Cerita Pembunuhan 15515

921 109 18
                                    


Pada tanggal 23 April 2003 aku dan Bowi naik kereta eksekutif Sancaka jurusan Yogyakarta-Surabaya dan di atas kereta kami bersepakat akan saling membunuh. Aku menawarkan 13 tahun yang akan datang tetapi Bowi menolak. Dia bilang aku terlalu mainstream soal angka sial. Aku hanya mengedikkan bahu dan bilang terserah. Akhirnya kami menyetujui hari dimana kami akan saling bunuh. Jadi kami memilih angka empat belas sebagai nomer sial bagi kami. Tanggal 15 Mei 2015 adalah waktu eksekusi.

Aku sempat mengejeknya sebab Bowi terlalu maniak dengan angka cantik. Dia hanya tersenyum sebab alasannya bukan karena tanggal itu memiliki angka cantik. Dia bilang kematian akan terasa indah di hari baik dimana semua orang bisa dengan mudah mengingat kapan kami mati. Hanya satu hal yang membuatku sepaham dengannya waktu itu. Aku sepakat akan menyewa orang ketiga untuk membunuh kami agar tangan kami tidak kotor oleh darah yang kami tumpahkan. Aku bilang padanya akan menyewa pembunuh bayaran di pasar gelap. Lebih praktis. Bowi hanya menggeleng. Dia tidak suka transaksi di pasar gelap.

Aku masih ingat hari saat aku dan Bowi membicarakan kematian kami di masa depan. Hari itu sangat panas padahal baru saja hujan datang selama lima menit. Jika saja hujan turun lebih lama mungkin udaranya akan lebih sejuk. Pendingin udara di kereta ini tidak berfungsi dengan baik. Aku masih merasakan hawa panas yang membakar dalam dan luar tubuh. Kereta baru berhenti di Stasiun Balapan Solo saat aku mengajukan ide konyol itu. Kupikir Bowi akan tertawa terbahak-bahak tetapi dia justru mengerutkan dahinya sehingga membuat wajahnya lebih serius. Aroma mint yang selalu dibawa pada tubuh Bowi adalah satu-satunya bau yang kucium pagi itu itu. Teh hangat yang kami pesan baru saja datang. Rasanya seperti menikmati secangkir teh mint padahal aku sangat tahu jika kami tidak memesan teh mint. Aroma tubuh Bowi yang menyebabkan teh kami serasa bercampur mint.

Bowi menanggapi tawaranku dengan satu kalimat yang menurutku fantastis.

"Rasanya aku juga ingin membunuhmu," katanya. Dia tidak tersenyum selama semenit setelah mengatakannya. Kuakui dadaku berdengap kencang. Bagaimana tidak? Aku baru saja membeli pabrik rokok milik Bowi yang cukup ternama itu. Bowi mendirikannya dari nol, dari tetesan keringat yang tak sedikit selama puluhan tahu. Dan jika keringat itu dikumpulkan barangkali jumlahnya melebihi luas sebuah danau atau mungkin laut. Jika dia ingin membunuhku tentunya sangat masuk akal. Aku membeli pabrik rokok itu hanya seharga motor butut. Cukup murah. Tetapi itu harga yang pantas untuknya sebab dia telah tidur dengan istriku di belakangku. Bowi dan istriku tidak tahu jika aku mengetahuinya. Aku punya cara lain untuk menghukum mereka.

Aku dan Bowi sudah bersahabat sejak kecil. Kami sama-sama dibesarkan di jalan. Keras dan pahit. Kami juga sama-sama berjuang untuk menjadi pengusaha sukses. Bowi akhirnya menjadi juragan rokok sementara aku memiliki jaringan bisnis swalayan yang besar. Kepahitan dan kesuksesan terus melekatkan kami. Aku dan Bowi tak bisa dipisahkan. Dialah saudaraku. Mungkin sesuatu yang saling melekat ini membuat dia tidak tahu batasan daerah kekuasaan sehingga dia meniduri istriku. Seandainya dia seekor kucing dia sudah kencing di tempat yang salah. Aku bukan laki-laki bodoh yang bisa diperdaya begitu saja.

"Aku tahu rasanya, Bowi," kataku. Lalu Bowi tertawa.

"Ya Tuhan, kamu percaya aku akan membunuhmu hanya karena pabrik sialan itu?" serunya. Dia mengusap matanya yang berair karena begitu keras tawanya. "Dali, aku masih punya banyak pabrik rokok. Justru aku berterimakasih padamu telah membeli pabrik yang sudah sakit-sakitan itu. Tak ada yang mau membelinya selain kamu."

Aku tahu Bowi berpura-pura tegar. Pabrik itu sangat berarti baginya. Di sana dia memulai perjuangannya. Pabrik itu bukan hanya sekedar pabrik tetapi sebuah monumen yang tidak bisa dihitung dengan harga. Bowi pasti akan lebih remuk lagi jika dia tahu apa yang ingin kulakukan dengan pabrik itu. Seharusnya dia berpikir dulu sebelum lancang masuk ke daerah kekuasaanku.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Feb 18, 2016 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Kisah-Kisah Pembunuhan Atas Muara LiemDonde viven las historias. Descúbrelo ahora