Tangan Kiri Yang Elok

1.2K 109 18
                                    


Jari-jari berkutek merah darah itu membenamkan kewarasan Gorka pada tubir kenikmatan tanpa dasar. Bukan karena gliter perak yang menyepuh ujung kukunya, atau bentuknya yang runcing, atau wangi minyak zaitun yang lekat padanya. Seumur hidupnya Gorka belum pernah melihat jari-jari sepanjang itu. Kadang kala jari-jari itu bisa berubah menjadi tentakel-tentakel yang mampu menghipnotis. Saat Gorka berada di ambang kesadaran mereka mengisap seluruh cairan tubuhnya. Lalu ketika tubuh Gorka menjadi sepah jari-jari itu mengisinya dengan cairan yang baru. Cairan kehidupan yang memabukkan.

Kadang jari-jari itu berubah menjadi sulur-sulur akar yang menghunjam tubuh Gorka yang lunak pada musim yang sepi. Saat Gorka terbangun dia akan mendapati tubuhnya ditumbuhi ilalang berwarna kelabu. Lalu musim sepi berkabar pada musim panas yang segera mengubah jari-jari itu menjadi selang-selang infus yang lalu-lalung di kepalanya. Menancap di kepala belakang keluar dari telinga, menyusup di mata, keluar di mata satunya. Apa yang dilakukan jari-jari tangan berkutek merah telah mengisi kanvas-kanvas berharganya dan melambungkan nama Gorka menjadi seorang pelukis terkenal.

Malam ini dalam keremangan kamar yang memberatkan mata, jari-jari tangan berkutek merah berada di perut Gorka yang telanjang. Mereka lekat seperti binatang-binatang reptil yang jinak. Gorka bernapas pelan-pelan. Dia tak ingin membuat jari-jari itu bergerak. Jika jari-jari itu bergerak sedikit saja luapan imajinasi Gorka akan membludak dan dia tak punya pilihan lain selain mendekam di studionya. Tidak untuk malam ini. Dia harus istirahat sebab pagi-pagi besok dia akan terbang ke Singapura, mengurus pameran lukisannya yang bahkan sebelum digelar lukisannya sudah terjual habis.

Gorka melirik sesosok tubuh yang melingkar di sampingnya. Cahaya dari lampu-lampu kota yang menyala di luar jendela apartemennya menimpa tubuh itu dan membuatnya seperti bulan sabit yang muram. Gorka mendesah dan memaksa matanya terpejam. Gorka bertanya-tanya dalam hati kenapa tidak pernah bisa mengingat wajahnya.

@@@

Seumur hidupnya tidak pernah ada satu orang pun yang tega menatap wajah Daisy. Matanya memiliki ukuran berbeda, sebelah kanan sangat besar, sebelah kiri menyipit, alis tidak pernah mau tumbuh, tulang pipinya menonjol sebelah, hidungnya mancung tapi bengkok di ujungnya, bibirnya sumbing dan tak pernah dioperasi. Dia memiliki wajah monster yang dari tahun-ke tahun justru semakin buruk. Saat dia remaja ada kutil sebesar kelereng tumbuh di dagunya. Saat dia dewasa dahinya mengeriput seperti baju yang belum disetrika. Diam-diam Daisy tahu kenapa dia berwajah monster dan kenapa ibunya selalu menyumpahinya anak terkutuk. Jamu-jamu yang diminum ibunya yang membuat wajahnya buruk dan laki-laki yang lenyap sebelum hari pernikahan ibunya yang telah meninggalkan kutukan. Ibunya tak pernah menikah dan Daisy tak berhasil dibunuh. Dia lahir di malam yang dingin dengan jeritan panjang penuh kesakitan. Tak hanya di raga tapi juga di hati. Daisy dibesarkan dengan kepahitan ibunya dan sumpah serapah yang merajam dirinya setiap waktu. Anak terkutuk.

Anehnya ada satu bagian tubuhnya yang justru semakin elok dari hari ke hari. Bagian itu tumbuh menentang keburukan wajahnya. Bagian itu adalah tangan kirinya yang memiliki jari-jari elok. Panjang, lentik, dan ramping. Seakan jika wajahnya semakin buruk tangan kiri itu justru sebaliknya.

Sayangnya tidak ada yang peduli kecuali satu orang. Waktu itu Daisy bekerja di sebuah toko kerajinan gerabah. Pemilik toko itu mau memperkerjakannya sebab wajah Daisy layaknya tanah liat yang belum dibentuk. Daisy ditempatkan di sebuah ruang kaca penuh tanah liat dan di sana Daisy menghabiskan waktunya dengan membentuk-bentuk tanah liat dengan tangan kirinya yang elok. Daisy suka bermain dengan tanah. Hanya menjadi pajangan di toko untuk menarik perhatian tidak masalah baginya. Para pengunjung toko sering salah mengira Daisy salah satu patung kontemporer yang dijual di sana dan itu justru memberi keuntungan toko yang menjadi semakin ramai. Hingga suatu hari laki-laki itu datang menatap tangan kirinya, memegangnya, mengusap-usapnya penuh kerinduan. Seakan itu tangannya sendiri, bukan tangan Daisy.

Kisah-Kisah Pembunuhan Atas Muara LiemDonde viven las historias. Descúbrelo ahora