalu, apa jawabanmu?"

"A-aku menginginkan kiamat dengan cepat"

Keringatku menetes...

Perlahan memperlihatkan kedua lingkar matanya dengan adonan senyuman kecil, Ibu Fatimah mulai mendekatkan bibirnya di sebelah indra pendengaranku

"Kalau begitu, biar ibu yang membuat hidupmu kiamat" Jemari yang kini mengusap lembut pipi kananku mulai membuat detakan jantungku berirama 8/2.

Sambil menundukkan kepala, aku langsung mengeluarkan pertahananku "A-ku berjanji akan mengerjakan ulang".

Perlahan mendesis, kini, Ibu Fatimah menyandarkan bahunya di sofa yang hanya bisa diduduki untuk satu orang "Kau taukan batas waktunya sudah habis".

Sekarang aku dalam situasi yang sangat-sangat berbahaya untuk seorang murid yang dipanggil ke ruang BK. Bahkan, ini lebih mengerikan dari Apocalypse atau 2012 .

Jomblo di eskul PramukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang