Rasa Hujan Milik Renre

14 4 0
                                    


Sala mengayuh sepedanya, sesekali mendongak menatap langit yang amat cerah pagi ini. Perpaduan putih awan dan warna biru selalu mampu menjadikan Sala tersenyum. Cewek kelas 2 SMA itu sampai tak menyadari, ada sepasang mata almond yang memperhatikan dan mengikutinya sejak Sala keluar dari rumah sampai meninggalkan sepedanya di tempat parkir siswa.

"Ke-ma-rau, Ke-ma-rau, kau selalu indah dan mengairahkan, tanpa kenangan siapapun yang terpaksa kujelajahi." Nyanyi Sala dengan nada buatan sendiri di sepanjang koridor menuju kelas.

"Stop! Hentikan nyanyianmu!" pekik Renre yang tiba-tiba keluar dari kelas XII IIS 3, dan langsung merangkul Sala. "Nyanyianmu akan membuat pagiku menjadi suram."

"Bukankah, kenangan ketika hujan yang membuatmu su ....." Sala menghentikan perkataannya yang tanpa sadar keluar, hampir saja membeberkan kenangan Renre yang sedikit ia lihat di garis-garis hujan yang disentuh Renre ketika mereka berteduh di depan toko kue sebulan lalu.

Raut wajah Renre seakan mempertanyakan kelanjutan cerita Sala. Tetapi, Sala hanya menyengir lebar dan mengalihkan pembicaraan, "Ngapain kamu ke kelas XII IIS 3? Ah, kangen Kaca, ya?"

"Ist!" Renre membungkam mulut Sala dengan tangannya. Dan matanya mengancam agar Sala diam. "Kamu mau jadi ember yang bakalan kuloakkan, heh?"

Sala melepas tangan Renre dari mulutnya. "Jangan diloakkanlah, elit dikit ngapa, jual aja di olx. Hehe ..."

Mendengar itu, Renre tak kuat menahan gemas. Ia mencubit pipi Sala yang cubby. "Kalo dijual di olx nanti Fael yang langsung beli. Hahaha!"

"Hahaha! Udah yuk! Ke kelas, aku mau introgasi perkembangan tentang Kaca yang bikin pyar-pyar hatimu," bisik Sala mengoda.

"Ist, tapi bentar. Kok, cowok itu ngeliatin kamu terus?" Renre menujuk ke arah belakang Sala.

"Mana?" Sala memutar tubuhnya, tetapi tidak menemukan cowok yang di maksud Renre.

"Ketahuan melihatmu, dia langsung masuk ke kelas 12 MIPA 4."

"Fael maksudmu?"

"Nggaklah, kalo itu Fael pasti narik kamu pergi. Bukannya mengamatimu dari jauh. Aku baru ngeliat dia. Cakep bener! Mungkin murid baru." Mata Renre berbinar-binar.

"Nggak mungkinlah, kelas tiga kok ada murid baru," kata Sala. "Udahlah, ayo ke kelas! Nanti bisa-bisa aku disuruh beli pembalut anti bakterinya Bu Nung gara-gara nggak ngerjain tugas!"

"Kalo Nyontek tugasku, kamu harus nganterin ke perpustakaan daerah nanti."

"Oke apa sih yang nggak kulakukan untukmu, akan kutemani ke tempat horor itu!" Sala memasang raut wajah terlalu mengambarkan keterpaksaan, sambil akting menangis-nangis, berjalan mendahului Renre.

"Wah manis banget! Tapi, bentar. Untukmu, mu yang kamu maksud itu aku atau PR-ku?"

"Tentu PR-mu!"

"Awas, ya!"

Dua sahabat itu saling bercanda di sepanjang jalan menuju kelas mereka, 2 MIPA 2.

***

"Oke! Selesai!" seru Sala. Kemudian meregangkan jari-jari tangannya yang berkerja keras menuliskan 5 jawaban soal fisika. "Aku udah selesai!"

Tetapi, tidak ada respon dari Renre. Renre masih menyandarkan kepalanya di bangku menghadap tembok. Sala tersenyum jahil. Kemudian, mengetuk kepala Renre dengan buku. Membuat Renre memekik dan mendongak kaget.

"Hahaha, tenang bukan Bu Nung." Tawa Sala pudar, menemukan mata Renre basah. "Kok nangis?"

"Aku nggak bisa lagi pura-pura tersenyum di depan Kaca, Sa. Rasanya sakit."

"Sebenarnya ada apa?"

"Sudah lama aku suka sama dia. Dari kecil. Tetapi, dia tidak pernah peka." Renre menyembunyikan wajahnya di ke dua tangannya yang tertekuk di atas meja.

Sala bingung menanggapi curhatan Renre. Soalnya, dia belum pernah jatuh cinta. Tentu, ia juga belum pernah patah hati atau terluka oleh sebangsa cowok. Sala hanya bisa menepuk-nepuk punggung Renre pelan.

"Gimana kalau kamu ngatain cinta aja?"

"Itu tidak mungkin. Aku tak berani. Aku ingin menyerah."

Kenapa cinta sangat pintar membuat si pemberani Renre, yang selalu mengangkat tangannya ketika guru menyuruh bertanya, jadi sepenakut itu? Hanya tiga kata, aku cinta kamu. Selesai perkara. Pikir Sala gemas.

"Tenangkan diri dulu. Kayanya Bu Nung tidak mengajar hari ini, mungkin sakit gara-gara hari pertama. Pembalut yang ia jual sepertinya nggak ampuh buat tante-tante macam dia." Sala mencoba untuk melucu, tentu tak berhasil.

Sala menghela napas, masih menepuku-nepuk punggung Renre. Ia jadi ingat kenangan Renre yang tergambar di garis-garis hujan yang jatuh dari atap halte, dan disentuh telapak tangan Renre. Sebuah kenangan yang mungkin, mendasari Renre ingin menyerah mencintai Kaca.

Di tengah hujan Renre berdiri dengan satu tangan menggenggam besi payung dan satu tangan membawa setoples kue untuk diberikan ke Kaca, yang rumahnya tepat di samping Renre. Renre kesusahan untuk membuka gerbang rumahnya. Ketika ia bisa membuka gerbang rumahnya yang setinggi dadanya itu, ia menemukan Kaca sedang mengandeng cewek cantik. Meski Kaca kesusahan untuk membuka pintu gerbang dengan satu tangan, tetapi tangan satunya tidak mau ia lepaskan dari tangan cewek itu.

Cewek itu menatap Renre dan tersenyum sinis. Parahnya, cewek itu tiba-tiba mencium pipi Kaca, yang membuat Kaca menatap cewek itu.

Kelanjutan kenangan Renre itu tidak mau Sala lihat. Tepat sewaktu itu, Sala memakai kaca mata hitam agar tak melihat bayangan-bayangan kenangan Renre. Sala menyesal, jiwa pengecutnya sungguh mendiaminya, hingga ia tak kuasa untuk melihat kenangan menyendihkan orang-orang yang ia sayangi termasuk Renre.

"Sabar, Ren."

Gimana caranya, aku membantu Renre. Apa dengan melihat kenangan Kaca, aku bisa tahu perasaan Kaca terhadap Renre? Ya, itu bisa kulakukan. Mungkin saja, Kaca juga suka dengan Renre. Ah, tapi ini musim kemarau! Hanya hujan yang bisa mengambarkan kenangan orang lain kepadaku. Sala menghela napasnya setelah memikirkan ide gila itu.

Ting! Terdengar sebuah SMS masuk. Nomor baru.

Hei, teman masa kecil, Akhirnya, kita bertemu lagi. Aku sangat merindukanmu.

Sala membelalak membacanya. Teman masa kecil? Siapa?

***

#Gimana cerita ini? Vote dan komen yah ... terima kasih.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 15, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Stalker MemoryWhere stories live. Discover now