BAB04. TIDAK SEMUA ORANG HARUS MENGERTI

396 21 4
                                    


4-0

Di ruangan persegi—Jendela yang terbuka—Membuat tirai kehidupan berkibar kencang, dengan kecepatan udara mengelilingi ruangan. Tik tok tik tok jam dinding menyusun urutan takdirku—Bagai ilusi, bagai nyata.

Sunyi yang tercipta menandakan aku harus pergi dari tempat ini.

Aku menutup novelku, berdiri, dan menyandang tas sebelah tangan, berjalan meninggalkan ruangan kelas.

Koridor yang membentang satu arah dengan dihiasi oleh ornamen murid-murid yang sedang berkumpul di berbagai tempat, membuat arah ini begitu sempit bagiku. Kuambil Handphone hanya sekedar membaca SMS yang masuk dari Operator, lalu kembali memasukkannya ke dalam saku celana.

Berharap bisa hidup tenang dan tentram tanpa ada gangguan sedikitpun

"Hei Kutu".

"Uh, aku pulang"

"Kau harus ikut denganku"

"Kenapa harus aku"

Nandi membalikkan wajahnya 45 derajat "Ikut saja"

Gluf ...

"Kau bisa dijerat KDRT"

"Berisik" Kini, tatapannya menjadi mode cobra.

Ngeri. Oi, hentikan itu!!!

Semua orang menatap kami dan sesekali berbisik, yang tentu saja membuatku merasa canggung. Berjalan berdua'an dikoridor bukan hal yang baik. Kau akan terlihat layaknya pasangan pengantin (Hentikan!!!).

4-1

Tibalah kami di ruang yang selalu kuhindari selama ini, Ruang BK.

Kumundurkan langkahku hanya untuk mencari aman "Ke—napa ruang BK?"

"Kau pikir aku akan sendirian ke tempat ini?" Nandi mengembangkan senyuman psikopat miliknya

(Hah, Pendekar Sialan)

"Ja—ngan bercanda. Kau mau memaksa aku ikut denganmu?" Alisku mengkerut, dengan senyum masam yang tanpa sadar keluar dari mulutku.

"Tidak kok" Nandi menggelengkan kepalanya "Aku ingin... Kau yang mengambilnya!!!"

Dengan dorongan yang kuat, tubuhku terhempas ke dalam ruangan BK

(Wanita sialan!!!)

"Ah—untuk apa kau ke sini?" Ibu Fatimah mendekatiku "Dimas sayang" (Sungguh, Nikahi janda ini, aku tidak tahan lagi!!!)

Memakai jaket hitam dan celana jeans dengan sepatu jenis wedge heels--Mencoba menarik perhatian—Namun, sebanyak apapun usahanya, pasti orang-orang akan menjauh dari wanita tua ini.

"A—anu, sa—ya—"

"Ngomong yang benar!!! Aku tidak punya waktu untuk rakyak jelata" Lalu menyalakan rokok di mulutnya

Kupejamkan mata karena si tua ini menghembuskan asapnya ke wajahku "Saya mau mengambil kompensasi yang kemaren Ibu janjikan".

"Oh itu, tunggu ya" Ibu Fatimah berjalan ke arah meja pribadi lalu mengambil sesuatu.

Huh? Aku kira bakal babak belur. Syukurlah aku masih bisa selamat untuk sekarang. Dan lagi, gara-gara Pendekar Pedang sialan itu aku sampai di tempat ini. Apa tidak ada orang lain lagi yang bisa disuruhnya selain aku.

"Dimas" Mendengar panggilan ibu Fatimah, mataku langsung menatap Beliau.

"Tangkap!!!" Aku langsung refleks menangkap sesuatu yang dilempar Ibu Fatimah.

Jomblo di eskul PramukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang