{6} Luruh

985 114 1
                                    

Musim gugur masih terasa dingin. Namun dedaunan jingga kekuningan masih membuat pandanganku terasa hangat. Aku kembali berniat menemui kau, gadisku. Setelah curahanmu pada Cailsey hari itu, kurasa aku tidak mau terlambat lagi. Aku harus menghampirimu, menopangmu, dan berkata secara gamblang bahwa aku menyukaimu.

Ya, aku akan melakukan itu.

Kuharap jam istirahat berlangsung lebih lama. Agar aku bisa menghabiskan banyak waktuku bersamamu. Lagi-lagi Chaz protes mengenai kepergianku, dan untuk kesekian kalinya aku tidak peduli. Kali ini, aku merasa begitu menggebu ingin bertemu denganmu. Memandangi perangai manismu sejenak sebelum menghampirimu sepertinya terdengar begitu menyenangkan.

Aku terengah begitu sampai di sekitar semak-semak. Laju lari yang kulakukan begitu cepat, seperti laju lari di perlombaan maraton. Dan aku melakukan itu untukmu. Aku tidak sabar melihatmu dan rasanya rasa ketidak sabaranku berganti dengan rasa bahagia yang luar biasa ketika melihatmu ada di sana. Di bawah naungan pohon maple yang menggugurkan daun-daunnya.

Sepertinya aku sedikit terlambat. Karena ternyata kau telah menghabiskan sandwich yang kau bekal dari rumah. Lalu kau menutup diarymu yang sepertinya baru kau isi dengan peristiwa baru. Ah sayangnya..aku melewatkan semua perangai manismu yang terlihat menyenangkan setelah sekian lama kau tidak memperlihatkannya lagi.

Sepertinya ini saatnya, gadisku. Saat untuk memulai relasi kita. Relasi yang akan kubangun perlahan-lahan bersamamu. Relasi yang baik, manis, dan berjalan indah. Soal kau yang memiliki tanduk, mungkin cinta yang tumbuh dalam hatiku bisa menghilangkannya. Bak cerita picisan yang memiliki akhir bahagia. Aku tahu itu konyol, tapi kuharap, semua bisa terwujud dengan mulus nan indah.

Aku menghela napasku, mempersiapkan diri sejenak untuk segera menghampirimu yang masih teduduk di bawah pohon maple. Senyuman tak bisa kutahan ketika aku melihat seraut wajah cantikmu. Ini saatnya, gadisku. Aku akan memulai, bersamamu. Memulai keindahan yang menenangkan segenap hati dan jiwa.

Aku sudah melangkah melewati semak ketika tiba-tiba angin berhembus kencang. Mataku dengan sigap memastikanmu yang kini mendongak menatap dedaunan maple yang beterbangan. Guntur tiba-tiba memekik di atas langit dan aku sudah bersiap menghampirimu. Tapi, sesuatu terjadi. Tanduk itu..itu muncul kembali. Tumbuh dan menembus tudung merah yang kau kenakan. Kau mengejang seiring dengan tanduk itu yang semakin meninggi dan memunculkan cabang-cabangnya.

Angin semakin berhembus kencang. Hatiku mulai terasa ngilu, sesuatu yang sakit mulai bercokol dalam tenggorokanku. Kau menangis. Tanduk sialan itu kembali menyakitimu. Angin yang berhembus begitu kencang membuatku sulit untuk memastikan keadaanmu. Astaga, Tuhan, tolong. Jangan biarkan gadisku terluka.

Aku melangkah perlahan, menembus angin yang terasa menghalangiku untuk berjalan menghampirimu. Dan aku tersentak begitu mendengar erangan darimu. Kau disakiti! Aku memaksakan diri untuk membuka celah mataku lebih lebar tanpa peduli akan debu yang mulai menyakiti mataku.

Aku melihat tanduk itu semakin memanjang, bahkan melebihi tinggi pohon maple tua yang dedaunannya semakin rontok terkena hembusan angin kencang. Katakan, apa yang terjadi padamu? Mengapa tanduk itu serasa menguasai segala isi yang ada dalam dirimu dan mungkin dunia ini yang dibuatnya berangin kencang? Kau kesakitan, kau dikuasai oleh tanduk itu. Aku mohon, bertahanlah. Demi aku, gadisku.

Seketika itu juga semua terhenti, angin serasa terhisap ke satu titik dan aku tidak bisa memastikan di mana lenyapnya. Aku mengerjap beberapa kali untuk menahan rasa pedih di mataku. Lalu aku dengan cepat memastikanmu. Kau terduduk dengan mata yang terpejam. Tandukmu hilang. Namun tiba-tiba, tubuhmu meluruh begitu saja menimpa dedaunan maple yang berterbaran. Tergolek lemah.

Aku berlari menghampirimu, untuk pertama kalinya. Mengikis jarak yang selalu aku jaga, untuk pertama kalinya. Memandangi keindahanmu dari dekat, untuk pertama kalinya. Menyentuh kulitmu yang putih, untuk pertama kalinya. Dan menilik wajah cantikmu lebih dekat, untuk pertama kalinya.



Tapi sayangnya, kau tidak melihatku. Aku mohon, bangunlah. Ayo bangun, gadisku.

Horn [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang